ETIKA GOVERNANCE
Governance system
artinya sistem pemerintahan, yaitu dimana secara harfiah sistem merupakan
keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional
antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga
hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika
satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Dan
pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan
dalam menjalankan kesejahteraan negara dan kepentingan negara itu sendiri. Dari
pengertian itu, secara harfiah berarti sistem pemerintahan sebagai bentuk
hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan negara untuk
kepentingan negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
1.
· Presidensial
2.
· Parlementer
3.
· Komunis
4.
· Demokrasi Liberal
5.
· Liberal
6.
· Kapital
Sistem pemerintahan
bertujuan untuk menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum
mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan
politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan
yang kontinue dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil
dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Di dalam dunia bisnis,
perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan
perusahaan merupakan dasar budaya etika. Tindakan dan kata-kata manajemen
puncak harus sejalan dengan tujuan utama perusahaan, dengan memberikan contoh
nyata. Prilaku ini merupakan budaya etika.
Untuk mencapai hal
tersebut, maka perusahaan harus memiliki corporate governance, yaitu proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas
perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Untuk mengimplementasikannya maka dibuatlah suatu kode etik bagi karyawan &
pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di
dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Kode etik ini bertujuan
untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &
pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Di dalm etika kerja
diatur hubungan antar individu baik didalam perusahaan maupun diluar perusahaan
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori
pelanggaran hukum.
2. Budaya Etika
Seperti pada ulasan diatas, untuk mempertahankan dan memajukan reputasi
perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab
serta memaksimalkan nilai pemegang saham, dieperlukan sutau kode etik bagi
karyawan & pimpinan perusahaan. Kode etik ini merupakan salah satu contoh
budaya etika di dalam perusahaan. Dan yang bertugas untuk menerapkan budaya
etika itu tersebut adalah manajemen puncak. Tugas manajemen puncak adalah
memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua
tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga
lapis yaitu :
· Menetapkan credo
perusahaan
Dengan cara membuat
pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, lalu
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan.
· Menetapkan program
etika yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis
pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
· Menetapkan kode etik
perusahaan (setiap perusahaan memiliki kode etik yang berbeda).
Beberapa
nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan
kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen
yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan
dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang
harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain
masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
3. Mengembangkan Etika Struktur Korporasi
Prinsip-prinsip moral etika dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan,
dilaksanakan pada saat membangun entitas korporasi dan menetapkan
sasarannya. Penerapan etika ini diharapkan dapat menjadi panduan atau “hati
nurani” dalam proses bisnis, sehingga dapat menciptakan suatu suasana kegiatan
bisnis yang beretika, yang tidak hanya mengejar keuntungan saja, tetapi juga
peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
4. Kode Perilaku korporasi
Code of Conduct (Pedoman Perilaku) adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan siistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan
terhadap peraturan-perturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis,
dan aktivitas lainnya, serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pelaksanaan Code of Conduct mencerminkan perilaku pelaku bisnisnya, dalam
hal pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam
berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang bertugas
mengawasi pelaksanaan pedoman ini. Dewan Kehormatan terdiri dari Dewan
Komisaris, Direksi, karyawan yang ditunjuk, dan serikat pekerja. Mekanisme
Dewan Kehormatan diatur dalam surat Keputusan Direksi. Dan pedoman Code of
Conduct ini menjadi kewajiban setiap individu untuk menandatangani pernyataan
kepatuhan dan integritas atas pedoman ini, saat terjadinya hubungan perikatan
kerja individu perusahaan serta saat terjadinya revisi terhadap pedoman ini di
masa yang akan datang
5. Evaluasi terhadap Kode Perilaku
Korporasi
a. Pelaporan
Pelanggaran Code of Conduct
·
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of
Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan
Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan
identitas yang jelas dari pelapor.
·
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan
pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan
didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan.
·
Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
b. Sanksi
Atas Pelanggaran Code of Conduct
·
Pemberian sanksi
atas pelanggaran Code of Condut yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh
direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
·
Pemberian sanksi
atas pelanggaran Code of Condut yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris
mengacu sepenuhnya pada Anggaran dasar dan Anggaran rumah tangga perusahaan
serta ketentuan yang berlaku.
·
Pemberian sanksi
dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terjadinya pelanggaran pedoman ini.
6.
Contoh
kasus perusahaan yang menyimpang dari GCG:
JAKARTA. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) lama-lama gerah juga melihat semakin maraknya kasus kejahatan kerah
putih yang melibatkan emiten pasar modal.
Nurhaida,
Ketua Bapepam-LK, mengungkapkan, otoritas pasar modal tengah mempertimbangkan
untuk mengubah aturan Bapepam Nomor IX.i.5 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Tujuan revisi meningkatkan kualitas pengawasan
terhadap emiten pasar modal.
Dalam
beleid tersebut, otoritas mewajibkan setiap emiten memiliki Komite Audit. Itu
adalah komite yang dibawahi oleh dewan komisaris sebuah emiten. Komite itu
bertugas memberikan pendapat ke dewan komisaris terhadap laporan atau segala
hal yang disampaikan direksi kepada dewan komisaris.
Komite
ini juga berperan mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh dewan
komisaris. Sebagai contoh, terkait laporan keuangan dan ketaatan terhadap aturan
perundang-undangan.
Komite
audit juga melaporkan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi kepada dewan
komisaris. Intinya, komite ini bertugas memastikan ketepatan penerapan tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Bapepam-LK
menilai, keberadaan komite ini perlu diperkuat seiring dengan semakin
kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini. Ada beberapa poin revisi, yang
merupakan masukan dari Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI).
Pertama,
persyaratan anggota komite audit. Kanaka Puradireja, Ketua Dewan IKAI
menuturkan, anggota komite audit ke depan harus merupakan anggota organisasi
profesi. "Jika nanti terjadi penyimpangan oleh anggota komite audit,
organisasi profesi yang bertanggung jawab," ujar dia. Misalnya, akuntan
mempertanggungjawabkan profesinya kepada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Kedua,
adalah pembatasan jumlah anggota komite audit, yakni cukup tiga sampai lima
orang saja. Ketiga, "Masa jabatan juga perlu dibatasi agar independensinya
tetap terjaga," imbuh Kanaka.
Etty
Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Informasi,
mengungkapkan, draft revisi ini kemungkinan selesai akhir tahun ini.
Analisis:
Minimnya tata kelola perusahaan yang
baik dapat dilihat dari contoh kasus diatas. Kejahatan kerah putih yang
melibatkan sektor emiten pasar modal tetap terus terjadi. Tindakan pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit saja tidak cukup. Sehingga Ikatan
Komite Audit Indoesia (IKAI) harus merevisi beberapa poin penting dalam
pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.
Oleh karena itu menurut saya kasus
seperti ini harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Sehingga
kejahatan-kejahatan yang diakibatkan oleh minimnya sistem good corporate
governance dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali. Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat menjaga
kestabilan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
sehingga ke ativitasan pasar modal dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Sumber: