JUDUL:KENAPA KOPERASI DI NEGARA-NEGARA KAPITALIS/SEMI-KAPITALIS LEBIH MAJU?
1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)
Kelas : 2EB09
ABSTRAK
Ropke (1987) mendefinisikan koperasi sebagai organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya adalah juga pelangggan utama perusahaan tersebut (kriteria identitas). Kriteria identitas suatu koperasi akan merupakan dalil atau prinsip identitas yang membedakan unit usaha koperasi dari unit usaha yang lainnya. Organisasi koperasi dibentuk oleh sekelompok orang yang mengelola perusahaan bersama yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan ekonomi individu para anggotanya.
Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan.
Namun uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.
Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka pertanyaan utama dari makalah ini adalah kenapa koperasi-koperasi di NM, yang sering dikatakan sebagai ekonomi-ekonomi yang kapitalis yang tidak cocok bagi pengembangan koperasi, bisa maju, sedangkan di Indonesia dimana keberadaan koperasi dikaitkan dengan idologi Pancasila malahan tidak berkembang baik? Jadi, yang dibahas di makalah ini adalah factor-faktor yang membuat koperasi di NM bisa berkembang dengan baik.
2. Perkembangan Koperasi di dalam Ekonomi Kapitalis dan Semi Kapitalis
2.1 Fakta
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di NM dan NSB memang sangat diametral. Di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di NSB, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan (Soetrisno, 2001). Dalam kasus Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang (UU) Dasar 1945 Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk departemen atau kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri.
2.1.1 Di Tingkat Dunia
Yang sangat menarik dari laporan ini adalah bahwa sebagian besar dari 300 koperasi terbesar itu berasal dari NM, terutama Amerika Utara, UE dan Jepang. Seperti yang dapat dilihat di Tabel 1, dari NSB, hanya Korea yang masuk di dalam daftar 10 besar. Masih menurut laporan ICA (2006) tersebut, lima (5) besar negara di mana sumbangan dari koperasi terhadap produk domestik bruto (PDB) terbesar adalah dari NM (Tabel 2).
Tabel 1: Sepuluh Besar Koperasi di Dunia
No Nama Negara Tahun didirikan Omset (dollar AS) Total aset (dollar AS)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Zen-Noh (National Federation of Agricultural Co-operatives)
Zenkyoren
Crédit Agricole Group
Nationwide Mutual Insurance Company
National Agricultural Cooperative Federation (NACF)
Groupama
Migros
The Co-operative Group
Edeka Zentrale AG
Mondragon Corporation Jepang
Jepang
Perancis
AS
Korea
Perancis
Swis
Inggris
Jerman
Spanyol 1948
1951
1897
1925
1961
1899
1925
1863
1898
1956 53.898
46.680
32.914
23.711
22.669
21.651
17.779
16.556
15.986
14.155 14.951
398.218
1.235.161
157.314
177.102
86.657
14.746
31.215
4.656
25.164
Sumber: ICA (2006)
Tabel 2: Lima Besar Negara dengan Pangsa PDB terbesar dari Koperasi
Negara Pangsa PDB (%)
Finlandia
Selandia Baru
Swis
Belanda
Norwegia 16,1
13,9
11,0
10,2
9,0
Sumber: ICA (2006).
2.1.2 Eropa
Di Eropa koperasi tumbuh terutama melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Di perdagangan ritel, koperasi-koperasi konsumsi merupakan pionir dari penciptaan rantai perdagangan ritel modern (Furlough dan Strikwerda, 1999).
Di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian dan mempunyai suatu sejarah yang sangat panjang. Di Norwegia, 1 dari 3 orang (atau 1,5 juta dari jumlah populasi 4,5 juta orang) adalah anggota koperasi.
Di Finlandia, koperasi S-Group punya 1.468.572 anggota yang mewakili 62% dari jumlah rumah tangga di negara tersebut.Di Denmark, pada tahun 2004 koperasi-koperasi konsumen meguasai pasar 37% dan dua koperasi pertaniannya, yakni MD Foods (produk-produk susu) dan Danish Crown (daging) masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE berdasarkan nilai omset pada tahun 1995.
Di Jerman, sekitar 20 juta orang (atau 1 dari 4 orang) adalah anggota koperasi, dan koperasi yang jumlahnya mencapai 8106 unit telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian negara tersebut, diantaranya menciptakan kesempatan kerja untuk 440 ribu orang.
Di Inggris, diperkirakan sekitar 9,8 juta orang adalah anggota koperasi, dan pertanian merupakan sektor di mana peran koperasi sangat besar. Sektor lainnya adalah pariwisata. di Irlandia, koperasi-koperasi pertaniannya yang juga masuk di dalam kelompok besar tersebut adalah The Irish Dairy Board (jumlah anggota: 71), Avonmore (13245), dan Kerry Group (6000) yang semuanya di bidang produksi susu dengan omset antara 1.463,3 juta ecu hingga 1.523,3 juta
Di Perancis jumlah koperasi tercatat sebanyak 21 ribu unit yang memberi pekerjaan kepada 700 ribu orang, sedangkan di Italia terdapat 70400 koperasi yang mengerjakan hampir 1 juta orang pada tahun 2005. Belanda, walaupun negaranya sangat kecil, tetapi koperasinya sangat maju. Salah satu adalah Rabo Bank milik koperasi yang adalah bank ketiga terbesar dan konon bank ke 13 terbesar di dunia. Contoh lain adalah perdagangan bunga. Mayoritas perdagangan bunga di negara ini digerakkan oleh koperasi bunga yang dimiliki oleh para petani setempat. Belanda juga punya banyak koperasi yang berkecimpung di sektor pertanian yang masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE.
Di negara-negara Eropa Timur, koperasi juga sangat maju. Misalnya, di Hongaria, koperasi-koperasi konsumen bertanggung jawab terhadap 14,4% dari makanan nasional dan penjualan-penjualan eceran umum pada tahun 2004. Di Polandia, koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 75% dari produksi susu di dalam negeri. Di Slovenia, koperasi-koperasi pertanian bertanggung jawab untuk 72% dari produksi susu, 79% dari sapi, 45% dari gandum, dan 77% dari produksi kentang. Di Slovakia, terdapat lebih dari 700 koperasi yang mengerjakan hampir 75 ribu orang.
2.1.3 Amerika Utara
Sementara itu, di AS 1 dari 4 orang (atau sekitar 25% dari jumlah pendudu) adalah anggota koperasi. Lebih dari 30 koperasi punya penghasilan tahunan lebih dari 1 miliar dollar AS. Di Negara Paman Sam ini koperasi kredit berperan penting terutama di lingkungan industri. Pada tahun 2002 jumlah koperasi di negara adi daya ini tercatat mencapai 48 ribu unit di hampir semua jalur bisnis, memberikan pelayanan kepada 120 juta anggota, atau sekitar 4 dari setiap 10 penduduk di negara tersebut. 100 koperasi terbesar di AS, diperingkat menurut omset, secara individu menciptakan paling sedikit 346 juta dollar AS dan dalam total mencapai 119 miliar dollar AS pada tahun tersebut (Zeuli dan Cropp, 2002) (Tabel 3).
Tabel 3: 100 Koperasi terbesar menurut Omset dan Sektor Bisnis di AS, 2002
Sektor Jumlah koperasi Omset (juta dollar AS)
Pertanian
Perdagangan besar/Groseri
Keuangan
Komunikasi enerji
Peringkat keras danlumber
Lainnya 41
18
12
16
6
7 58
26,1
10,2
9,7
8,8
6,5
Sumber: Zeuli dan Cropp (2002).
Tabel 4: Lima Besar Koperasi Non-Keuangan di Kanada berdasarkan Omset
Peringkat
Nama Total Omset Aset Kegiatan Utama
2006 2005 ($) ($)
1 1 Federated Co-operatives Limited. 5.413.759.000 2.682.699.000 Grosir, barang-barang konsumen, penyulingan minyak, bahan-bahan bangunan
2 2 La Coop fédérée 3.175.543.749 1.004.006.000 Makanan, minyak, bahan-bahan baku keperluan petani
3 3 Agropur Coopérative 2.284.117.000 845.342.000 Produk-produk makanan seperti susu dll.
4 4 United Farmers of Alberta Co-operative Limited 1.624.058.000 549.361.000 Minyak, bahan-bahan kebutuhan produksi pertanian/petani, bahan-bahan bangunan
5 5 Calgary Co-op Assn Ltd. (Alta.) 925.959.000 313.785.000 Supermarket, minyak, farmasi, biro perjalanan
Sumber: Pemerintah Kanada (http://www.agr.gc.ca/rcs-src/coop/index_e.php?s1=info_coop&page=intro).
2.1.4 Asia
Di Jepang, 1 dari setiap 3 keluarga adalah anggota koperasi. Koperasi menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Koperasi-koperasi pertanian menghasilkan output sekitar 90 miliar dollar AS dengan 91% dari jumlah petani di negara tersebut sebagai anggota.
Di negara-negara Asia lainnya dengan tingkat pembangunan ekonominya yang sudah relatif tinggi seperti Singapura dan Korea Selatan. Di Singapura 50% dari jumlah populasinya adalah anggota koperasi. Di Korea Selatan, koperasi-koperasi pertanian punya anggota lebih dari 2 juta petani (90% dari jumlah petani), dan menghasilkan output sebanyak 11 miliar dollar AS.
Koperasi konsumen di Singapura, seperti juga di misalnya Jepang, Kanada dan Finlandia mampu menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut
2.2 Faktor-faktor Keberhasilan: Pembelajaran Bagi Koperasi Indonesia
Berdasarkan penelitian koperasi-koperasi perlu memahami apa yang bisa membuat mereka menjadi unggul di pasar yang mengalami perubahan yang semakin cepat akibat banyak faktor multi termasuk kemajuan teknologi, peningkatan pendapatan masyarakat yang membuat perubahan selera pembeli, penemuan-penemuan material baru yang bisa menghasilkan output lebih murah, ringan, baik kualitasnya, tahan lama, dsb.nya, dan makin banyaknya pesaing-pesaing baru dalam skala yang lebih besar. Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut, menurutnya, faktor-faktor kunci yang menentukan keberhasilan koperasi adalah: (1) posisi pasar yang kuat (antara lain dengan mengeksploitasikan kesempatan-kesempatan vertikal dan mendorong integrasi konsumen); (2) pengetahuan yang unik mengenai produk atau proses produksi; (3) sangat memahami rantai produksi dari produk bersangkutan; (4) terapkan suatu strategi yang cemerlang yang bisa merespons secara tepat dan cepat setiap perubahan pasar; dan (5) terlibat aktif dalam produk-produk yang mempunyai tren-tren yang meningkat atau prospek-prospek masa depan yang bagus (jadi mengembangkan kesempatan yang sangat tepat).
Sedangkan bagi Anderson dan Henehan (2003), manajemen dan direktur yang efektif dalam arti cepat mengambil suatu keputusan yang tepat dalam merespons terhadap perkembangan-perkembangan bisnis terkait (misalnya perubahan pasar atau masuknya pesaing-pesaing baru) sangat menentukan keberhasilan suatu koperasi. Menurut mereka, koperasi yang bisa berhasil atau paling tidak yang bisasurvive dalam era persaingan yang semakin ketat ini, diantara faktor-faktor kunci lainnya, adalah yang dipimpin oleh dewan direktur berkualitas. Dan untuk mendapatkan direktur-direktur berkualitas adalah tugas para anggota untuk memilih mereka. Kemudian, dewan direktur bertanggung jawab dalam menyeleksi manajer yang berkualitas, mengembangkan suatu strategi yang kuat, dan mengimplementasikan suatu struktur keuangan yang baik.
3. Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia
Tabel 4: Perkembangan Usaha Koperasi, 1998-2007*
Periode Jumlah unit Jumlah anggota
(juta orang) Koperasi aktif RAT (% dari koperasi aktif
Jumlah %
Des. 1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007 52.000
103.077
110.766
117.906
123.181
130.730
132.965
141.738
149.793 ..
27,3
23,7
24,001
27,3
27,5
27,4
28,1
.. ..
..
96.180
..
93.800
93.402
94.818
94.708
104.999 ..
86,3
81,0
78,9
76,20
71,50
71,0
70,1
70,00 ..
40,8
41,9
46,3
47,6
49,6
47,4
46,7
..
* Lihat lampiran untuk data paling akhir (September 2008) dan menurut propinsi.
Sumber: Menegkop & UKM
Tabel 5: Perkembangan Usaha Koperasi, 2000-2006*
Periode Rasio modal sendiri dan modal luar Volume usaha
(Rp miliar) SHU (Rp miliar) SHU terhadap volume usaha (%)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007 0,55
0,72
0,58
0,63
0,71
0,71
0,77
.. 23.122
38.730
26.583
31.684
37.649
34.851
54.761
.. 695
3.134
1.090
1.872
2.164
2.279
3.131
3.470 3,00
8,09
4,1
5,91
5,75
6,54
5,72
..
* Lihat lampiran untuk data paling akhir (September 2008) dan menurut propinsi.
Sumber: Menegkop & UKM
Daftar Pustaka
Affandi, Yoga (2002), “The Optimal Monetary Policy Instruments: The Case Of Indonesia”,
Buletin Ekonomi Dan Perbankan,5(3).
Aldrich, Howard dan Robert N. Stern (1984), “Resource Mobilization and the Creation of US Producer
Cooperatives”, Economic and Industrial Democracy, 4:371-406
Amy M. Nagler, Dale J. Menkhaus dan Alan C. Schroeder (2004), “Institutions and Agricultural
Cooperatives in Wyoming”, UWCC Staff Paper No.4, August, University of Wisconsin Center for
Cooperatives
Anderson, Bruce L. dan Brian M. Henehan (2003)” What Gives Cooperatives A Bad Name,”makalah dalam the NCR 194 Meeting, Oktober, Kansas City, Missouri
Anderson, Kym, Betina Dimaranan, Tom Hertel dan Will Martin (1997), “Economic Growth and Policy Reform in the APEC Region: Trade and Welfare Implications by 2005”, Asia Pacific Economic Review, 3(1).
APEC (1997), “The Impact of Trade Liberalization in APEC”, Economic Committee of APEC, Singapore: APEC Secretary
APEC (1999), “ The Impact of Trade Liberalization on Labor Markets in the Asia Pacific Region”, Report by the Network for Economic Development Management, Human Resource Development Working Group, Singapore: APEC Secretary.
Baarda, J.R. (1982), “State Incorporation Statutes for Farmer Cooperatives”, Info. Report 30, USDA-Agricultural Cooperative Service, Washington, D.C.
Baldwin, Robert E. dan P. Martin (1999), “Two Waves of Globalization: Superficial Similarities, Fundamental Differences”, NBER Working Paper NO.W6904, NBER, Cambridge Mass.
Bank Dunia (2000a), Development Indicators 2000, Washington, D.C.
Bank Dunia (2000b), Global Economic Prospects and the Developing Countries 2000, Washington, D.C.
Bank Dunia (2003), Development Indicators 2003, Washington, D.C.
Barr, Terry N. (2005), “Trends in Global Market and Implications for Farm Policy and Cooperatives”, makalah dalam the 8th Annual Farmer Cooperatives Conference, November 7-8, USA
Berger, Peter L. (1997), “Four Faces of Global Culture”, National Interest, 49.
Berger, Peter L. dan Samuel P. Huntingdon (ed.)(2002), Many Globalizations: Cultural Diversity in the Contemporary World, Oxford: Oxford University Press.
Birchall, Johnston (1997), The International Co-operative Movement, Manchester: Manchester University Press.
Boediono (1998), “Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. July
Bonin, John P., Derek C. Jones dan Louis Putterman (1993), “Theoretical and Empirical Studies of Producer Cooperatives: Will Ever the Twain Meet?”, Journal of Economic Literature, 31: 1290-1320
Bora, Bijit, Lucian Cernat, dan Alessandro Turrini (2002), “Duty and Quota-Free Access for LDCs: Further Evidence from CGE Modelling”, Policy Issues in International Trade and Commodities Study Series No.14, New York dan Geneva: UNCTAD
Braverman, Avishay, J. Luis Guasch, Monika Huppi, dan Lorenz Pohlmeier (1991), ”Promoting Rural Coperatives in Developing Countries. The Case of Sub-Saharan Africa”, World Bank Discussion Papars, No.121, April, Washington, D.C.: The World Bank.
Cable, Vincent (1999), “Globalization and Global Governance”, Chatham House Papers, London: Royal Institute of International Affairs.
Chamard, John dan Tom Webb (2004), “Learning to Manage the Co-operative Difference”, makalah dalam the 12th IAFEP conference, Halifax, Nova Scotia, Juli 8-10.
Chowdhury, anis, dan Hermanto Siregar (2004), “ Indonesia’s Monetary Policy Dilemma- Constrains of Inflation Targeting”, The Journal Of Developing Areas, 37(2).
Conry, E.J., G.R. Ferrera dan K.H. Fox (1986), The Legal Environment Of Business, Dubuque, IA: Wm. C. Brown.
Crook, Clive (2001), “Globalization and its Critics”, The Economist, 29, September.
Cummins, David E. (1993), “Corn Belt Grain Cooperatives Adjust to Challenges of 1980s, Poised for 1990s,” ACS Research Report Number 117. August, Washington, D.C.:United States Department of Agriculture, Agricultural Cooperative Service.
Eurostat (2001), “A Pilot Study on Co-operatives, Mutuals, Associations and Foundations”, Luxembourg: Eurostat.
Feridhanusetyawan, Tubagus (1997), “Trade Liberalization in Asia Pacific: A Global CGE Approach”, The Indonesian Quarterly, XXV(4).
Feridhanusetyawan Tubagus dan Mari Pangestu (2003), “Indonesian Trade Liberalization: Estimating The Gains”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 39(1).
Feridhanusetyawan, Tubagus, Mari Pangestu, dan Erwidodo (2002), “Effects of AFTA and APEC Trade Policy Reform on Indonesia Agriculture”, dalam Randy Stringer, Erwidodo, Tubagus Feridhanusetyawan, dan Kym Anderson (ed.), Indonesia in a Reforming World Economy: Effects on Agriculture, Trade and the Environment, Center for International Economic Studies, University of Adelaide, Adelaide.
Friedman, Thomas (2000), The Lexus and the Olive Tree, London: HarperCollins.
Friedman, Thomas (2002), Memahami Globalisasi; Lexus dan Pohon Zaitun, Bandung: ITB
Furlough, Ellen dan Carl Strikwerda (ed.)(1999), Consumers Against Capitalism? Consumer Cooperation in Europe. North America and Japan, 1840-1990, Lanham, MI.: Rowman & Littlefield
Gentil, Dominique (1990), ”Support of Informal Self-Help and Cooperative Groups”, makalah dalam Seminar Bank Dunia mengenai ”Donor Support for the Promotion of Rural Cooperatives in Developing Countries: Special Emphasis SubSaharan Africa”, Januari 16-17, Washington, D.C.: the World Bank.
Giddins, Anthony (2001), Runaway World-Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gilbert, J. R. Scollay dan T. Wahl (1999), “An APEC Food System: Implications for Welfare and Income Distribution by 2005”, mimeo, APEC Study Center, New Zealand.
Hakim, Abdul (2004), Ekonomi Pembangunan, Cetakan kedua, September, Yogyakarta: EKONISIA.
Halwani, R. Hendra (2002), Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hansmann, Henry (1996), The Ownership of Enterprise, Cambridge, MA: Belknap Press.
Hanson, J.M. (2001), “A New Cooperative Structure for the 21 Processing Cooperative Law”, makalah dalam the Rocky Mountain Farmers Union Leadership Roundup, Cheyenne, WY., 22 Sept.
Hariyono (2003), “Koperasi Sebagai Strategi Pengembangan Ekonomi Pancasila”, Jurnal Ekonomi Rakyat, II(4), Juli.
Hendar dan Kusnadi (2005), Ekonomi Koperasi, edisi kedua, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.
Hill, Roderick (2000), “The Case of Missing Organizations: Co-operatives and the Textbooks”, Journal of Economic Education, 31(3): 281-95
Hirst, Paul dan Grahame Thompson (1999), Globalization in Question: The International Economy and The Possibilities of Governance, edisi ke 2, Cambridge: Polity Press.
ICA (1998a), “Statistics and Information on European Co-operatives”, Geneva: International Co-operative Alliance (http://www.coop.org/statistics.html.)
ICA (1998b), “Latest ICA Statistics of July 1, 1998”, Geneva: International Co-operative Alliance (http://www.coop.org/statistics.html.)
ICA (2006), Annual Report 2006, Geneva: International Co-operative Alliance (http://www.coop.org/statistics.html.).
Ingco, Merlinda D. (1997), “Has Agricultural Trade Liberalization Improve Welfare in the Least-Developed Countries? Yes”, Policy Research Working Paper No.1748, April, Washington, D.C.: The World Bank.
Irawan, Ferry dan Sugiharso Safuan (2004), “Kebijakan Moneter, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi: Pengujian Hipotesis Ekspektasi Rasional dengan VAR”, makalah dalam Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, Desember, Jakarta: Program Study Ilmu Ekonomi Pascasarjana FEUI dan ISEI.
Jatnika, Firman dan Suguharso Safuan (2004), “ Pengaruh Tingkat Suku Bunga Domestik Riil Terhadap Nilai Tukar Riil dan Cadangan Devisa di Indonesia periode 1992.1-2002.12”, makalah Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, Desember, Jakarta: Program Study Ilmu Ekonomi Pascasarjana FEUI dan ISEI.
Jones, Derek C. (1979), “U.S. Producer Cooperatives: The Record to Date”, Industrial Relations, 18:342-7
Jossa, Bruno (200), “ Marx, Marxism and the Cooperatives Movement”,Cambridge Journal of Economics, 29:3-18
Kalmi, Panu (2006),” The Disappearance of Co-operatives from Economics Textbooks”, Working Papers W-398, February, Helsinki School of Economics.
Keeling, Jennifer J. (2005), “Lessons in Cooperative Failure: The Rice Growers Association Experience”, Working Paper, Department of Agricultural and Resource Economics University of California, Davis
Khor, Martin (2002), Globalisasi Perangkap Negara-negara Selatan, Seri Kajian Global, Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.
Klinedinst, Mark dan Hitomi Sato (1994), “The Japanese Cooperative Sector”, Journal of Economic Issues, 28(2): 509-17
Krugman, P. (1995), “Growing World Trade: Causes and Consequences”,Brookings Paper on Economic Acticity, 1.
Lawless, Greg dan Anne Reynolds (2004), “Worker Cooperatives: Case Studies, Key Criteria & Best Practices”, UWCC Staff Paper No.3, July, University of Wisconsin Center for Cooperatives, Madison.
Lindstad, Olav (1990), “Cooperatives as Tools for Development”, makalah dalam makalah dalam Seminar Bank Dunia mengenai ”Donor Support for the Promotion of Rural Cooperatives in Developing Countries: Special Emphasis SubSaharan Africa”, Januari 16-17, Washington, D.C.: the World Bank.
Lipsey, Richard G. (1980), An Introduction to Positive Economics, London: Weidenfeld and Nicolson
Llosa, Vargas (2000), “Liberalism in the New Millennium”, dalam Ian Vàsquez (ed.), Global Fortune: The Stumble and Rise of World Capitalism, Washington, D.C.: Cato Institute.
Loyd, Bernard (2001), “Positioning for Peformance: Reshaping Co-ops for Success in the 21st Century”, makalah dalam Farmer Co-operative Conference, Oktober 29, Las Vegas, McKinsey & Company
Mander, Jerry, Debi Barber, dan David Korten (2003), “Globalisasi Membantu Kaum Miskin?”, dalam International Forum on Globalization, “Globalisasi Kemiskinan & Ketimpangan, Seri Kajian Global, Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.
McKenna, Thomas (2001), “What’s the Value of Cooperatives?”, makalah dalam Farmer Cooperatives Conference”, Oktober 29-30, Las Vegas.
Moene, Karl Ove dan Michael Wallerstain (1993), “Unions versus Cooperatives”, dalam Samuel Bowles, Herbert Gintis, dan Bo Gustafsson (eds.), Markets and Democracy Participation, Accountability and Efficiency, Cambridge University Press.
Mubyarto (2000), Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE. Mulyo, Jangkung Handoyo (2004), ” Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan Melalui Pemberdayaan Gerakan Koperasi”, INOVASI, 2(XVI), November
Muelgini, Yoke (2004), ” Respons Komponen-Komponen Permintaan Agregat Terhadap Kebijakan Moneter Indonesia”, makalah dalam Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, Desember, Jakarta: Program Study Ilmu Ekonomi Pascasarjana FEUI dan ISEI.
Mutis, Thoby (2001), ”Satu Nuansa, Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi Kerakyatan”, Kompas, 29 September.
Nafziger, E. Wayne (1997), The Economics of Developing Countries, International Edition, edisi ke 3, Prentice-Hall International, Inc.
Nayyar, D. (1997), “Globalization: The Past in Our Future, Penang: Third World Network.
Nello, Susan Senior (2000), “The Role of Agricultural Cooperatives in the European Union: A Strategy for Cypriot Accession?”, EUI Working Paper RSC No.2000/42, Robert Schuman Centre for Advanced Studies, European University Institute, Florence.
North, D.C. (1990). Institutional Change, and Economic Performance, Cambridge: Cambridge University Press.
Partomo, Tiktik Sartika dan Abd. Rachman Soejoedono (2002), Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi, edisi kedua, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Peterson, Chris (2005), “Searching for a Cooperative Competitive Advantage”, mimeo, Michigan State University.
Pitman, Lynn (2005), “Cooperatives in Wisconsin”, mimeo, University of Wisconsin Center for Cooperatives. Madison.
Pohlmeler, Lorenz (1990), “Recent Developments in the World Bank’s Approach to Cooperative Support in Africa”, makalah dalam the World Bank Seminar on “Donor Support for the Promotion of Rural Cooperatives in Developing Countries: Special Emphasis SubSaharan Africa”, Januari 16-17, Washington, D.C.
Raghavan, Chakravarty (1990), “Recolonization: The Uruguay Round, GATT and the South, Penang: Third World Network
Rahardjo, Dawam M. (2002a), “Development Policies in Indonesia and the Growth of Cooperatives”, Prisma, The Indonesian Indicator, No.23.
Rahardjo, Dawam M. (2002b), “Apa Kabar Koperasi Indonesia”, Kompas, Jumat, 9 Agustus.
Rodrik, D. (1999), The Global Economy and Developing Countries: Making Openness Work, Washington, D.C.: Overseas Development Council.
Ropke, Jochen (1985), The Economic Theory of Cooperative Enterprises in Developing Countries. With Special Reference of Indonesia, Marburg: University of Marburg.
Rosyidi, Suherman (1996), Pengantar Teori Ekonomi. Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro & Makro, edisi revisi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Rusidi dan Maman Suratman (2002), Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung. Sadono, Sukirno (1985), Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan, Jakarta: FE-UI.
Ruttan, Vernon, W. (2002), ”Social science knowledge and institutional innovation”, Department of Applied Economics, College of Agriculture, Food, and Environmental Science, University of Minnesota, Staff Paper P02-07, May, [http://agecon.lib.umn.edu/mn/p02-07.pdf).
Samuelson, Paul A. (1973), Economics, An Introductory Analysis, edisi ke 9, Tokyo: McGraw Hill KMgakusha, Ltd.
Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus (1992), Economics, edisi ke 14, Singapura: McGraw Hill, Ltd.
Satriawan, Elan (1997), “Prospek Sektor Pertanian Indonesia pada Era Pemanasan Global”, Media Ekonomi, 4(2).
Scollay, R. dan J. Gilbert (1999a), “Measuring the Gains from APEC Trade Liberalization: An Overview of CGE Assessments”, mimeo, APEC Study Center, New Zealand.
Scollay, R. dan J. Gilbert (1999b), “An APEC Food System: Trade and Welfare Implications by 2005”, mimeo, APEC Study Center, New Zealand.
Scollay, R. dan J. Gilbert (2000) “Measuring the Gains from APEC Trade Liberalization: An Overview of CGE Assessments”, mimeo, APEC Study Center, New Zealand.
Scollay, R. dan J. Gilbert (2001), “An Integrated Approach to Agricultural Trade and Development Issues: Exploring the Welfare and Distribution Issues”, Policy Issues in International Trade and Commodities Series No.11, New York dan Geneva: UNCTAD
Shankar, Ravi dan Garry Conan (2002), Second Critical Study on Cooperative Legislation and policy Reform, New Delhi: ICA, RAPA.
Shavaeddin, S.M. (1994), “The Impact of Trade Liberalization on Export and GDP Growth in Least Developed Countries”, Discussion Paper No.85, Geneva: UNCTAD.
Soetrisno, Noer (2001), “Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat”, Instrans, Jakarta Stiglitz, Joseph (2006),Making Globalization Work, New York: W.W. Norton & Company.
Soetrisno, Noer (2003a), ”Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan Indonesia”, makalah, Jakarta.
Soetrisno, Noer (2003b), “Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan”,Jurnal Ekonomi Rakyat, II(5), Agustus.
Soetrisno, Noer (2003c), “Wajah Koperasi Tani dan Nelayan di Indonesia: Sebuah Tinjauan Kritis”, Jurnal Ekonomi Rakyat, II(5), Agustus.
Solikin (2004), “ Fluktuasi Makroekonomi dan Respons Kebijakan yang Optimal di Indonesia”, Working Paper PPSK-Bank Indonesia.
Subyakto, Harsoyono dan Bambang Tri Cahyono (1990), Ekonomi Koperasi II, Jakarta: Karunika.
Sugiharto (2007), Peran Strategis BUMN dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Hari Ini dan Masa Depan, PT Elex Media Komputindo dan BUMN Executive Club, Jakarta.
Sumarsono, Sonny (2003), Manajemen Koperasi. Teori dan Praktek, Jakarta: Graha Ilmu.
Suryana (2000), Ekonomi Pembangunan. Problematika dan Pendekatan, Jakarta: Salemba Empat.
Suwandi, Ima (1985), Koperasi, Organisasi Ekonomi Yang Berwatak Sosial, Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Tambunan, Tulus T.H. (2004), Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tambunan, Tulus T.H. (2006), Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama hingga Pasca Krisis, Jakarta: P>T. Quantum Pustaka.
Tjager I. Nyoman dan Yudi Pramadi (1997), “Pasar Modal Dalam Menghadapi Persaingan Internasional Pada Era Globalisasi”, dalam Marzuki Usman, Singgih Riphat dan Syahrir Ika (ed.), Peluang dan Tantangan Pasar Modal Indonesia Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Jakarta: Institut Bankir Indonesia bekerja sama dengan Jurnal Keuangan dan Moneter.
Todaro, Michael P. Economic Development, semua edisi, Addison-Wesley Publishing Company.
Toffler, Alvin (1980), Future Shock, London: Pan Book Ltd..
Trechter, David (2005), “A Neo-Institutional Assessment of Cooperative Evolution: Comparing the Australian Wheat Board and the Fonterra Dairy Group”, University of Wisconsin at River Falls, Murray McGregor and Roy Murray-Prior, Muresk Institute of Agriculture, dan Curtin Institute of Technology, Western Australia.
Triyatna, Stefanus Osa (2009), “Koperasi. Dekopin Sudah Babak Belur”,Kompas, Bisnis & Keuangan, Selasa, 7 Juli 2009, hal.21.
Turtiainen, Turto dan J.D.Von Pischke (1986), “Investment and Finance in Agricultural Service Cooperatives”, World Bank Technical Paper No.50, April, Washington, D.C.: the World Bank
UNCTAD (1997), Trade and Development Report 1997, Geneva: United Nations Conference on Trade and Development.
UNCTAD (1999), Trade and Development Report 1999, Geneva: United Nations Conference on Trade and Development.
Vandeburg, Jennifer M, Joan R. Fulton, Susan Hine, dan Kevin T. McNamara (2000), “Driving Forces and Success Factors for Mergers, Acquisitions, Joint Ventures, and Strategic Alliances among Local Cooperatives”, makalah dalam the NCR-194 Annual Meeting, December 13, Las Vegas, Nevada
Verhagen, K. (1984), Cooperation for Survival, Amsterdam.
Warman, Marc (1994), “Cooperative Grain Marketing: Changes, Issues, and Alternatives,” ACS Research Report 123, April, Washington, D.C.: United States Department of Agriculture, Agricultural Cooperative Service.
Whyte, William Foote dan Kathryn King Whyte (1991), Making Mondragon: The Growth and Dynamics of the Worker Cooperative Complex, Ithaca, NY: ILR Press.
Widiyanto (1996), “Profil Keunggulan Bersaing KUD Jatinom”, laporan penelitian, Semarang: BPMA-Undip.
Widiyanto, Ibnu (1998), “Koperasi sebagai Pelaksana Distribusi Barang: Realita dan Tantangan (Sebuah Pendekatan Pragmatis)”, makalah dalam NETSeminar, “Merancang dan Memelihara Jaringan Distribusi Barang Yang Tangguh Dan Efisien Di Indonesia, 1-5 September, Forum TI-ITS, Semarang.
Wolf, Martin (2004), Why Globalization Works, New Haven dan London: Yale University Press.
Young, Linda M. dan Karen M. Huff (1997), “Free Trade in the Pacific Rim: On What Basis?”, dalam Thomas W. Hertel (ed.), Global Trade Analysis: Modelling and Applications, Cambridge University Press.
Zeuli, Kimberly A dan Robert Cropp (2005), Cooperatives: Principles and Practices in the 21st Century, A1457, edisi ke-4, University of Wisconsin, Madison.
Zuvekas, Clarence, Jr. (1979), Economic Development: An Introduction, New York: St. Martin’s..
Sumber: Menegkop & UKM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar