Senin, 07 November 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 4

 

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)

Review jurnal koperasi
PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN
MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Idham Bustamam*

Abstrak
Empowerment of Cooperatives and SMEs in this study, was nothing but
wanting to know in the field clearly, how did cooperatives and SMEs Utilize
Intellectual Property Rights, and how far did the government give promotion to
the institute concerned, so that information received by the cooperatives and
SMEs from the same enterprises. Low interest to utilize Intellectual Property
Rights makes also low interest to register their enterprise and unwilling to pay the
cost outside the business. Responden are eager to wait for promotional
information on Intellectual Property Rights from the Government or other
agencies concerned.
Kata kunci : “Perlu Penyuluhan”

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini, untuk dunia perdagangan
internasional batas negara boleh dikatakan hamper tidak ada lagi, karena
setiap negara telah menyepakati kesepakatan internasional di bidang
perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya harus
tunduk kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap negara
tidak dapat lagi melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tarif
maupun fiskal melebihi kesepakatan yang telah diterapkan. Termasuk
diantaranya pemberian perhatian khusus terhadap perlindungan pada hak
kekayaan Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian
(Agreement Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah satu
persetujuan di bawah WTO berupa perjanjian atau persetujuan mengenai
aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual,
termasuk perdagangan palsu (Agreement on the Trade Related Aspect of
Intellectual Property Rights atau persetujuan TRIP’s, Including Trade in
Counferfeit Goods). Indonesia telah mengikrarkan ikut dalam organisasi
perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan
mengesahkan keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun
1997.
Dalam era tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan antar
produsen ataupun perusahaan dan bukan lagi antar negara. Siapa yang
dapat bekerja lebih professional dan efisien itulah yang keluar sebagai
pemenang dan dapat eksis di pasar.
* ) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
2
Koperasi, usaha kecil dan menengah yang telah terdaftar dan
mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV. Hadle
(garmen) di Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah
(garmen) di Jawa dengan merek “Dewi Bordir”, PT. Lembaga Kencana
(susu sapi) di Bandung dengan merek “Lambang Kencana”, dan Endjang
Dudrajat (peti antik) di Jawa Barat dengan merek “Pramanik”.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebih
memberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal 12/1995
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha
sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan
Peraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1). Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan
mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
Di bidang Perkoperasian Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain: “Dalam upaya
menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada
Koperasi;
2). Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi
Koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
3). Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan
antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
4). Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat.
Berbagai kebijakan tersebut diatas mengindikasikan pemerintah
sangat peduli akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan Usaha
Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk Koperasi
dan Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan
tentang merek pertama kali dikenal dengan di undangkannya Undang-
Undang No. 21 Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan
Perniagaan”. Undang-Undang ini dikenal dengan sebutan undangundang
merek dan merupakan perubahan tentang ketentuan yang
mengatur tentang merek sejak zaman kolonial dahulu yang disebut
“Reglement Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21
Tahun 1961 menganut sistem “Deklaratif” dengan pengertian bahwa
perlindungan hukum terhadap hak atas merek yang diberikan kepada
pemakai merek pertama. Di dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut
dirasakan masih kurang tepat karena belum menggambarkan/mengikat
kepastian hukum, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang baru No. 19 Tahun 1992 tentang merek. Ada perbedaan yang
sangat menyolok pada Undang-Undang No.19 Tahun 1992 menganut
sistem “Konstitutif” yang lebih menjamin kepastian hukum karena
perlindungan hukum hak atas merek diberikan kepada pendaftar
pertama.
Tahun 1997 oleh Pemerintah dikeluarkan Undang-Undang No. 14
Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun 1992,
3
yang mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi
Undang-Undang merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun
2001.
Perkembangan perdagangan dunia internasional yang semakin
cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap pengurangan
segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di berbagai
aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati
bersama.
2. Rumusan Masalah
Kalau dilihat dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :
1). Sejauhmana sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
2). Sejauhmana pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga
pemerintah yang terkait.
3). Sejauhmana hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha
Kecil dan Menengah selaku pemanfaat HaKI.

3. Tujuan dan Manfaat
1). Tujuan
Tujuan dari penelitian ini dapat disampaikan antara lain :
- Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
- Faktor-faktor penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan
Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah.
2). Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas
terkait, serta KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan
yang akan datang.
4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi :
1). Gambaran produk-produk yang dihasilkan KUKM
2). Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi, dinas
yang menangani HaKI
3). Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah.

II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting HaKI adalah :
1. “Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada
pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan
bagi para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan
adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasi
4
manusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten
& Merek, 2001).
1. Merek
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia tentang PATEN
dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek diatur oleh Undangundang
Merek Nomor 15 Tahun 2001.
Yang dimaksud “Merek” adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Merek merupakan karya intelektual yang menyentuh kebutuhan
manusia sehari-hari dalam melengkapi hidupnya misal saja untuk
makanan, minuman dan keperluan sekunder seperti TV, radio, kulkas,
AC dan alat rumah tangga lainnya. Selain sebagai tanda yang mudah
dikenal pelaku konsumen juga dapat memberikan jaminan bagi kualitas
barang jasa apabila para konsumen sudah terbiasa menggunakan merek
tertentu untuk kebutuhannya.
Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat
dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek
ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undangundang
Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau
keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Untuk meningkatkan kesadaran tentang HaKI sangat perlu
dilakukan sosialisasi pada masyarakat. Penilaian komersial patut
dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Nilai
komersial bisa hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan
ketentuan perundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya HaKI kurang
diminati oleh pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya
pembinaan pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya. Hal
tersebut disebabkan kultur masyarakat yang beranggapan
memperbanyak karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut
tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk
juga terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha
saja. Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha
tersebut perlu segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan
pengertian-pengertian yang jelas tentang HaKI.
Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun
internasional termasuk dalam hal merek.
5
3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya
sudah maju dan berkembang dengan baik dengan merek dagang dikenal
oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya telah
dipalsukan oleh pengusaha lainnya.
Sengketa penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan
delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran merek
tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu Tindak
Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan :
Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi
geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan
barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaitu
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan
Lampung. Terpilihnya empat propinsi tersebut berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data diperoleh dapat
mewakili Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampai
pelosok Indonesia. Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam
usaha industri rumah tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi
pebisnis kecil, dengan administrasi sangat sederhana, tenaga kerja
setempat (lokal), jam kerja pun belum tentu memenuhi standar yang
ditetapkan pemerintah. Disamping itu pertimbangan lain adalah dana
dan tenaga yang tersedia.
Karakteristik produk dari keempat propinsi sampel antara lain,
Propinsi Kalimantan Selatan terkenal dengan produksi mandau (golok),
tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas dari manik.
Kalimantan Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti anyamanyaman
tikar dari rotan yang disebut tikar lampit dan kursi rotan.
Kalimantan Timur cukup terkenal dengan sarung Samarinda, tas dan
sarung pensil manik, bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Propinsi
Lampung kerajinan rumah tangga terkenal dengan pembuatan kopi,
keripik singkong, keripik pisang dan makanan-makanan kecil lainnya.
Dengan memadukan beberapa propinsi yang mempunyai
penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang
minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
6
2. Populasi Penelitian
Dari empat propinsi yang diteliti maka data-data diambil sebagai
berikut : setiap propinsi 3 kabupaten/kota berarti daerah survey 12
kabupaten/kota. setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan 5
usaha kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60
koperasi, dan 60 usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yang
diperoleh 120 koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. Data-data yang
telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui minat dari pada pembisnis
dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
3. Penarikan Sampel
Penelitian ini mempergunakan teknik antara lain :
a. Field Work Research
Penelitian langsung ke lapangan tempat obyeknya
(observasi). Dengan cara interview-interview sekaligus mengisi
daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Interview untuk Koperasi
dapat ditujukan pada pengurus koperasi dan manajer koperasi. Bagi
usaha kecil dan menengah interview langsung ditujukan pada
pemilik usaha.
Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam
proses tanya jawab ini, dan masing-masing pihak dapat
menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
b. Library Research
Pengamatan deskriptif diperlukan untuk mendapatkan
informasi tentang berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
materi penelitian. Teknik tersebut sangat banyak manfaatnya,
memberikan keterpaduan antara teori dengan praktek lapangan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pengusaha
1). Persepsi Dan Pemanfataan HaKI
Dari hasil survei lapangan diketahui bahwa 100,00%
responden menyatakan pernah mendengar tentang HaKI.
Penyuluhan yang telah diperoleh yaitu, dari instansi terkait
(pembina) hanya 18,75%, melalui media massa 5,00%, dan melalui
pengusaha 76,25%. Pemahaman tentang HaKI, dari responden
yang mengatakan mamahami 30,00%, dan yang tidak paham HaKI
70,00%. Guna kemajuan usaha telah pula diperoleh informasi yang
jelas, bahwa responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap
jalan 75,00%, dan yang mengatakan terhambat jalannya 25,00%
(tabel 1).
7
Tabel. 1 Persepsi Dan Pemanfaatan HaKI
Persentase
Propinsi
Uraian
Kalsel Kalteng Kaltim Lampung
Rata-
Rata
1 2 3 4 5 6
Pernah mendengar
tentang HaKI:
a. Mendengar
b. Tidak
c. Tidak sama sekali
100,00
-
-
100,00
-
-
100,00
-
-
100,00
-
-
100,00
-
Sumber diperoleh tentang
HaKI:
a. Melalui Penyuluhan
b. Melalui mesmedia
c. Melalui rekan di
perusahaan
d. Atas usaha sendiri
Memahami HaKI:
a. Memahami
b. Tidak
c. Tidak sama sekali
Tanpa HaKI:
a. Perusahaan terhambat
b. Perusahaan terhenti
c. Perusahaan jalan
25,00
-
75,00
-
40,00
60,00
-
25,00
-
100,00
-
-
100,00
-
20,00
80,00
-
15,00
-
60,00
30,00
-
70,00
-
30,00
70,00
-
35,00
-
40,00
20,00
20,00
60,00
-
30,00
70,00
-
25,00
-
100,00
18,75
5,00
76,25
-
30,00
70,00
-
25,00
-
75,00
Sumber Data: Hasil Survei (Diolah), Tahun 2005
Dari data-data yang telah diperoleh bahwa penyuluhanpenyuluhan
tentang arti dan pentingnya HaKI perlu ditingkatkan
secara kontinu dari pemerintah.

2). Minat Mendapatkan HaKI
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang mengatakan
berminat mendapatkan HaKI sebesar 2,25%, kurang minat 52,50%,
dan tidak berminat akan HaKI sebesar 45,25%. Kalau
mendapatkan HaKI dalam bentuk paten sebesar 52,50%, dan
bentuk merek 47,50% (tabel 2).
8
Tabel. 2 Minat Mendapatkan HaKI
Persentase
Propinsi
Uraian
Kalsel Kalteng Kaltim Lampung
Rata-
Rata
1 2 3 4 5 6
Minat Mendapatkan
HaKI:
a. Minat
b. Kurang minat
c. Tidak minat
20,00
25,00
63,00
2,50
60,00
37,50
3,00
45,00
52,00
1,50
70,00
28,50
2,25
52,50
45,25
Mendapatkan HaKI
dalam bentuk:
a. Paten
b. Cipta
c. Merek
40,00
-
40,00
60,00
-
60,00
80,00
-
70,00
30,00
-
20,00
52,50
-
47,50
Sumber Data: Hasil Survei (Diolah), Tahun 2005
Para pengusaha mengatakan bahwa belum sepenuhnya tahu
mengurus administrasi HaKI. Disamping itu modal usaha yang
dimiliki masih relatif kecil dengan teknologi sederhana.
3). Pemilikan HaKI Dan Produk Usaha
Hasil survei mengatakan bahwa apabila memperoleh HaKI
dipergunakan untuk usaha sendiri sebesar 100,00%. Sedangkan
produk yang akan didaftarkan adalah hasil temuan sendiri 82,50%.
Produk mendapatkan HaKI adalah produk yang tidak memiliki
saingan 77,50%, (tabel 3). Pengusaha sebagai responden, usaha
yang dikelola umumnya usaha turun temurun dan telah ditekuni
berpuluh-puluh tahun.
Tabel. 3 Pemilikan HaKI Dan Produk Usaha
Persentase
Uraian Propinsi
Kalsel Kalteng Kaltim Lampung
Rata-
Rata
Pemilikan HaKI:
a. Untuk sendiri
b. Untuk mitra
c. Untuk orang lain
Produk Usaha:
a. Hasil temuan sendiri
b. Tidak memiliki saingan
100,00
-
-
70,00
80,00
100,00
-
-
100,00
60,00
100,00
-
-
100,00
85,00
100,00
-
-
60,00
85,00
100,00
-
-
82,50
77,50
Sumber Data: Hasil Survei (Diolah), Tahun 2005
9
4). Penyuluhan dan Biaya Mendapatkan Informasi
Sebagian responden HaKI mendapat hambatan dalam
mencari informasinya namun responden tetap menunggu
penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait.
Hasil survei menggambarkan bahwa tidak ada biaya bila
mencari sendiri sebesar 40%. Dapat dirinci sebagai berikut: Kaltim
30,00%, Kalsel 35,00%, Kalteng 45,00%, dan Lampung 50,00%.
Apabila mencari dan mendengar dari orang lain maka responden
merasa kurang yakin kebenarannya, rata-rata jawaban responden
35,00%. Dapat dirinci sebagai berikut: Kalsel 25,00%, Kalteng
30,00%, Kaltim 45,00%, dan Lampung 40,00%.
Menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait
yang berwenang memberikan penyuluhan lebih menguntungkan
menurut responden, rata-rata 33,75%. Adapun rinciannya sebagai
berikut: Kalsel 45,00%, Kalteng 30,00%, Kaltim 20,00%, dan
Lampung 40,00%.
Menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait,
selain jelas penyuluhan diperoleh, dan juga kemudahan
pemanfaatannya, rata-rata responden memberikan pendapatnya
sebesar 55,00%. Adapun rinciannya sebagai berikut: Kalsel
75,00%, Kalteng 35,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung 60,00%,
(tabel 4).
Tabel. 4 Menunggu Penyuluhan
Persentase
Uraian Propinsi
Kalsel Kalteng Kaltim Lampung
Rata-
Rata
Menunggu penyuluhan:
a. Tidak ada biaya
mencari sendiri
b. Kurang yakin
kebenarannya
c. Lebih menguntungkan
d. Selain jelas
mendapatkan
bantuan/kemudahan
35,00
25,00
45,00
75,00
45,00
30,00
30,00
35,00
30,00
45,00
20,00
50,00
50,00
40,00
40,00
60,00
40,00
35,00
33,75
55,00
Sumber Data: Hasil Survei (Diolah), Tahun 2005
10
5). Biaya Pengurusan HaKI
Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengurus HaKI
cukup besar, dan beragam untuk tiap daerah. Dari daftar
pertanyaan yang disampaikan, seluruhnya menjawab, ya
(100,00%). Untuk administrasi dijawab rata-rata 57,25%, untuk
pendaftaran rata-rata 30,50%, biaya lain-lain di jawab 52,50%
(tabel 5). Kalau dirinci propinsi sampel bahwa memang ada biaya
dikeluarkan, dapat disampaikan jawaban sebagai berikut: Biaya
administrasi daerah responden Kalsel 50,00%, Kalteng 72,00%,
Kaltim 32,00% dan Lampung 75,00%. Biaya pendaftaran Kalsel
50,00%, Kalteng 23,00%, Kaltim 24,00%, dan Lampung 25,00%.
Biaya lain-lain Kalsel 75,00%, Kalteng 55,00%, Kaltim 50,00%,
dan Lampung 30,00%.
Tabel. 5 Biaya Memanfaatkan HaKI
Persentase
Propinsi
Uraian
Kalsel Kalteng Kaltim Lampung
Rata-
Rata
1 2 3 4 5 6
Mendapatkan HaKI
diperlukan biaya:
a. Ya
b. Tidak
100,00
-
100,00
-
100,00
-
100,00
-
100,00
-
Biaya-biaya dikeluarkan:
a. Administrasi
b. Pendaftaran
c. Lain-lain
50,00
50,00
55,00
72,00
23,00
55,00
32,00
24,00
50,00
75,00
25,00
30,00
57,25
30,50
52,50
Sumber Data: Hasil Survei (Diolah), Tahun 2005
Dari hasil Pengamatan lapangan, ada indikasi tentang
keengganan pengusaha untuk mengeluarkan biaya pengurusan
HaKI. Apabila modal kerja dikeluarkan bukan untuk membiayai
usaha perusahaan, dikhawatirkan kegiatan usaha akan terganggu.
6). Keuntungan Memiliki HaKI
Dari jawaban responden diketahui bahwa 42,00%
menyatakan bahwa pemilikan HaKI memberikan keuntungan.
Kalau dijabarkan secara rinci per propinsi adalah sebagai berikut:
Memberikan keuntungan, Kalsel 60,00%, Kalteng 40,00%, Kaltim
40,00% dan Lampung 30,00%. Tidak memberikan keuntungan,
Kalsel 40,00%, Kalteng 60,00%, Kaltim 60,00%, dan Lampung
70,00%.
11
Keuntungan produksi mendapatkan jaminan rata-rata
48,25%, nilai komersilnya naik menjawab 29,25%, mendapatkan
kepuasan moral 3,75%, dan dapat dijual belikan menjawab 18,75%
(tabel 6).
Tabel. 6 Keuntungan Memiliki HaKI
Persentase
Uraian Propinsi
Kalsel Kalteng Kaltim Lampung
Rata-
Rata
Keuntungan memiliki
HaKI:
a. Ya
b. Tidak
Keuntungan didapat:
a. Produksi mendapat
jaminan
b. Nilai komersilnya naik
c. Mendapatkan
kepuasan moral
d. Dapat dijual belikan
60,00
40,00
80,00
20,00
-
-
40,00
60,00
33,00
67,00
-
-
40,00
60,00
35,00
15,00
15,00
35,00
30,00
70,00
45,00
15,00
-
40,00
42,00
57,50
48,25
29,25
3,75
18,75
Sumber Data: Hasil Survei (Diolah), Tahun 2005
2. Faktor Mempengaruhi Mendapatkan HaKI
1). Permohonan Dan Biaya HaKI
Persyaratan pengajuan permohonan untuk mendapatkan
HaKI telah ditetapkan oleh Departemen Hukum Dan HAM Cq.
Direktorat Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun
Merek.
Permohonan administrasi sebagai berikut:
- Pemohon langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen
HaKI di Jakarta.
- Mengoreksi salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI
melalui Tim.
- Permohonan ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup
memakan waktu.
- Pembayaran biaya permohonan, rekening nomor 311928974
BRI Cabang Tangerang atas nama Direktorat Jenderal HaKI.
- Kantor Wilayah (Daerah) atau pejabat yang ditunjuk,
membubuhkan tanda tangan dan stempel pada permohonan
diterima.
(1). Biaya Paten antara lain terdiri dari :
- Biaya permohonan paten
12
- Biaya pemeriksaan substansi paten
- Penulisan deskripsi, abstrak, gambar
- Biaya lain-lain
(2). Biaya Merek antara lain terdiri dari :
- Biaya permohonan merek
- Biaya perpanjangan merek
- Biaya pencatatan pengalihan hak merek
- Biaya lain-lain
2). Usaha Koperasi dan Usaha Kecil
Responden yang diwawancarai kebanyakan usaha bergerak
dalam lingkungan industri kerajinan rakyat (industri alat rumah
tangga). Kegiatan usaha mempekerjakan keluarga, tetangga dan
penduduk sekitar tempat usaha. Pengembangan usaha
relatiflamban, karena modal kecil, usaha turun temurun, kadangkadang
produksi berdasarkan pesanan. Bagi koperasi, jenis usaha
ditekuni umumnya unit toko dan unit simpan pinjam yang
kebanyakan melayani anggotanya. Ada jenis usaha lain yang
didirikan koperasi, tapi belum banyak berkembang, oleh karena itu
untuk membiayai usaha tersebut diambilkan dananya dari usaha
yang telah maju.
Bagi usaha koperasi pengambilan keputusannya berbeda
sekali dengan keputusan diambil usaha kecil termasuk usaha
menengah. Keputusan yang diambil koperasi berdasarkan
kehendak para anggota, disalurkan melalui rapat anggota. Pengurus
koperasi tidak mempunyai wewenang dalam menentukan kegiatan
baru, lebih-lebih kegiatan tersebut memerlukan biaya-biaya.
Bila pengurus ingin untuk mendapatkan HaKI, maka
pengurus koperasi harus mendapatkan persetujuan dari anggota
dengan rencana kerja yang disahkan. Koperasi milik anggota
dengan semboyan “dari, oleh, untuk” anggota. Rencana kerja yang
telah disahkan melalui rapat, sangat penting bagi organisasi
koperasi untuk mengetahui hasil kerja pengurus dalam satu tahun
buku. Didalam neraca tahunan terlihat apakah suatu koperasi rugi
atau untung. Karena lambatnya keputusan yang diambil harus
melalui rapat anggota, bila ada peluang usaha yang harus
diputuskan waktu itu juga, tidak dapat diputuskan. Akibatnya
koperasi tidak dapat mengambil peluang usaha. Beberapa orang
pengurus dan manager yang ditunjuk mengelola usaha koperasi,
bukan membuat keputusan tetapi menjalankan keputusan yang
telah ada berdasarkan hasil rapat anggota. Pengurus
mempertanggung jawabkan hasil kerjanya selama tahun buku
kepada rapat anggota, sedangkan manager mempertanggung
jawabkan hasil kerjanya kepada pengurus, karena manager
diangkat pengurus dalam surat keputusan dengan masa jabatan
telah ditetapkan. Pekerjaan yang ada di koperasi, baik administrasi 13
organisasi, administrasi usaha dipertanggung jawabkan pengurus
pada akhir tahun buku dalam rapat anggota tahunan (RAT).
3). Kiat-Kiat Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah
seharusnya dapat meningkatkan pemanfaatan penggunana HaKI
oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan peran yang
luas pada Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah)
antara lain :
(1). Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2). Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan
menengah melalui Kanwil Hukum Dan HAM di daerah
(dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat Jenderal
HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3). Bagi daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari
Jakarta (luar Jawa), administrasi pemohon dijamin tidak
mengalami kekeliruan.
(4). Biaya permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau
kembali.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil survei lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Rata-rata responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi
belum mengerti arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuan
administrasi.
2). Rata-rata responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap
jalan (75,00%). Usaha dikelola kecil-kecil dan diantaranya ada
usaha yang turun-temurun
3). Rata-rata responden mengatakan kurang berminat memiliki HaKI
(52,50%), dan tidak berminat (45,25%). Ini disebabkan biaya
dikeluarkan akan mengganggu kelancaran usaha.
4). Hasil jajak pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan,
menunggu penyuluhan tentang HaKI dari pemerintah dan instansi
terkait.

2. Saran-Saran
1). Penyuluhan HaKI didaerah-daerah terus ditingkatkan, agar
koperasi, usaha kecil dan menengah mengetahui arti dan
pentingnya HaKI.
2). Biaya permohonan, biaya administrasi, dan biaya lain-lain agar
ditinjau kembali, termasuk syarat pembayaran. Pembayaran oleh
pemohon setelah permohonan diterima, yang disyahkan Direktorat
Jenderal HaKI Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina
Lembaga Koperasi. Jakarta.
Anonimous, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995
Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha
Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous, (2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan
Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung.
Hadi Sutrisno, (1993). Metodologi Research. Penerbit. “Andi Offset”,
Yogyakarta.
Maulana Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM di
Bidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop
Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan
Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan
Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
Nahar Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek di
Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
Singgih Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik. PT. Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Sugiyono, (2003). Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta, Bandung.
Suharto, Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Penerbit
“Indah”. Surabaya.
Umar Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan Penegak Hukum di Bidang HaKI
Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang. Disampaikan dalam
Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui
Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya
Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.

Review jurnal ekonomi koperasi 3

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)
Review jurnal
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
65
*) Hasil Kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Tahun 2001 (diringkas oleh : Sri
Lestari HS dan Idham Bustaman)
KAJIAN TENTANG ALIANSI STRATEGIS BAGI UKMK
POTENSIAL*
ABSTRACT
The aim of this study is for : 1). Analyzing Small & Medium Enterprises
(SMEs & Co-operative opportunity to do alliance with other part based on factors
which seemingly influence forming of alliance, 2). Identifying dominant factors in forming
of strategic alliance systems for potential Small & Medium Enterprise (SME) & Cooperative.
The study is held in 6 (six) provinces, they are in Nangroe Aceh of Darussalam,
Jambi, Bengkulu, West Java, Central Java, and Middle Kalimantan using survey
method, determining sample with sampling purposive method. While data analysis
has conducted with some methods as follows: 1). Descriptive, 2). Financial Analysis
of : over turn, solvability, and rent ability, 3) Perspective analysis by using linear
regression, and 4) Managerial analysis.
Alliance system is one of alternative choice in strengthen the Small & Medium
Enterprises (SMEs) & Co-operative to improve the role in national economy, by doing
cooperation with other economic perpetrators, by support each other as according to
potency they had between them. From this study result is obtained performance of
dominant factors which owned by Small & Medium Enterprises(SMEs) & Co-operative
which influencing forming of alliance, that is: 1) Institutional aspect: (a) Co-Operative
has owned fully equipped of his organization like Legal Corporation, organization chart,
organizational units, while mostly of Small & Medium Enterprises (SMEs) already has
his owned Legal Corporation like PT,CV, and NV , owning SIUP, SII, and etc. (b)
Education level of mostly organizers of Small & Medium Enterprises (SMEs) & Cooperative
(%) in SLTA level is true less adequate to face competitive trading which
progressively tighten, but by skilled ownership of technical production and job
experience of most organizers for more than 10 year (%) are excess value which can
be pledged; 2) Effort Aspects: (a) Small & Medium Enterprises (SMEs) & Co-operative
doing in various sector that is in agriculture, plantation, commerce, industrial, whether
small industry or crafting, (b) Using of simple technology because of limitation of
capital, (c) In marketing his product, Small & Medium Enterprises (SMEs) & Cooperative
has reached local market, regional, national, and even some have reached
export markets, ( d) From internal and external analysis, Small & Medium Enterprises
(SMEs) & Co-operative less in facing challenge or the environment around. Some
weakness factor of Small & Medium Enterprises (SMEs) & Co-operative are for example
in professionalism in operational management, marketing area, production technology,
and managerial ability. While his power is in the height of effort spirit and hard willingness
which is supported by technical and production ability. Other power is in the case of
specification or the product characteristic which is difficult to compare or similar by
import product.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
66
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketimpangan pertumbuhan UKMK dibandingkan dengan pelaku usaha lainnya seperti
BUMN dan swasta besar telah diatasi dengan berbagai kebijakan bersifat bimbingan
dan pembinaan, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi tumbuh kembangnya UKMK.
Termasuk diantaranya menggugah kepedulian swasta besar untuk mengurangi jurang
perbedaan antara swasta besar dengan UKMK yang dapat berdampak negative terhadap
situasi dan kondisi ekonomi nasional. Wujud kepedulian tersebut dalam bentuk
kerjasama usaha yang terintegrasi dan berinteraksi hingga tercipta suatu kekuatan
atau sinergi dalam meraih peluang bisnis yang ada. Adapun bentuk-bentuk kerjasama
yang sudah tidak asing lagi adalah: Pola Bapak Angkat, Perkebunan Inti Rakyat, Sub
Kontrak, Hubungan Dagang, Pemasokan, Waralaba, Keagenan, dan bentuk-bentuk
lainnya.
Bentuk-bentuk kerjasama tersebut di atas telah lama berjalan dan disambut
dengan antusias oleh UKMK dengan harapan kerjasama tersebut dapat merupakan
satu kesempatan atau peluang bagi kesinambungan dan peningkatan aktivitas usaha
mereka. Akan tetapi dengan berjalannya waktu, peningkatan aktivitas yang diharapkan
tersebut kurang atau belum menjadi kenyataan, bahkan sering menimbulkan konflik.
Pernyataan ini didasarkan atas berbagai temuan lapang dari beberapa kajian dan
evaluasi terhadap beberapa pola kerjasama yang ada dan sedang berjalan saat ini,
seperti:
1 Pola Kerjasama Kemitraan Agribisnis Kelapa Sawit (Balitbangkop dan PPK tahun
1997) terdapat beberapa kelemahan antara lain:
- Besarnya ketergantungan plasma kepada inti
- Banyaknya petani pasif
- Ketidaksamaan persepsi antara yang bermitra terhadap pola kemitraan
- Kurangnya koordinasi antar pembina dari instansi terkait
2. Pola Kemitraan Usaha Kecil Menengah dengan Usaha Besar dalam Rangka
Kerjasama APEC (Balitbangkop dan PPK tahun 1997) terdapat beberapa
kelemahan, yaitu:
- Mutu produk UKMK yang kurang/tidak memenuhi standar
- Sistem konsinyasi yang menyulitkan usaha kecil
- Kurangnya koordinasi antar instansi terkait (pembina)
3. Kemitraan Usaha dalam Perikanan Inti Rakyat (Balitbangkop dan PPK tahun 1995)
terdapat beberapa kelemahan antara lain: peran inti terlalu besar
3.1. Rumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi latar belakang dilakukannya kajian ini
yaitu: Belum optimalnya manfaat yang diterima UKMK sebagai umpan balik
atas terjalinnya kerjasama antara UKMK dengan usaha besar.
3.2. Tujuan Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah :
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
67
1 Menganalisis peluang dalam melakukan aliansi dengan pihak lain
berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pembentukan aliansi
dan faktor-faktor yang dominan dalam menghasilkan Sistem Aliansi
Strategis bagi UKMK yang potensial
2 Inventarisasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan aliansi
dan rekayasa sistem aliansi strategis bagi UKMK.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
.Aliansi. berasal dari bahasa Inggris .ally. yang berarti bersekutu atau
bergabung. Untuk menghindari perbedaan persepsi, maka perlu disepakati bahwa
yang dimaksud dengan aliansi dalam kajian ini bukan merupakan penggabungan dua
atau lebih badan usaha, akan tetapi lebih diarahkan pada pengertian penyatuan aktivitas
yang saling menunjang, saling tergantung, baik secara vertikal maupun horisontal di
antara dua atau lebih usaha. Berbagai referensi teoritis yang ada sepakat bahwa
aliansi dapat merupakan salah satu konsep pemikiran dalam memecahkan persoalan
yang muncul dan sekaligus dapat menjembatani gap antara lembaga usaha yang kuat
dengan lemah.
Strategis yang berasal dari bahasa Perancis .stratos. dan .logos., sratos berarti
militer dan logos adalah cara. Selanjutnya strategis dapat diartikan sebagai cara
militer untuk memenangkan suatu peperangan. Kemudian istilah ini diadopsi oleh
praktisi bisnis dalam memenangkan persaingan yang bermuatan langkah-langkah
operasional tanpa menimbulkan persepsi dan interpretasi di antara komponen yang
terlibat dalam satu sistem atau lingkungan kerja.
Dari pengertian tersebut, maka dikemukakan bahwa aliansi strategis adalah
satu konsep kerjasama yang berisikan beberapa muatan yang sifatnya operasional
dalam bisnis yang meli[puti:
1) Aspek distributif manfaat dan biaya
Adanya kerjasama ini akan mengakibatkan pergeseran kepemilikan, antara
lain:
a. Siapa yang menjalin kerjasama
b. Untuk tujuan apa
c. Bagaimana hak tersebut diperoleh dan pengaruhnya terhadap usaha
d. Bagaimana mekanisme pendistribusian manfaat dan biaya
2) Aspek efisiensi menyangkut pengalokasian sumberdaya
3) Aspek resiko dan ketidakpastian dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam
penciptaan kerjasama yang dimaksud di atas meliputi: kesamaan tujuan dan
adanya manfaat yang diterima
4) Optimalisasi kekuatan dan eliminasi kelemahan
5) Interpretasi dan persepsi yang sama
6) Aturan main (rule of the game)
7) Memiliki core business
8) Keterpaduan sistem
9) Keseimbangan hak dan kewajiban
10) Transparansi dalam batas-batas yang dikerjasamakan
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
68
11) Adanya pembagian tugas
Kriteria yang harus dimiliki oleh setiap lembaga yang melakukan aliansi
terdiri dari beberapa aspek, yaitu: a) Aspek kelembagaan, meliputi etos kerja
kelompok dan individu, proses adaptasi, dan mekanisme kerja, b) Aspek usaha
dan manajemen, meliputi produksi, pemasaran, distribusi, keuangan, dan
pengambilan keputusan, d) Aspek lingkungan, meliputi internal dan eksternal, d )
Aspek pendidikan dan pembinaan, meliputi hak paten, hak dagang, dan hak merk
INVENTARISASI
ASPEK-ASPEK
KERJASAMA
- ASPEK DISTRIBUTIF
- ASPEK EFISENSI
- ASPEK RESIKO DAN
KETIDAKPASTIAN
UKMK
- KELEMBAGAAN DAN
MANAJEMEN
- ASPEK USAHA/
BISNIS
IDENTIFIKASI KRITERIA
- Tujuan
- Manfaat
- Kekuatan
- Kelemahan
- Persepsi
- Rule
- Core Business
- Hak dan Kewajiban
- Transparansi
- Job describtion
BUMS
- KELEMBAGAAN
DAN MANAJEMEN
- ASPEK USAHA/
BISNIS
ALIANSI STRATEGIS
MANAJEMEN
INVESTASI
BISNIS
III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Kajian
Kajian dilakukan pada 6 provinsi yaitu; Nangru Aceh Darussalam, Bengkulu,
Jambi, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Tengah.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
69
3.2 Metode Kajian
Kajian dilakukan dengan metode survey. Sampel ditetapkan berdasarkan purposive
sampling. Data primer diperoleh dari pengamatan lapang dan wawancara
menggunakan daftar pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari referensi, publikasi,
dokumen, laporan dari instansi terkait
3.3 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara tabulasi, sedang analisa data
dilakukan secara:1) Deskriptif, 2) Analisis manajerial, 3) Analisis finansial yang
meliputi turnover, solvabilitas, dan rentabilitas, 4) Analisis perspektif, 5) Analisis
SWOT
3.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian adalah:
a. Mengkaji UKMK potensial untuk melakukan aliansi berdasarkan kompetensi
dan kapabilitasnya
b. Inventarisasi beberapa bentuk aliansi yang sudah operasional sebagai
masukan dalam pembentukan aliansi
c. Inventarisasi potensi wilayah.
IV. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Aspek kelembagaan UKMK
4.1.1 Visi
Aspek kelembagaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
organisasi, baik yang bergerak dalam usaha sosial (nirlaba) maupun organisasi
usaha (bisnis), di mana dalam aspek tersebut dijelaskan tujuan, sasaran, dan
eksistensinya di dalam dan di luar organisasi. Lebih jauh lagi, bahwa dalam
aspek kelembagaan tersebut menyangkut perspektif aktivitas secara menyeluruh
masa kini dan masa yang akan datang. Perspektif masa depan ini dalam langkah
operasionalnya diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk rencana jangka
pendek, menengah, dan jangka panjang.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap perspektif usaha
kecil menengah dan koperasi (UKMK), dalam hal visi dan misi terlihat adanya
kelemahan, yang mana secara umum (64%) koperasi dan usaha kecil menengah
sampel kurang memahami makna dan tujuan visi suatu organisasi usaha.
Memang ada kalanya bahwa visi suatu organisasi atau perusahaan tidak
selamanya dinyatakan dalam bentuk tertulis akan tetapi dapat juga berupa slogan
atau semboyan, namun semboyan atau slogan tersebut disepakati dan difahami
oleh segenap pengelola organisasi atau usaha sebagai salah satu acuan dalam
menyusun rencana strategis , yang diterjemahkan dalam bentuk program kerja
yang akan dilakukan dalam kegiatan usaha untuk mewujudkan tujuan perusahaan
baik secara periodik maupun insidentil dan akhirnya tercapainya sasaran suatu
tujuan jangka panjang.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
70
Kelemahan visi koperasi dan usaha kecil berdampak kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan maupun perkembangan usaha koperasi dan
usaha kecil, dan diduga berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi
selama ini. Dalam rangka percepatan pertumbuhan usaha, dimana persoalan
tersebut sudah menjadi penciri koperasi dan usaha kecil karena muncul berulangulang
(klasik) dan belum dapat terselesaikan sampai saat ini, diantaranya
kelemahan manajemen organisasi, manajemen usaha yang berkaitan dengan
permodalan dan pemasaran, juga berkaitan dengan persaingan dengan usahausaha
besar.
4.1.2 Profil Pengelola
Kemampuan menjalankan usaha sangat ditentukan juga oleh
kompetensi yang dimiliki, dimana kompetensi merupakan aktualisasi dari
segenap potensi yang dimiliki setiap individu yang bersumber dari pengetahuan
dan keahlian, baik yang diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal,
pengalaman serta bakat yang dimiliki individu. Adapun profil rata-rata pengelola
UKMK contoh ditunjukkan sebagai berikut: 1) dilihat dari tingkat pendidikan:
tingkat pendidikan sarjana (S1-SM) 9%, SLTA 79%, SLTP 12%; 2) dilihat dari
pemahaman terhadap ilmu pengetahuan: manajemen organisasi 15%, teknis
produksi 55%, pengendalian mutu 20%, dan teknis pemasaran 10%; 3) dilihat
dari pengalaman, >15 tahun 34%, 10-14 tahun 52%, 5-9 tahun 10%, dan 1-4
tahun 4%.
Dalam rangka pengembangan jangka panjang dan semakin ketatnya
persaingan bisnis, dengan kondidsi rata-rata pengelola UKMK kebanyakan
berpendidikan SLTA (79%) sudah kurang memadai, meskipun telah ditopang
dengan pengalaman kerja lebih 15 tahun (34%) dan 10 – 14 tahun (52%).
Untuk itu harus ditunjang dengan peningkatan kemampuan keterampilan
melalui pelatihan-pelatihan atau pendidikan nonformal.
4.1.3 Pengorganisasian
Dilihat dari aspek organisasi, koperasi lebih lengkap dibanding
dengan UKM, baik dalam hal penggunaan tenaga manajer, ada tidaknya
pembagian tugas dan tanggung jawab, serta struktur organisasi. Dalam
penggunaan tenaga manajer, ternyata 88,88% koperasi contoh telah memiliki
manajer, sedangkan UKM contoh hanya 62,5%. Koperasi yang memiliki
pembagian tugas 93,73%, sedangkan UKM 81,25% dan koperasi memliki
struktur organisasi 100% sedangkan UKM hanya 61,11%. Keunggulan koperasi
dalam penggunaan manajer, pembagian tugas secara tertulis serta
pembentukan struktur organisasi merupakan hasil pembinaan yang dilakukan
secara terus-menerus terhadap kelembagaan koperasi, sebagai salah satu
upaya peningkatan profesionalisme pengelolaan usaha.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
71
4.2 Aspek Usaha UKMK
4.2.1 Sarana Usaha
Sarana usaha yang diamati adalah perkantoran, rumah produksi
(workshop), kantor pemasaran, dan faktor penunjang usaha (prasarana) meliputi
alat transportasi dan komunikasi. Adapun data kepemilikan sarana dan
prasarana dimaksud sebagai berikut:
Hampir semua koperasi dan UKM sampel telah memiliki kantor
meskipun sebagian masih menyewa, dengan kondisi yang cukup memadai.
Pada umumnya pertokoan dan showroom yang dimiliki koperasi/UKM sampel
pada umumnya juga melekat dengan perkantoran. Artinya, bahwa sarana kerja,
kantor, workshop dan showroom berada dalam satu gedung. Lokasinya pada
umumnya berada dalam lingkungan perumahan. Alasan pemilihan lokasi hanya
didasarkan pada kedekatan dengan tempat tinggal pemilik dan ada juga dengan
alasan karena merupakan sentra pengrajin yang telah lama terbentuk .
4.2.2 Pasar produk UKMK
Dari hasil kajian ditunjukkan rata-rata pasar produk UKMK contoh
diseluruh lokasi paling tinggi adalah pasar regional (34,33%), kemudian pasar
nasional (30%), pasar lokal (21,83%), dan ekspor (13,83%). Hampir di seluruh
lokasi kajian produk UKMK telah diekspor. Kegiatan ekspor paling tinggi
adalah UKMK di Provinsi Jambi (30%), didiikuti Provinsi NAD (16%), dan paling
rendah Provinsi Bengkulu (4%).
4.2.3 Kinerja Keuangan UKMK
Pertumbuhan UKMK pada masa kritis tidak banyak berpengaruh
karena UKMK tidak banyak menggunakan komponen impor. Sebagian
malahan sudah berorientasi ekspor sehingga mendapat nilai tambah atas
depresiasi rupiah terhadap dollar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
pertumbuhan keuangan sebagai berikut: pertumbuhan aset ( 22,96 %), modal
sendiri (20,49%), dan pendapatan (18,70%), dimana pertumbuhan aset paling
tinggi UKMK di Provinsi Bengkulu (27,66%), pertumbuhan modal sendiri
tertinggi di Kalimantan Tengah (24,16%), dan pertumbuhan pendapatan UKMK
di Provinsi Bengkulu (25%).
4.2.4 Analisa keuangan UKMK
Untuk mengetahui lebih dalam kinerja UKMK dilakukan analisa
kemampuan dengan analisa ratio yang terdiri dari ratio aktiva (asset turnover),
solvabilitas, dan rentabilitas. Dari hasil kajian ditunjukkan rata-rata hasil analisa
finansial UKMK contoh adalah: turnover 13,02 %, solvabilitas109 %, dan
rentabilitas 9,75 %., yang mana rata-rata : turnover over paling tinggi dicapai
UKMK Jambi (15,66% ), paling rendah Kalteng (11 %), solvabilitas paling
tinggi UKMK Jawa Barat (109%), paling rendah Aceh (101% ) dan rentabilitas
paling tinggi UKMK Jambi ( 16 %), paling rendah Jateng dan Jabar masingmasing
6,66% .
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
72
4.2.5 Analisa Perspektif
Analisa persektif bertujuan untuk mengkaji peluang pengembangan
UKMK dalam jangka panjang (lima) tahun kedepan, dengan tehnik pendekatan
peramalan atau forcasting, dari aspek rata-rata total asset, modal sendiri,
dan pendapatan operasi. Hasil dari analisis ini menunjukkan adanya
peningkatan dari ketiga aspek tersebut meskipun tidak terlalu tinggi, yaitu
pada tahun 2005 rata-rata total asset UKMK akan menjadi Rp 650,54 juta,
rata-rata total modal sendiri akan mencapai Rp 126,56 juta dan rata-rata total
pendapatan akan mencapai Rp107,36 juta
4.2.6 Analisa Faktor Internal dan Eksternal
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang diduga
berpengaruh dalam penetapan kekuatan, kelemahan , peluang dan ancaman,
dengan menggunakan tennik Internal Factor Evaluation (IFE) dan External
Factors Evaluation ( EFE ). Berdasarkan analisis ini akan dapat ditentukan
strategi bisnis dengan mengoptimalkan kekuatan dalam merebut peluang dan
mengeliminir kelemahan dalam menghadapi ancaman.
Faktor- faktor internal yang dianalisis meliputi: a) kekuatan : tehnis
produksi, idealisme pengelola, potensi anggota, ketrampilan karyawan, produk
, dan b) kelemahan : pemasaran, permodalan, teknologi, jaringan usaha dan
rasa memiliki.
Dari hasil analisis ternyata faktor produk, ketrampilan dan tehnis
produksi merupakan kekuatan yang membentuk kompetensi UKMK sedang
permodalan dan manajemen pemasaran merupakan faktor kelemahannya,
Produk UKM umumnya memiliki kekhasan yang berhubungan dengan bentuk,
kegunaan, ciri khas daerah, bersifat natural dan memiliki nilai artistik. Dari
total nilai semua faktor 2,65 berarti diatas nilai rata-rata (2,50) menunjukkan
bahwa faktor internal UKM termasuk baik/ kuat.
Analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengetahui posisi UKM
terhadap adanya peluang dan menghadpi ancaman. Faktor-faktor eksternal
yang dianalisis meliputi : 1) Peluang, yang terdiri dari: a) kebijakan perkuatan
industri kecil, b) tingginya harga produk impor, c) kemajuan teknologi informasi,
d) respon konsumen, e) aliansi, 2) Ancaman, yang terdiri dari : a) intensitas
persainga, b)peningkatan teknologi, c) pertumbuhan ekonomi, d) globalisasi
industri, e) kebijakan perdagangan dunia.
Hasil analisis menunjukkan UKMK kurang mampu menghadapi
tantangan atau dinamika lingkungan eksternalnya, hal ini ditunjukkan dari
total nilai sebesar 2,46 yang berarti lebih rendah dari total rata-rata standar:
2,50. Kelemahan UKMK terletak pada beberapa faktor diantaranya penguasaan
atau profesionalisme dalam manajemen operasional yang harus didukung oleh
kemampuan atau penguasaan teoritis dan teknis, terutama dalam bidang
pemasaran, teknologi produksi dan kemampuan manajerial, sedangkan yang
menjadi kekuatan UKMK adalah tingginya semangat usaha dan adanya
kemauan keras yang didukung oleh kemampuan teknis dan penguasaan tehnik
produksi.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
73
4.3 Analisis Deskritif Lokasi Sampel
Analisis ini bertujuan untuk melihat potensi wilyah sampel sebagai
bahan pertimbangan atau daya dukung dalam menentukan kelayakan UKMK
melakukan aliansi. Beberapa aspek yang dianalisa antara lain jumlah UKMK,
penyerapan tenaga tenaga kerja, jumlah investasi, untuk beberapa sektor :
industri pertanian dan kehutanan, industri logam, mesin, kimia, dan aneka
industri.
Dari hasil kajian ditunjukkan, kegiatan atau aktivitas yang paling
potensial adalah subsektor hasil hutan terutama di daerah Kalimantan Tengah,
Jambi, Bengkulu dan Aceh, yaitu industri penggergajian, industri kayu, dan
meubel. Industri yang bergerak di bidang pengolahan kayu ( industri kayu )
paling banyak yaitu sebanyak 22,82 % , yang menyerap tenaga kerja 24,82
%, dan menggunakan investasi 25, 65 %, kemudian industri penggergajian
kayu dengan jumlah 20.83 %, yang menyerap tenaga kerja 23,46 % dan
menggunakan investasi 22,45 %. Diikuti industri meubel sebanyak 15,16 %,
yang menggunakan tenaga kerja 15,16 %, dan menggunakan investasi 15,45
%. Industri lain yang potensial adalah industri kerajinan, dengan jumlah 14,6
%, menyerap tenaga kerja 12,48 % dan menggunakan investasi 9,56 %. Industri
hasil pertanian yang potensial yaitu di Jawa Barat dan Jawa Tengah, yaitu
industri roti dan jajanan dengan jumlah 12 %, menyerap tenaga kerja 11,57 % ,
dengan jumlah investasi 12,67 %.
Kegiatan atau usaha pada sektor logam, besi, dan aneka industri, paling
potensial adalah industri garmen atau konveksi dengan jumlah 20,10 %, menyerap
tenaga kerja 25,35 % dan investasi 19,27 %, diikuti industri aneka jasa sebanyak
17,24 %, menyerap tenaga kerja 12,25 % dan investasi 15,56 %.
4.4 Rekayasa sistim Aliansi
Berdasarkan hasil kajian dan analisis keragaan kelembagaan, usaha,
finansial, proyeksi pengembangan usaha dan faktor eksternal dan internal, serta
potensi wilayah, dapat ditarik kesimpulan beberapa faktor dominan yang
mendukung UKMK potensial atau penting dilakukan rekayasa sistim aliansi
dengan pihak lain, antara lain karena:
1). Aktivitas UKMK merupakan bagian dari aktivitas ekonomi nasional dan
turut ambil bagian dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB),
2). UKMK merupakan penyedia barang dan jasa , baik sebagai produk utama
atau produk substitusi, guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan
sebagai penghemat devisa,
3). UKMK dalam kegiatan produksinya lebih banyak menggunakan bahan
baku maupun bahan pembantu yang berasal dari dalam negeri, dengan
demikian aktivitas UKMK meningkatkan nilai tambah sumberdaya dalam
negeri sekaligus menghemat devisa
4). Jumlah UKMK yang banyak dan menyebar hampir keseluruh wilayah
Indonesia merupakan penggerak ekonomi daerah melalui penyerapan
tenaga kerja, penyebaran investasi, pemanfaatan sumberdaya, dan
sebagainya,
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
74
5). UKMK merupakan bagian (sub sistem) dalam sistem perekonomian
Nasional, sebagai salah satu sub sistem maka tidak dapat dipisahkan
dari sub sistem (pelaku-pelaku ) ekonomi lainnya
6). UKMK memiliki beberapa kendala, permasalahan dalam pengembangan
usahanya, untuk itu diperlukan upaya yang bersifat simultan termasuk
rakayasa sistem aliansi, guna meningkatkan profesionalismenya dalam
pengelolaan usaha, produksi, pemasaran, maupun keuangan.
Rekayasa sistem aliansi yang saling menguntungkan dapat terjadi
bila dapat dipenuhi beberapa persyaratan sebagaimana dikemukakan oleh
Asep Saefudin dalam Pengembangan Sumberdaya Lintas Regional melalui
Kerjasama Kelembagaan yang meliputi: 1) Memiliki kepentingan yang sama,
2) Bermanfaat bagi masing-masing lembaga yang bekerjasama 3)
Mensinergikan kekuatan dan keunggulan, serta mengurangi kelemahan dan
hambatan masing-masing, 4) Optimalisasi penggunaan sumberdaya, 5)
Berbagi pengalaman dalam kegagalan maupun keberhasilan
4.5 Faktor-faktor teknis dalam aliansi
4.5.1. Usaha Unggulan ( Core Business)
Usaha unggulan dapat diartikan secara luas yaitu menyangkut aktivitas
bisnis secara menyeluruh baik secara vertikal dari hulu sampai ke hilir, yaitu
mulai dari penyediaan input produksi, produksi, sampai penyampaian barang
atau jasa pada konsumen akhir. Atau secara parsial seperti penyediaan sarana
dan prasarana, penyediaan informasi, peningkatan aksebitas terhadap lembaga
keuangan baik perbankan maupun non bank, peningkatan kemampuan sumber
daya manusia melalui training, pelatihan tehnis produksi, dan peningkatan
manajerial.
Adapun kegiatan/aktivitas UKMK yang diharapkan dapat dilakukan
aliansi (%), berdasarkan analisis di daerah/lokasi sampel adalah sebagai
berikut:
No Aktivitas Lokasi
Aceh Bengkulu Jambi Jabar Jateng Kalteng Ratarata
1 Pengadaan
bahan baku
15 26 10 12 18 15 16
2 Tehnik
Produksi
20 20 17 16 15 15 17,16
3 Tehnologi
produksi
35 25 27 30 35 30 30,34
4 Pemasaran 30 29 46 42 32 40 36,5
Total 100 100 100 100 100 100 100
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
75
Dari 4 (empat) kegiatan UKMK yang diharapkan dilakukan aliansi,
ternyata aktivitas yang paling banyak diharapkan dilakukan aliansi adalah
pemasaran (36,5%), kemudian aktivitas tehnologi produksi (30,34 %).
Pemilihan kedua kegiatan ini sejalan dengan kelemahan yang dimiliki UKMK
untuk semua wilayah.
Bentuk aliansi yang diharapkan untuk kedua kegiatan ini tidak sama
ini tidak sama, untuk teknologi produksi 67% menginginkan dalam bentuk
pemberian fasilitas permodalan berupa pinjaman lunak yang berarti menambah
asset UKMK, sedang 33 % menginginkan tehnologi produksi merupakan bagian
dari aliansi pemasaran, dalam bentuk paket.
4.5.2. Keterpaduan Sistem
Keterpaduan sistem akan menghasilkan keselarasan gerak antar
elemen-elemen ( sus sistem) yang ada sehingga tujuan dan sasaran kegiatan
dapat tercapai secara optimal. Keterpaduan sistem kurang ditemukan dalam
pola-pola kerjasama yang ada dan telah berjalan selama ini, diduga disebabkan
karena beberapa hal, antara lain:
1. Kelemahan dalam menetapkan muatan-muatan yang terkandung alam
kesepakatan atau perjanjian kerjasama
2. Kurangnya sosialisasi konep bisnis secara menyeluruh yang tercermin
dalam visi dan misi
3. Terputusnya sistem, karena sistem yang dibuat ditetapkan secara
sepotong-sepotong, sehingga rangkaian aktivitas terputus, atau tejadinya
pemenggalan rangkaian sistem pada simpul-simpul yang kurang tepat.
4.5.3. Profesionalisme
Profesionalisme merupakan aktualisasi kompetensi dan kapabilitas
organisasi, baik organisasi sosial maupun organisasi usaha yang bersifat
business oriented. Berdasarkan pengamatan terhadap kinerja kelembagaan
UKMK ditunjukkan kurangnya profesionalisme kebanyakan pengelola, karena
kurangnya kapabilitas dan kompetensinya, yang hanya mengandalkan
ketrampilan dan kemampuan tehnis produksi secara turun temurun. Hal
tersebut menjadi faktor pertimbangan akan perlunya aliansi. Dalam
hubungannya dengan kesatuan sub sistem yang perlu mendapat perhatian
adalah bagaimana menetapkan aktivitas masing-masing subsistem yang ada
sekaligus sebagai naskah dalam menentukan muatan-muatan aliansi.
4.5.4. Insentif dan proaktif
Intensif dan proaktif berarti masing-masing pihak yang melakukan
kerjasama dituntut untuk kratif memanfaatkan peluang yang ada, mencari
terobosan-terobosan baru baik yang berhubungan langsung dengan aktivitas
yang dikerjasamakan maupun yang tidak dikerjasamakan atau aktivitas sendiri
( business entity ). Selama ini kegiatan koperasi merpakan program
pemerintah yang telah memiliki perencanaan , sasaran, target dan kebijakan
operasional secara menyeluruh dan baku, yang mengakibatkan pengelola
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
76
koperasi kebanyakan kurang proaktif mencari kegiatan/usaha di luar program,
bahkan seakan tertutup atau mati kreativitasnya akibat hanya sebagai pelaku
saja, mengikuti aturan-aturan yang sudah ada.
Dalam pelaksanaan beberapa pola kerjasama, kreativitas juga belum
muncul, seperti dinyatakan oleh 56 % responden, bahwa kerjasama dapat
mengurangi kreativitas karena mekanisme dan pelaksanaan kegiatan telah
ditetapkan dalam kontrak , yang mana muatan-muatan dalam kontrak kurang
mengakar pada kondisi dan keberadaan UKMK. Sebagai upaya untuk
menumbuhkan semangat atau sifat proaktif, maka lembaga yang terkait dalam
satu kerjasama hendaknya memberikan iklim yang kondusif dan media yang
tepat, sedang aturan main berfungsi sebagai penunjang atau pengendali saja.
4.6. IMPLIKASI REKAYASA ALIANSI
Sistem aliansi merupakan salah satu alternatif dalam upaya perkuatan usaha
kecil menengah dan koperasi menuju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
nasional secara bersama-sama dengan pelaku ekonomi lainnya (industri besar).
Untuk itu upaya-upaya yang dapat menunjang terciptanya kerjasama dapat
disarankan beberapa hal yaitu:
4.6.1 Sistem Aliansi
Penetapan sistem aliansi strategis harus mengakar pada hal-hal yang
hakiki bagi kedua lembaga yang akan beraliansi, maka untuk penetapan
substansi pokok harus bersumber dan mengakar pada lembaga yang akan
beraliansi. Upaya yang dilakukan adalah sebagaimana gambar berikut :
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
77
(1)
POTENSI ANGGOTA/UKMK
(MEMBERS)
(2) COLECTING/INVENTARISASI
(3) IDENTIFIKASI/KLASIFIKASI
(4)
KEBUTUHAN NYATA
(5) SELEKSI
(6) POTENSI TERPILIH
(7) PENETAPAN PRIORITAS
(8) USAHA UNGGULAN
(9) REKAYASA SISTEM
(10) SISTEM ALIANSI
(11) UJI COBA SISTEM
(12) NOT APLICABLE
(13) APLICABLE
(14) IMPLEMENTASI
(15)
HASIL (OUTPUT)
(A)
U K M K
(B) LEMBAGA
PENDAMPINGAN
& UKMK
(B) LEMBAGA
PENUNJANG
(SUPPORTING)
(16b) Umpan Balik
(16a) Marjin
Kerangka Penyusunan Sistem Aliansi
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
78
4.6.2 Sistematika Rancang Bangun Sistem Aliansi
Dalam membuat rancang bangun sistem aliansi strategis bagi UKMK
dilakukan beberapa langkah atau tahapan praktis guna mendapatkan sistem
yang manajIble dan aplikatif bagi UKMK. Upaya yang dilakukan adalah
sebagaimana yang terlihat pada langkah kerja berikut :
Kerangka Instrumen-instrumen Usaha
LANGKAH
Mengetahui lingkup
aktivitas usaha-usaha
masing-masing lembaga
yang akan beraliansi
Memahami profil usaha
Mengamati kinerja
keuangan UKMK
Mengetahui profil
dan sumber
permodalan
- Sosialisasi/publikasi
aktivitas masing-masing
lembaga
- Penetapan batasanbatasan
aktivitas usaha
- Penetapan wewenang
dan tanggung jawab
masing-masing lembaga
yang beraliansi
Mengkaji profil usaha
Evaluasi aktivitas finansial
UKMK
- Inventarisasi segenap
aktivitas kelembagaan
usaha secara fisik dan
nonfisik
- Melakukan strukturisasi
modal
- Ruang lingkup
aktivitas
- Sistematika
operasional
- Hak dan kewajiban
- Skala usaha
- Sasaran jangka
menengah dan
jangka pendek
- Jaringan usaha
- Jaringan informasi
- Likuiditas
- Rentabilitas
- Probitabilitas
- Perspektif usaha
- Struktur biaya
- Efisiensi dan
efektivitas finansial
- Struktur permodalan
- Sharing capital
- Sumber-sumber
dana yang
ekonomis
- Profit sharing
AKTIVITAS OUTPUT
- Evaluasi kemampuan
pendanaan masing
- masing lembaga
Evaluasi sumber
- sumber permodalan
(internal dan eksternal)
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
79
Kerangka Kelembagaan
LANGKAH AKTIVITAS OUTPUT
Menetapkan kelembagaan
aliansi
- Sosialisasi /publikasi
aktivitas masing-masing
lembaga
- Penetapan batasan
aktivitas
- Menyusun keterpaduan
aktivitas
- Penetapan wewenang
dan tanggung jwab
masing-masing
lembaga yang
beraliansi
- Rancang bangun
kelembagaan aliansi
- Model aliansi
- Bangun aliansi
Kerangka Sarana Kelembagaan dan Usaha
LANGKAH AKTIVITAS OUTPUT
Menetapkan kebutuhan fisik – Inventarisasi kebutuhan fisik
sarana perkantoran, sarana
penunjang informasi dan
komunikasi
- Plan action/plan site
- Kebutuhan space/luas
dan bentuk perkantoran
- Layout
- Kebutuhan sarana
informasi dan
komunikasi
Menetapkan sarana
produksi
- Identifikasi jenis dan sifat/
produksi
- Inventarisasi lingkup/skala
produksi
- Pengenalan aktivitas
produksi
- Jenis dan sifat teknologi
- Kuantitas teknologi
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI REKAYASA ALIANSI
5.1 KESIMPULAN
5.1.1 Aspek Kelembagaan
Aspek kelembagaan diantaranya Badan Hukum menyangkut legalitas
sebagai salah satu bentuk usaha yang sah, yang umumnya diberikan oleh
instansi pemerintah. Hampir seluruh UKMK sampel telah memiliki Badan
Hukum, baik Badan Hukum Koperasi, PT, NV, CV , serja perijinan lainya
seperti SIUP, SII, dan sebagainya.
Dilihat dari sisi kelembagaan, UKMK khususnya koperasi telah
memiliki kelengkapan organisasi dengan adanya unit-unit organisasi seperti
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
80
tersebut dalam struktur organisasi. Hal ini merupakan hasil pembinaan lembaga
yang secara terus-menerus dilakukan. Segenap kegiatan/aktivitas telah mulai
didistribusikan ke dalam unit-unit organisasi yang ada dan dalam
operasionalnya. Koordinasi pelaksanaan aktivitas dapat terbagi dalam dua
bagian, yaitu: pertama berada di bawah koordinasi pemilik/pengurus dan
kedua koordinasi dibawah seorang manajer.
5.1.2 Aspek Jenis Usaha
Usaha yang ditangani oleh UKMK pada umumnya adalah usaha di
sektor pertanian, peternakan, perkebunan, dan industri yang kebanyakan
merupakan industri kerajinan/industri kecil. Khusus yang bergerak dalam sektor
industri 100% UKM memerlukan input produksi yang bersumber dari dalam
negeri. Hal inilah yang menguntungkan bagi UKM mengingat pemanfaatan
komponen dalam negeri lebih menguntungkan dibanding dari komponen impor.
Hal inilah yang diperkirakan mendukung UKMK tetap dapat bertahan dan
bahkan masih bertumbuh pada saat krisis yang dinyatakan dengan
pertumbuhan aset, modal sendiri dan pendapatannya
5.1.3 Aspek Teknologi
Penggunaan teknologi sederhana dalam proses produksi membuat
UKMK mengalami keterbatasan dalam memenuhi permintaan baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas. Peningkatan penggunaan teknologi sulit bagi
UKMK karena keterbatasan modal.
5.1.4 Aspek Jangkauan Pasar
Produk hasil olahan UKMK telah menjangkau pasar relatif luas, hal
ini ditunjukkan dari sasaran pasar yang meliputi pasar regional, nasional,
bahkan internasional.
5.1.5 Aspek Sistem Pemasaran
UKMK Dalam memasarkan produknya, pada umumnya belum
dilakukan melainkan melalui perantara terutama pasar ekspor, hal ini dilakukan
karena belum memiliki tenaga pemasararan yang profesional.
5.1.6 Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Sesuai dengan hasil analisa faktor internal dan eksternal, UKMK kurang
mampu menghadapi tantangan atau dinamika lingkungan eksternalnya.
Kelemahan UKMK terletak pada beberapa faktor diantaranya penguasaan atau
profesionalisme dalam manajemen operasional yang harus didukung oleh
kemampuan atau penguasaan teoritis dan teknis, terutama dalam bidang
pemasaran, teknologi produksi dan kemampuan manajerial, sedangkan yang
menjadi kekuatan UKMK adalah tingginya semangat usaha dan adanya
kemauan keras yang didukung oleh kemampuan teknis dan penguasaan
prossesing, serta karakteristik produknya.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
81
5.1.7 Aliansi
Masuknya aliansi bagi pengembangan UKMK dapat mengoptimalkan
potensi yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan.
5.2 IMPLIKASI REKAYASA ALIANSI
Sistem aliansi merupakan salah satu alternatif dalam upaya perkuatan usaha
kecil menengah dan koperasi menuju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
nasional secara bersama-sama dengan pelaku ekonomi lainnya (industri besar).
Untuk itu upaya-upaya yang dapat menunjang terciptanya kerjasama dapat
disarankan beberapa hal yaitu:
5.2.1 Sistem Aliansi
Penetapan sistem aliansi strategis harus mengakar pada hal-hal yang
hakiki bagi kedua lembaga yang akan beraliansi, maka untuk penetapan
substansi pokok harus bersumber dan mengakar pada lembaga yang akan
beraliansi. Upaya yang dilakukan adalah sebagaimana gambar berikut :
Kerangka Penyusunan Sistem Aliansi
(1)
POTENSI ANGGOTA/UKMK
(MEMBERS)
(2) COLECTING/INVENTARISASI
(3) IDENTIFIKASI/KLASIFIKASI
(4)
KEBUTUHAN NYATA
(5) SELEKSI
(6) POTENSI TERPILIH
(7) PENETAPAN PRIORITAS
(8) USAHA UNGGULAN
(9) REKAYASA SISTEM
(10) SISTEM ALIANSI
(11) UJI COBA SISTEM
(12) NOT APLICABLE
(13) APLICABLE
(14) IMPLEMENTASI
(15)
HASIL (OUTPUT)
(A)
U K M K
(B) LEMBAGA
PENDAMPINGAN
& UKMK
(B) LEMBAGA
PENUNJANG
(SUPPORTING)
(16b) Umpan Balik
(16a) Marjin
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
82
5.2.2 Sistematika Rancang Bangun Sistem Aliansi
Dalam membuat rancang bangun sistem aliansi strategis bagi UKMK
dilakukan beberapa langkah atau tahapan praktis guna mendapatkan sistem
yang manajIble dan aplikatif bagi UKMK. Upaya yang dilakukan adalah
sebagaimana yang terlihat pada langkah kerja berikut :
Kerangka Instrumen-instrumen Usaha
LANGKAH AKTIVITAS OUTPUT
Mengetahui lingkup aktivitas
usaha-usaha masingmasing
lembaga yang akan
beraliansi
- Sosialisasi/publikasi aktivitas
masing-masing lembaga
- Penetapan batasan-batasan
aktivitas usaha
- Penetapan wewenang dan
tanggung jawab masingmasing
lembaga yang
beraliansi
- Ruang lingkup aktivitas
- Sistematika operasional
- Hak dan kewajiban
- Skala usaha
- Sasaran jangka
menengah dan jagka
pendek
- Jaringan usaha
- Jaringan informasi
Memahami profil usaha Mengkaji profil usaha – Likuiditas
- Rentabilitas
- Probitabilitas
- Perspektif usaha
Mengamati kinerja
keuangan UKMK
Evaluasi aktivitas finansial
UKMK
- Struktur biaya
- Efisiensi dan efektivitas
finansial
Mengetahui Kinerja dan
Sumber Permodalan
- Inventarisasi segenap
aktivitas kelembagaan usaha
secara fisik dan nonfisik
- Melakukan strukturisasi
modal
- Evaluasi kemampuan
pendanaan masing-masing
lembaga
- Evaluasi sumber-sumber
permodalan (internal dan
eksternal)
- Struktur permodalan
- Sharing capital
- Sumber-sumber dana
yang ekonomis
- Profit sharing
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
83
Kerangka Kelembagaan
LANGKAH AKTIVITAS OUTPUT
Menetapkan kelembagaan
aliansi
- Sosialisasi /publikasi
aktivitas masing-masing
lembaga
- Penetapan batasan
aktivitas
- Menyusun keterpaduan
aktivitas
- Penetapan wewenang
dan tanggung jwab
masing-masing
lembaga yang
beraliansi
- Rancang bangun
kelembagaan aliansi
- Model aliansi
- Bangun aliansi
Kerangka Sarana Kelembagaan dan Usaha
LANGKAH AKTIVITAS OUTPUT
Menetapkan kebutuhan fisik – Inventarisasi kebutuhan fisik
sarana perkantoran, sarana
penunjang informasi dan
komunikasi
- Plan action/plan site
- Kebutuhan space/luas
dan bentuk perkantoran
- Layout
- Kebutuhan sarana
informasi dan
komunikasi
Menetapkan sarana
produksi
- Identifikasi jenis dan sifat/
produksi
- Inventarisasi lingkup/skala
produksi
- Pengenalan aktivitas
produksi
- Jenis dan sifat teknologi
- Kuantitas teknologi

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 2

 
NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)

Review Jurnal Ekonomi Koperasi
MENGEMBANGKAN KONSEP BISNIS KOPERASI

1. Pendahuluan
Perkembangan ekonomi dunia saat ini merupakan saling pengaruh dua arus utama, yaitu teknologi informasi dan globalisasi. Teknologi informasi secara langsung maupun tidak langsung kemudian mempercepat globalisasi. Berkat teknologi informasi, perjalanan ekonomi dunia makin membentuk ”dirinya” yang baru, menjadi Kapitalisme Baru berbasis Globalisasi (Capra 2003; Stiglitz 2005; Shutt 2005). Perkembangan ekonomi inilah yang biasa disebut Neoliberalism. Gelombang besar neoliberalism merupakan puncak pelaksanaan 10 kebijakan Washington Consencus tahun 1989.
Bagaimana koperasi sendiri? Apakah koperasi memang telah melakukan ”strategic positioning” sebagai wadah anggotanya ”bekerjasama” untuk kesejahteraan bersama anggota serta masyarakat, bukannya bekerja ”bersama-sama” untuk kepentingan masing-masing anggota, atau malah manajer dan atau pengurus koperasi? Apakah koperasi juga telah sesuai impian the founding fathers, menjadi sokoguru perekonomian Indonesia?
Banyak sudah program-program prestisius pengembangan koperasi. Koperasi juga tak kunjung selesai dibicarakan, didiskusikan, “direkayasa”, diupayakan pemberdayaan dan penguatannya. Pendekatan yang dilakukan mulai dari akademis (penelitian, pelatihan, seminar-seminar, sosialisasi teknologi), pemberdayaan (akses pembiayaan, peluang usaha, kemitraan, pemasaran, dll), regulatif (legislasi dan perundang-undangan), kebijakan publik (pembentukan kementrian khusus di pemerintahan pusat sampai dinas di kota/kabupaten, pembentukan lembaga-lembaga profesi), sosiologis (pendampingan formal dan informal), behavior (perubahan perilaku usaha, profesionalisme) bahkan sampai pada pendekatan sinergis-konstruktif (program nasional Jaring Pengaman Nasional, pengentasan kemiskinan, Pembentukan Lembaga Penjaminan, Pembentukan Dekopin dari daerah sampai nasional).
1.1 Permasalahan
Tetapi ternyata, seluruh ”treatment” tersebut sebenarnya tidak menyelesaikan beberapa masalah mendasar koperasi. Pertama, seperti diungkapkan Soetrisno (2002) bahwa ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan tiga pola penitipan kepada program, yaitu pembangunan sektoral, lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya dan perusahaan negara maupun swasta berbentuk koperasi karyawan. Tiga pola tersebut menurut beliau berakibat prakarsa mayarakat kurang berkembang, kalaupun muncul tidak diberi tempat sebagai mana mestinya.
Masalah kedua, Ketika program tersebut gagal, maka koperasi harus memikul beban kegagalan program. Sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk peneliti dan media massa.
Masalah ketiga, data perkoperasian Indonesia sampai tahun 2006, dijelaskan Jauhari (2006) didominasi oleh Koperasi Fungsional, seperti koperasi karyawan, koperasi pegawai dan lainnya yang dibentuk dalam lingkungan institusi tertentu baik pemerintah maupun swasta. Koperasi seperti itu jelas membatasi keanggotaan dan memiliki sifat stelsel pasif. Biasanya koperasi fungsional merupakan bentuk ekonomi intermediasi untuk memenuhi kebutuhan anggota, seperti swalayan, klinik, praktik dokter bersama, dan lain-lain.Koperasi fungsional seperti ini juga memiliki sifat subordinas
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah, pertama, menggali konsep-konsep genuineberekonomi dari realitas masyarakat Indonesia; kedua, menempatkan konsep genuineberekonomi sebagai landasan utama pengembangan bisnis koperasi ala Indonesia; ketiga, menunjukkan bukti empiris bahwa ternyata masyarakat Indonesia memang memiliki keunikan tersendiri memahami koperasi; keempat, memberikan masukan konstruktif bagi pengambil kebijakan perkoperasian dalam pengembangan koperasi ke depan.
2. KOPERASI INDONESIA: OPERASIONALISASI EKONOMI RAKYAT
Mubyarto (2002) menjelaskan ekonomi saat ini juga tidak harus dikerangkakan pada teori-teori Neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam ketundukannya pada aturan-aturan tentang kebebasan pasar, yang keliru menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang menunjuk secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang semuanya jelas tidak dapat menjadi obat bagi masalah-masalah masyarakat Indonesia dewasa ini.
Ekonomi rakyat yang sejatinya dicoba untuk menjadi pola bebas dari substansi intermediasi dan dikotomi privat sphere dan publik sphere, seperti Koperasi, malah menjadi representasi kooptasi globalisasi dan neoliberalisme dan secara tidak sadar mematikan dirinya sendiri secara perlahan-lahan. Istilah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, misalnya dijelaskan Mubyarto (2002) bukanlah kooptasi dan pengkerdilan usaha mayoritas rakyat Indonesia, tetapi merupakan kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat.
3. CORE COMPETENCIES: JANTUNG ORGANISASI BISNIS
Hamel dan Prahalad (1994) menjelaskan bahwa suatu organisasi perlu memperhatikan keberhasilannya di masa depan sebagai persiapan untuk pengembangan dan kerja sama kompetensi untuk meraih keunggulan produk dan jasa yang baru. Dengan begitu, strategi daya saing pasar masa depan mengharuskan para manajer puncak suatu organisasi untuk menyesuaikan kompetensi inti organisasi dan strategi serta kerja sama pengelolaan sumber daya untuk keberhasilannya.
Mudahnya, kompetensi inti atau core competencies, pertama, dalam jangka pendek memang memiliki sesuatu keunggulan yang dimiliki perusahaan disertai kemampuan produk; kedua, dalam jangka panjang dikembangkan untuk konsolidasi dengan kesamaan visi-misi organisasi yang kuat; ketiga, memerlukan kemampuan dan ketangguhan dari para penggiat organisasinya
4. METODOLOGI PENELITIAN: BEYOND STRUKTURALISM
Pengembangan bisnis koperasi dalam penelitian ini menggunakan metodologi BeyondStrukturalism, diadaptasi dari metodologi Hiperstrukturalisme yang dikembangkan Mulawarman (2006). Beyond Strukturalism memiliki dua tahapan, pertama, pengembangan metodologi, dan kedua, penerapannya berbentuk metode penelitian. Suriasumantri (1985, 328) menjelaskan bahwa metodologi penelitian adalah “pengetahuan tentang metode” yang dipergunakan dalam penelitian. Berdasarkan hal tersebut pengembangan metodologi dalam penelitian ini merupakan proses pendefinisian, penjelasan, dan pembuatan kerangka umum dari metode yang akan digunakan.
4.1. Tahap Pertama: Rumusan Umum Metodologi
Beyond Structuralism dijalankan dengan cara integrasi strukturalisme dan postrukturalisme. Strukturalisme digunakan, pertama, untuk mendalami interkoneksiunsur-unsur pembentuk realitas; kedua, mencari struktur di balik unsur-unsur maupun di balik realitas empiris pembentuk unsur; ketiga, menemukan binary opposition unsur-unsur realitas; dan keempat, menggali substansi unsur-unsur realitas secara sinkronis di lapangan pada rentang waktu yang sama (bukan diakronis/perkembangan antar waktu).
4.2. Tahap Kedua: Bentuk Metode Sebagai Turunan Metodologi
Metode penelitian menggunakan “ekstensi” Strukturalisme dan Postrukturalisme. Ekstensi merupakan perluasan keduanya agar dapat digunakan secara empiris di lapangan. Ekstensi empiris menggunakan metodologi Constructivist Structuralism(Wainwright 2000) versi Bourdieu (1977; 1989).
5. PEMBAHASAN: INTERAKSI REALITAS SINKRONIS-DIAKRONIS
Penelusuran substansi konsep diri koperasi dilakukan secara diakronis, sinkronis dan melakukan sinergi keduanya. Penelusuran diakronis yaitu melakukan pendalaman aspek antropologis pikiran ekonomi koperasi dan penerjemahannya di lapangan masa pra kemerdekaan sampai kemerdekaan (mulai awal proklamasi sampai turunnya Hatta menjadi Wapres). Penelusuran sinkronis yaitu melakukan pendalaman aspek antropologis beberapa aktivitas bisnis berkoperasi masyarakat Indonesia. Sinergi diakronis dan sinkronis dilakukan untuk menemukan titik temu sekaligus substansi konsep koperasi.
5.1. Penelusuran Diakronis Koperasi Masa Awal
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang (Masngudi 1990; Tambunan 2007). Perkembangan koperasi di Indonesia menurut Masngudi (1990) mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja (1896), mendirikan koperasi simpan pinjam. Selanjutnya Boedi Oetomo dan Sarekat Islam menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Perkembangan perkoperasian Indonesia masa itu menyatu dengan kekuatan sosial politik sehingga menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda mengatur dan cenderung menghalangi atau menghambat perkembangan koperasi. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”.
5.3. Sinergi Diakronis-Sinkronis: Menuju Konsep Pemberdayaan Koperasi
Dapat disimpulkan bahwa perkembangan koperasi awal sampai masa kemerdekaan terlihat bahwa habitus masyarakat Indonesia dalam mengembangkan (practice) koperasi (field) didasarkan kepentingan pemberdayaan (capital). Memang perkembangan awal masih bertujuan untuk kepentingan konsumtif dan kebutuhan modal anggotanya (intermediasi). Hal ini dapat dilihat dari koperasi di Purwokerto sampai dibentuknya koperasi oleh Boedi Oetomo, SI, NU, PNI, dan lainnya. Meskipun koperasi intermediasi seperti ini akhirnya tidak berjalan lama. Tetapi setelah berjalan sekitar 20 tahun, gerakan koperasi mulai mengarah kepentingan produktif.
6. Kesimpulan
Konsep kemandirian, kompetensi inti kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail merupakan substansi pengembangan koperasi sesuai realitas masyarakat Indonesia yang unik. Meskipun perkembangannya saat ini banyak tereduksi intervensi kebijakan dan subordinasi usaha besar. Diperlukan kebijakan, regulasi, supporting movement (bukannyaintervention movement), dan strategic positioning (bukannya sub-ordinat positioning) berkenaan menumbuhkan kembali konsep kemandirian, kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail yang komprehensif. Paling penting adalah menyeimbangkan kepentingan pemberdayaan ekononomi koperasi berbasis pada sinergi produktif-intermediasi-retail sesuai Ekonomi Natural model Hatta. Sinergi produktif-intermediasi-retail harus dijalankan dalam koridor kompetensi inti kekeluargaan. Artinya, pengembangan keunggulan perusahaan berkenaan inovasi teknologi dan produk harus dilandasi pada prinsip kekeluargaan. Individualitas anggota koperasi diperlukan tetapi, soliditas organisasi hanya bisa dijalankan ketika interaksi kekeluargaan dikedepankan.
Daftar Pusaka
Arif, Sritua. 1995. Dialektika Hubungan Ekonomi Indonesia dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. KELOLA. No. 10/IV. hal 29-42.
Bourdieu, Pieree. 1977. Outline of A Theory of Practice. Cambridge University Press.
Bourdieu, Pierre. 1989. Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste. Cambridge-MA: Harvard University Press.
Bourdieu, Pierre, Loic JD. Wacquant. 1992. An Invitation to Reflective Sociology. The University of Chicago Press.
Capra, Fritjof. 2003. The Hidden Connections: A Science for Sustainable Living. Flamingo.
Dekopin. 2006. Program Aksi Dekopin. Jakarta.
Hamel, G. and Prahalad, C. K. 1989, Strategic Intent. Harvard Business Rewiew, Vol. 67, No. 3.
Hamel, G. and Prahalad, C. K. 1994. Competing for the Future. Harvard Business School Press
Hatta, Mohammad. 1947. Penundjuk Bagi Rakjat Dalam Hal Ekonomi: Teori dan Praktek. Penerbit Kebangsaan Pustaka Rakjat. Jakarta.
Ismangil, W. Priono. 2006. Menumbuhkan Kewirausahaan Koperasi Melalui Pengembangan Unit Usaha yang Fleksibel dan Independen. Infokop. 29-XXII. Hal 72-76.
Jauhari, Hasan. 2006. Mewujudkan 70.000 Koperasi Berkualitas. Infokop. No 28-XXII. Hal.1-9.
Masngudi. 1990. Penelitian tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia. Badan Penelitian Pengembangan Koperasi. Departemen Koperasi. Jakarta.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun I No. 7. September.
Mubyarto. 2003.Dari Ilmu Berkompetisi ke Ilmu Berkoperasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II. No. 4. Juli.
Mulawarman. 2006. Menyibak Akuntansi Syari’ah. Penerbit Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Mulawarman. 2007. Melampaui Pilihan Keberpihakan: Pada UMKM atau Ekonomi Rakyat?Makalah Seminar Regional Tinjauan Kritis RUU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, oleh Puskopsyah BMT Wonosobo, tanggal 28 Agustus 2007.
Nugroho, Heru. 2001. Negara, Pasar dan Keadilan Sosial. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.
Prahalad, CK. And Gary Hamel. 1990. The Core Competence of the Corporation. Harvard Business Review. May-June. pp 1-12.
Ritzer, G. 2003. Teori Sosial Postmodern. Terjemahan. Kreasi Wacana-Juxtapose. Yogyakarta.
Sarman, Rohmat. 2007. Ekonomi Kerakyatan: Introspeksi eksistensi pembangunan ekonomi? download internet 23 Agustus.
Shutt, Harry. 2005. Runtuhnya Kapitalisme. Terjemahan. Teraju. Jakarta.
Soetrisno, Noer. 2002. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th II No. 5 Agustus.
Soetrisno, Noer. 2003. Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan Indonesia. Jurnal Ekonomi Rakyat.
Stiglitz, Joseph E.. 2006. Dekade Keserakahan : Era 90’an dan Awal Mula Petaka Ekonomi Dunia. Terjemahan. Penerbit Marjin Kiri. Tangerang.
Sularso. 2006. Membangun Koperasi Berkualitas: Pendekatan Substansial. InfokopNomor 28-XXII. Hal 10-18.
Takwin, Bagus. 2005. Proyek Intelektual Pierre Bourdieu: Melacak Asal-usul Masyarakat, Melampaui Opisisi Biner dalam Ilmu Sosial. Kata Pengantar dalam (Habitus x Modal) + Field = Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. Terjemahan. Jalasutra. Jogjakarta.
Tambunan, Tulus. 2007. Prospek Koperasi Pengusaha dan Petani di Indonesia Dalam Tekanan Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Dunia. Hasil Penelitian.Kerjasama Kadin Indonesia dan Pusat Studi Industri & UKM Universitas Trisakti. Jakarta.
Tjokroaminoto, HOS. 1950. Islam dan Socialism. Bulan Bintang. Jakarta.
Wainwright, Steven P. 2000. For Bourdieu in Realist Social Science. Cambridge Realist Workshop 10th Anniversary Reunion Conference. Cambridge, May.
Sumber: http://ajidedim.wordpress.com/2008/02/22/mengembangkan-kompetensi-bisnis-koperasi-kesimpulan-dan-rekomendasi-bagian-kelima/

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 1

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 1

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2EB09:
1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)

Review Jurnal Ekonomi Koperasi
 STUDI PERAN SERTA WANITA DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH DAN KOPERASI

Sumber : http://smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_136.pdf

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1). Menganalisis kemampuan dan partisipasi perempuan dalam mengembangkan Usaha Kecil & Menengah (UKM) & Co-operative 2). Mengidentifikasi mendorong dan faktor penghambat partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Co-operative 3). Memperoleh alternatif lain untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Koperasi. Studi ini diselenggarakan di 5 (lima) propinsi, mereka berada di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, menggunakan perspektif jender survei metode, pengolahan data dengan tabulasi dan analisis data telah dilakukan oleh reflektif-deskriptif. Dari penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa sebagai pelaku UKM, wanita berperan sebagai sebagai pelaku bisnis atau sebagai pemilik, sebagai manajer atau bahkan tenaga kerja. Oleh karena itu wanita kebanyakan keberhasilan dalam berhubungan dengan keuangan, industri kerajinan, dan industri pengolahan. Karena itu, sebagian besar koperasi yang dikelola oleh wanita adalah tabungan dan pinjaman dalam kegiatan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa wanita berhasil dalam UKM & Koperasi pembangunan terlihat dari kinerja beberapa Perempuan Co-Operasi di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, baik ditunjukkan oleh organisasinya aspek yang jumlah dan pertumbuhan dari anggotanya, bekerja kinerja yang adalah nilai dan pertumbuhan modal sendiri, modal eksternal, omset, dan mencapai keuntungan. Volume usaha (VU) atau omset koperasi sampling yang
telah mencapai Rp 2,6 miliar sampai lebih dari Rp 35 miliar per tahun telah memberikan multiplier effect dan juga memiliki peran besar dalam mengembangkan usaha kecil dan mikro di wilayah tersebut, karena sebagian besar koperasi?? perputaran modal kerja pinjaman pada usaha kecil dan mikro. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perempuan cukup berhasil sebagai pelaku atau mengembangkan UKM & Koperasi, yang berhasil disebabkan karena wanita memiliki persaingan, keterampilan, pemasaran, pemanfaatan sumber koperasi, dan self citra aspek itu adalah ketulusan, tanggung jawab, disiplin. Untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Koperasi, maka dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan pelatihan dan pendidikan, praktek kerja, studi membandingkan, dan lain-lain

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketika Indonesia dilanda kritis, pemerintah baru tersadar bahwa usaha besar yang dibangga- banggakan justru sebagian besar bangkrut/gulung tikar dan memberikan beban berat bagi negara dan bangsa, sebaliknya usaha kecil dan koperasi yang selama ini dipandang sebelah mata mampu bertahan,bahkan berkembang.
Hampir setiap hari, semua media melaporkan kondisi krisis ekonomi yang tak kunjung membaik. Tingkat kesehatan perbankan, dan upaya pemulihan sektor riil seolah tak ada hasilnya, PHK dan pengangguran bertambah. Karena krisis suami sebagai kepala rumah tangga menjadi pegangguran tak kentara dan kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, kesehatan tak mungkin dihentikan, memaksa para istri yang semula hanya sebagai ibu rumah tangga mulai berperan di berbagai bidang usaha.
Wanita potensial untuk melakukan berbagai kegiatan produktif yang menghasilkan dan dapat membantu ekonomi keluarga, dan lebih luas lagi ekonomi nasional, apalagi potensi tersebut menyebar di berbagai bidang maupun sektor. Dengan potensi tersebut wanita potensial berperan aktif dalamproses recovery ekonomi yang masih diselimuti berbagai permasalahan ini. Dalam kondisi demikian kajian dengan tema “wanita dan pengembangan usaha”relevan untuk dibicarakan, khususnya dalam upaya menyiasati pemulihan ekonomi serta meningkatkan kemandirian dan kemampuan wanita
1.2 Perumusan Masalah
Wanita memiliki berbagai kelebihan seperti keuletan, etos kerja yang tinggi,juga memiliki kelemahan-kelemahan yang menghambat peran serta dan partisipasinya dalam perekonomian Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian atau studi secara mendalam guna memperoleh gambaran secara persis kemampuan dan peran serta wanita dalam kegiatan pengembangan usaha, yaitu : 1) sampai seberapa jauh kompetensi dan peran wanita dalam berbagai kegiatan atau bidang usaha, 2) kenapa mereka berhasil di suatu jenis usaha tertentu dan kenapa mereka selalu gagal dalam bidang usaha lainnya, 3) sampai sejauh mana wanita memiliki kelebihan dan kelemahan dalam melakukan pengembangan usaha, serta 4) bagaimana kemungkinan pengembangan kemampuan dan peran serta mereka dalam pengembanganusaha kecil, menengah dan koperasi.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :
1) Mengnalisis kemampuan dan peranserta wanita dalam mengembangkan UKMK
2) Mengidentifikasi factor pendorong dan penghambat peranserta wanita dalam pengembangan UKMK
3) Memperoleh alternative peningkatan kemampuan dan peranserta wanita dalam pengembangan UKMK

II. KERANGKA PEMIKIRAN
GBHN 1999 antara lain mengamanatkan perlunya meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan baik di pusat maupun di daerah.
Istilah wiraswasta sebelumnya lebih sering dipakai darpada wirausaha sebagai padanan kata intrepreneur , berasal dari wira berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan, atau pejuang , dan swa berarti sendiri dan ta berarti berdiri, sehingga swasta berarti berdiri diatas kaki sendiri atau berdiri atas kemampuan sendiri. Dengan demikian wiraswasta/wirausaha berarti pejuang yang gagah, luhur, berani dan paantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausaha adalah orang-orang yang memiliki sifat/jiwa kewirausahaan/kewiraswastaan, yaitu berani mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Untuk melihat hasil usahanya dilihat dari kinerja koperasi /UKM, baik kinerja kelembagaan maupun usahanya. Dengan menganggap faktor luar tidak berpengaruh, maka bila pelaku usaha memiliki kompetensi usaha maka kinerja usahanya akan baik. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dicari faktor-faktor dominan atau kelebihan-kelebihan yang kebanyakan dimiliki wanita yang menyebabkan wanita berhasil, dan diidentifikasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki wanita yang biasanya akan menjadi penghambat keberhasilannya, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha. Untuk peningkatan kemampuan wanita diidentifikasi kebutuh peningkatan pengetahuan dan ketrampilannya.

III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi
Studi ini dilaksanakan di lima propinsi yaitu : Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat.
3.2 Metode Penelitian dan Analisis Data
3.2.1 Metode Studi
Tehnik pengumpulan data primer dengan pengamatan dan diskusi, pengmatan langsung di lapang, dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta instansi terkait baik tingkat propinsi maupun kabupaten berupa publikasi, dokumen, laporan kegiatan.
3.2.2 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan cara tabulasi dan analisa data dilakukan secara diskriftif reflektif.
3.3 Ruang Lingkup
Aspek yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah:
- Identifikasi kompetensi wanita dalam pengembangan usaha atau kewirausahaan.
- Identifikasi peran serta wanita dalam berbagai kegiatan usaha dari berbagai sector usaha, kelompok usaha bersama (KUB), koperasi wanita atau koperasi lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita
- Identifikasi kinerja KUB wanita, kegiatan usaha wanita diberbagai jenis usaha, sosiasi usaha, pendampingan usaha, koperasi wanita atau koperasi.
- Identifikasi faktor pendorong dan penghambat peran serta wanita dalam pengembangan kegiatan usaha.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sampel
Kegiatan usaha pokok koperasi sampel adalah simpan pinjam, sedang kegiatan usaha lain yang ditangani antara lain KCK, toko/ waserda, kantin/ catering, wartel/ kiospon, kredit barang dan konveksi. Pengurus Koperasi sample berjumlah 3 sampai 6 orang , 5 Koperasi 5 Koperasi (50%) telah memiliki manager dengan pendidikan SLTA (3 kop: K1, K2 Jabar dan K1 Sulsel), dan S1 (2 Kopwan Jatim).
4.2 Kinerja UKM contoh lima propinsi
Usaha kecil wanita yang menjadi sampel dalam penelitian ini 22 UK yaitu Jatim 2 UK, Jabar 6 UK, Kalbar 3 UK, dua diantaranya adalah KUB, Sulsel 7 UK diantaranya 2 KUB dan Sumbar 4 UK, Kebanyakan UKM contoh telah memulai usahanya sejak t\ahun 1990an atau berumur 5-10 tahun yaitu sebanyak 16 UK, tahun 1980 an atau berumur 15-20 tahun 5 UK dan satu UK telah berumur 30 tahun.
4.3 Keberhasilan dan Kegagalan Wanita Sebagai Pelaku Usaha
Keberhasilan wanita ditunjang dari kelebihan-kelebihan wanita yang merupakan faktor dominan terhadap keberhasilannya sebagai pelaku usaha antara lain telaten, jujur sehingga lebih dipercaya, ulet, sabar, teliti, cermat, serius, tekun, berani mengambil resiko, tangguh, tidak mudah menyerah, memiliki jiwa bisnis atau wira usaha, kemauan keras, semangat, dedikasi dan loyalitas tinggi, terbuka, bekerja dengan ikhlas, selalu menjaga nama baik, tidak egois, disiplin dalam administrasi maupun pengelolaan keuangan.
4.4 Permasalahan Yang Dihadapi dan Kiat Yang Dilakukan Koperasi atau UKM Dalam Pengembangan Usahanya
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi UKM maupun koperasi demikian pula UKMK wanita dapat mempengaruhi kinerjanya. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain kurang modal, lemahnya SDM, kurang sarana/ prasarana, sulitnya akses ke perbankan, kurang menguasai pasar, kurang menguasai penggunaan teknologi,
4.5 Alasan Mengapa Wanita Berkiprah Di Koperasi atau UKM
Alasan atau motivasi wanita melakukan usaha, yaitu untuk menentukan apa yang ingin dicapai,, tujuan apa yang hendak dicapai, serta produk apa yang akan dihasilkan. Banyaknya motivasi wanita melakukan usaha karena ingin mengurangi pengangguran atau menciptakan lapangan usaha, menunjukkan adanya kesadaran dari wanita atas kondisi pengangguran yang semakin meningkat, adanya kesadaran dari wanita untuk menciptakan pekerjaan bukan mencari pekerjaan.
4.6 Pemanfaatan Teknologi Dan Pemikiran Diversifikasi Usaha
Teknologi sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan usaha, baik dalam rangka peningkatan kualitas maupun kuantitas karena dengan teknologi pekerjaan berjalan secara otomatis akan mempersingkat waktu, mungkin bisamenekan biaya, dan meningkatkan kualitas produk.
4.7 Hubungan Kerja Antara Pimpinan/ Pelaku Usaha Dengan Bawahan/Sejawat dan Mitra Usaha
Hubungan kerja pimpinan/ pelaku usaha dengan anak buah/ staf/ manajer atau dengan sejawat seperti dalam koperasi dengan Badan Pengawas hampir seluruhnya menyatakan tidak ada kesulitan. Kendala hubungan dengan mitra usaha kebanyakan yang banyak diperlukan adalah kemitraan dengan BUMN atau BUMS belum jalan, pembayaran tidak tepat waktu, kesulitan dalam penagihan cicilan pada anggota, dan lain sebagainya.
4.8 Kebutuhan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan
Dalam hal peningkatan ketrampilan, yang banyak dibutuhkan oleh pelaku usaha wanita adalah mengenai peningkatan ketrampilan manajerial, memasarkan produk, penggunaan teknologi dan sumber daya masing-masing, kemudian melakukan inovasi sesuai dengan kegiatan usahanya, dan memproduksi barang dan jasa.
4.9 Persepsi Terhadap Citra Diri Dan Kompetensi Pelaku Usaha
Sebagain besar pimpinan atau pelaku usaha kecil dan pengurus koperasi wanita kepemimpinannya bersifat partisipatif yaitu dalam mengambil keputusan meminta pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak buah dan sebagain kecil kepemimpinannya bersifat semi partisipatif yaitu dalam pengambilan keputusan mendengarkan pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak buah meskipun keputusan tetap ditangani pimpinan sendiri.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dalam kegiatan UKM, wanita berperan sebagai pelaku usaha atau sebagai pemilik, sebagai manager ataupun tenaga kerja. Dalam kegiatan koperasi, wanita dapat berperan sebagai anggota, pengurus, pengawas, manager, pembina ataupun pendamping usaha. Peran serta wanita dalam berbagai sektor, namun sesuai dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki wanita. Koperasi contoh yang dikelola wanita, dapat diketegorikan koperasi kecil, sedang, besar dan sangat besar dilihat dari kelembagaan khususnya jumlah anggota dan tenaga kerjanya, kinerja usahanya dan hampir maupun semuanya berjalan cukup baik
Koperasi/UKM sampel masih menghadapi permasalahan-permasalahan dalam mengembangkan usahanya, seperti kurang modal, lemahnya SDM, kurang menguasai teknologi/pasar memperngaruhi kinerja usaha, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut perlu dicarikan pemecahan secara terpadu. Hampir seluruh responden wanita pelaku usaha menyatakan ingin menciptakan lapangan usaha/mengurangi penggangguran sebagai motivasi mengapa berkiprah dalam dunia usaha.
Sebanyak 87,8 % responden wanita pelaku usaha yang menyatakan tidak ada kesulitan dalam menjalin hubungan kerja dengan anak buah, sejawat, ini menunjukkan responden memiliki kemampuan peran sosial yang baik Terdapat kesadaran dan kemauan yang tinggi dari wanita pelaku usaha untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya agar dapat meningkatkan usahanya, baik dalam bentuk pendidikan/pelatihan, studi banding,maupun magang.

5.2 Saran
Untuk mengatasi permasalahan dalam sulitnya akses pada sumber-sumber permodalan, pemerintah diharapkan dapat memberikan kemudahan pada koperasi/UKM memperoleh fasilitas kredit, konsep Modal Awal Padanan (MAP) yang dirintis BPSKPKM yang mudah diakses koperasi/UKM mungkin implementasinya dapat diperluas.
Guna meningkatkan kompetisi pelaku usaha dalam rangka meningkatkan usahanya perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Serta adanya kebutuhan pembinaan manajerial, pelayanan bisnis lainnya untuk memudahkan akses pada sumber permodalan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Laporan Akhir Penelitian Peranan Wanita Dalam Pengembangan Koperasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, 1991-1992;
Hesti, R.Wd. Penelitian Perspektif Gender dalam Analisis Gender Dalam Memahami Persoalan Perempuan, Jurnal Analisis Sosial Edisi IV Nopember 1996;
Hetifah, S. dkk, Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil, Seri Penelitian AKATIGA, Yayasan AKATIGA 1995;
Masykur Wiratmo, Pengantar Kewiraswastaan Kerangka Dasar Memasuki Dunia, BPFE-UGM Yogyakarta, edisi Pertama;
Porter Michael E, “Competitive Advantage””, The Free Press, 1985;
Siagian Salim dan Asfahani, Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat 17-8-1945, Puslatkop. PK Depkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Jakarta;
Sumampaw, S.A. dkk, Ada Bersama Tradisi Seri Usaha Mikro Kecil, Swisscontact dan Limpad, 2000
Sumber : http://smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_136.pdf