Senin, 07 November 2011

LAPORAN KUNJUNGAN KOPERASI


NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)
KOPERASI PEGAWAI NEGERI
MINA UTAMA
BADAN HUKUM
Nomor : 791/B.H/I TANGGAL 7 JUNI 1969
DENGAN AKTA PERUBAHAN
NOMOR 09/PAD/KDK.9.4/IV/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001
LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN PENGAWAS
TAHUN BUKU 2010
UNTUK DIBAHAS DALAM
RAPAT ANGGOTA TAHUNAN (RAT) KE 46
TANGGAL 19 APRIL 2011
JAKARTA
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI
JLN. HARSONO RM NO.3 RAGUNAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN
JLN. MEDAN MERDEKA TIMUR NO.16 GAMBIR JAKARTA PUSAT
LAPORAN
PERTANGGUNGJAWABAN PENGAWAS
TAHUN BUKU 2010
1. PENDAHULUAN
1.1 Pandangan Umum
Sesuai dengan Anggaran Dasar KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa dalam setiap akhir tahun kegiatannya sudah merupakan kewajiban bagi pengurus maupun pengawas untuk melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT), tahun ini merupakan RAT ke 46 Tahun Buku 2010, semua pengurus dan pengawas membuat laporan pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun buku 2010. Selama periode kegiatan Tahun Buku 2010, kegiatan aktifitas anggota cukup baik, hal tersebut terlihat pada Tahun Buku 2010 pendapatan secara komulatif pada KPN Mina Utama Kementerian dan Kelautan dan Perikanan masih bisa mencapai target, walau secara parsial berdasarkan pos – pos pendapatan ada beberapa pos yang pencapaiannya masih dibawah dari target.
Berdasarkan hasil pengamatan pengawas, kegiatan usaha simpan pinjam anggota, pertokoan dan sewa lahan / kantin, sudah menunjukkan kemajuan cukup pesat, kami juga berharap partisipasi anggota lain yang belum aktif. Dengan kepindahan toko OMI Mina Utama dari lantai 14 Gedung Mina Bahari II ke gedung baru Mina Bahari III B1, setiap bulan aktifitas anggota terus meningkat, hal tersebut terlihat omzet pertokoan meningkat 10,61%. Selain itu pelayanan penjualan barang sudah menggunakan sistem online, dengan demikian semua aktifitas penjualan sudah tercatat di masing-masing data anggota, diharapkan anggota KPN Mina Utama Kementrian Kelautan dan Perikanan dapat berpartisipasi dan atau bekerjasama untuk meningkatkan pendapatannya, melalui pengelola. Perlu disampaikan, sampai dengan saat ini KPN Mina Utama masih mengelola kegiatan di area Kementerian Pertanian Jl Harsono RM No 3 Ragunan.
1.2 METODE PENGAWASAN
Untuk mecapai hasil yang optimal dari KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan pengawasan secara rutin terhadap semua bidang usaha baik secara regular (periodic) maupun secara mendadak ( On the spot). Adapun kegiatan pengawasan itu dimulai dari bidang administrasi perkantoran, administrasi keuangan sampai juga prosedur penyusunan laporan. Sedangkan sistem pengawasan yang digunakan disini adalah pengawasan yang bersifat :
1. pengawasan yang dilakukan dari kalangan organisasi / koperasi sendiri dan tidak berdasarkan jenjang hirarki
2. preventif dan represif : yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya pengeluaran terutama untuk kegiatan – kegiatan yang bersifat yang menyangkut biaya yang besar dan terjadinya pengeluaran dengan memeriksa pembukuan, dan bukti – bukti pengeluaran
3. dekat, yaitu pengawasan yang dilakukan atas dasar surat-surat pertanggungjawaban seperti bukti – bukti pengeluaran dan penerimaan dan secara langsung dilapangan/ ditempat dengan melihat apa saja yang diperjual belikan oleh koperasi.
4. Menurut teknik anggaran, yaitu pengawasan yang dilakukan terhadap surat bukti atas dasar prinsip-prinsip ekonomi, apakah pengeluaran yang dilakukan sudah sesuai dengan yang ditetapkan dalam anggaran.
Adapun waktu pengawasan yang dilakukan oleh pengawas adalah :
• Pemeriksaan regular ( bulanan atau triwulan)
Pemeriksaan ini dilaksanakan untuk melakukan verifikasi terhadap pemukuan yang disusun oleh petugas bagian pembukuan koperasi setiap akhir bulan maupun 3 bulan / triwulan.
Dalam hal – hal yang dipandang perlu pengawasan memberikan saran secara langsung kepada petugas pelaksanaan yang selanjutnya menyampaikan hasil pengawasan kepada pengurus.
• Pengawasan mendadak (wasdak)
Pengawasan dapat dilakukan secara mendadak / tanpa pemberitahuan kepada pelaksana, hal – hal ini dilakukan kalau dianggap sangat mendesak dan terdapat hal-hal yang menjadi masalah dilokasi, obyek dari pengawasan ini dapat saja bersifat parsial sesuai dengan relevansi dan urgensi permasalahannya.
• Pengawasan tahunan ( pengawasan menyeluruh )
Setiap akhir tahun buku, melakukan pengawasan secara umum yang sifatnya menilai kinerja organisasi yang meliputi pemeriksaan organisasi manajemen, pemeriksaan keuangan, kekayaan (asset) termasuk juga analisis laporan keuangan. Laporan ini selanjutnya akan disampaikan pada Rapat Anggota Tahunan ( RAT).
II. HASIL PENGAWASAN
1. Pengawasan Terhadap Organisasi dan Manajemen
Organisasi dan Manajemen KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun buku 2010 semua kegiatan telah dilaksanakan dan dikembangkan dengan baik dan berdasarkan pada Erika bisnis usaha perkoperasian.
2. Susunan Organisasi Koperasi Pegawai Negeri Mina Utama Kementerian dan Kelautan dan Perikanan terdiri dari :
a. Pelindung dan Penasehar (bersifat Ex Officio)
Pelindung : Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan
Penasehat : Pejabat Lingkup Eselon I Kementerian Kelautan dan Perikanan
b. Susunan Pengawas :
Ketua pengawas : Dra. Listya Inderasarim, MM
Sekretaris : Ir. Kosasih, MSi
Anggota : Ir. A. Maringgi
c. Pengurus KPN Mina Utama ( dipilih oleh RAT) pengurus masa bhaktinya 3 tahun. Susunan pengurus periode 2008 – 2010 terdiri dari :
Ketua Umum : Ir. M Rahmat Ibrahhim, M Aq
Ketua I : Ir. Mulyoto
Ketua II : Ir. Endroyono
Sekretaris I : Drs. Norfatrik Nezda
Sekretaris II : Ir. Bambang Ariadi
Bendahara I : Ir. Nirna Nirmalasari
Bendahara II : Ir. Rachma Farida
d. Pengelola
Pengurus sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana organisasi sebagai pelaksana organisasi, kegiatan sehari – hari dibantu dan dipercayakan kepada pengelola yang terdiri dari Manager, petugas pembukuan, tata usaha dan karyawan koperasi
Susunan pengelola Koperasi
No Nama Jabatan Keterangan
1. A. Soelaeman Manager Koperasi Mina Utama ( Gambir dan Ragunan )
2. Syarifah Pembukuan Koperasi Mina Utama ( Ragunan dan Gambir )
3. Robiatul Adawiyah Tata usaha dan pinjaman anggota Koperasi Mina Utama ( Ragunan dan Gambir )
4. Susanti lina wahyuni Kasir OMI dan pendataan anggota Koperasi Mina Utama ( KKP Gambir)
5. Firli widyasari Pendataan anggota, penagihan photocopy dan ikan olahan Koperasi Mina Utama ( Ragunan)
6. Endi hardiman Coordinator OMI waralaba dan simpanan anggota dan pinjaman Koperasi Mina Utama ( Gambir )
7. Yusron Fahrul R Urusan pinjaman bank pengadaan barang2 toko dan usaha konsinyasi Koperasi Mina Utama ( Ragunan dan Gambir )
8. - ridu nurlan
- nurhadi
- budiyanto Pertokoan ( OMI ) Koperasi Mina Utama ( Gambir )
9. - Siti muhrijah
- endro Pertokoan Koperasi Mina Utama ( Ragunan)
10. Sutriany Kasir dan penagihan photocopy ( gambir dan ragunan) Koperasi Mina Utama ( Ragunan)
11. Bardi Pendataan pinjaman, anggota baru dan tagihan bulanan Koperasi Mina Utama ( Ragunan dan Gambir )
12. Sugiarto Menjaga kebersihan kantin dan took Koperasi Mina Utama ( Ragunan)
v Keanggotaan
Dalam tahun buku 2010, anggota KPN Mina Utama berjumlah 1.833 orang atau naik 2.17% jika dibandingkan dengan tahun buku 2009
Tabel – 1 jumlah anggota KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009 – 2010
No Instansi Tahun 2009 Tahun 2010
1. Perikanan tangkap 400 379
2. Perikanan budidaya 398 388
3 Secretariat jenderal 236 265
4 Inspektorat jenderal 106 110
5 KP3K 157 167
6 P2HP 168 179
7 P2SDKP 105 108
8 BRKP 29 29
9 BPSDM 118 124
10 KOPERASI 11 15
11 Puskita 17 15
12 Pusdatin 27 33
13 Pusat karantina ikan 22 21
Jumlah 1.794 1833
ü Partisipasi Anggota
Partisipasi anggota pada tahun buku 2010 mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukan melalui partisipasi anggota dalam kegiatan unit simpan pinjam ( USP ). KPN Mina Utama juga melakukan pemotongan gaji pada anggota yaitu simpanan wajib oleh bendahara gaji. Perkembangan jenis simpanan pada KPN Mina Utama 2 tahun terkahir dapat dilihat pada table 2 .
Table 2 data simpanan anggota KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2009 – 2010
No Jenis simpanan Tahun 2009 Tahun 2010
1 Simpanan pokok 30.260.000,- 31.865.000,-
2 Simpanan wajib 2.968.480.000,- 3.954.328.090,-
3 Simpanan sukarela 198.659.271,- 170.420.055,-
Jumlah 3.197.399.271,- 4.156.613.145,-
ü Pendidikan
Dalam rangka peningkatan pelayanan KPN Mina Utama kepada anggota, yang berkaitan dengan pembinaan dan pemberdayaan SDM, KPN Mina Utama Kelautan dan Perikanan telah melaksanakan kegiatan yang sifatnya mengikutsertakan maupun menyelenggarakan pendidikan yaitu :
- Pendidikan anggota cerdik sehari mengenal perkoperasian
- Pendidikan berhubungan dengan koperasi perpajakan dan akuntansi
- Memberikan pelatihan bagi anggota dalam perkoperasian
ü Kegiatan sosial
Salah satu komitmen KPN Mina Utama adalah memberi kesejahteraan kepada para anggota melalui kegiatan usaha / ekonomi.
ü Administrasi dan pembukuan
Berdasarkan prosedur standar operasional dan khususnya terhadap administrasi keuangan (pembukuan), maka dapat dikatakan bahwa KPN Mina Utama telah mengikuti tata cara akuntansi perkoperasian dan sudah menerapkan prinsip akuntansi Indonesia ( PAI )
2. PENGAWASAN BUDANG USAHA
ü Bidang pendapatan ( revenue )
Realisasi kegiatan usaha komulatif dalam tahun buku 2010 sebagai berikut :
Table 4. realisasi kegiatan usaha komulatif KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun buku 2009 – 2010
no Uraian Tahun buku 2009 Tahun buku 2010
1. Pendapatan 932.329.206,- 861.288.302,-
2 Biaya 661.749.444,- 554.117.170,-
3 Sisa hasil usaha 270.579.762,- 307.171.132,-
Perkembangan pendapatan usaha KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan selama kurun waktu 2 tahun :
No Jenis kegiatan usaha Tahun buku 2009 Tahun buku 2010
1 Unit simpan pinjam 478.694.349,- 494.736.395,-
2 Kendaraan roda dua dan elektronik 40.629.752,- 23.764.450,-
3 Pertokoan 155.055.062,- 171.506.004,-
4 Kerjasama usaha 92.600.000,- 8.600.000,-
5 Fotokopi 49.463.555,- 42.111.025,-
6 Asuransi 2.688.537,- 2.225.380,-
7 Sewa kantin 55.987.500,- 73.118.500,-
8 Ikan olahan dan beku 40.966.613,- 30.678.030,-
9 Lain lain 6.105.224,- 7.886.322,-
10 Giro 638.614,- 1.121.877,-
11 Perumahan 5.000.000,-
12 SHU PKPRI 4.500.000,- 5.540.319,-
Secara lebih rinci perubahan prestai berdasarkan jenis kegiatan usaha dapat kami laporkan penelaahannya sebagai berikut :
1. jenis usaha yang mengalami penigkatan :
a) simpan pinjam
target sebesar Rp. 400.000.000,-
realisasi Rp. 494.736.395,-
sehingga terdapat kelebihan sebesar Rp. 94.736.395,- atau meningkat 1.24% diatas target. Jika dibandingkan dengan pendapatan tahu 2009, terjadi peningkatan sebesar Rp. 16.042.046,-
b) kendaraan roda 2 dan elektronik
target sebesar Rp. 20.000.000,-
realisasi Rp. 23.764.450,-
sehingga terdapat kelebihan sebesar Rp. 3.764.450,- atau meningkat 1.19% diatas target.
c) Pertokoan
target sebesar Rp. 150.000.000,-
realisasi Rp. 171.506.004,-
sehingga terdapat kelebihan sebesar Rp 21.506.004,- atau meningkat 1.14% diatas target. Jika dibandingkan dengan pendapatan tahun 2009, terjadi peningkatan sebesar Rp. 16.450.942,-
d) Sewa kantin
target sebesar Rp. 50.000.000,-
realisasi Rp. 73.118.500,-
sehingga terdapat kelebihan sebesar Rp 23.118.500,- atau meningkat 1.46% diatas target. Jika dibandingkan dengan pendapatan tahun 2009, sehingga terjadi peningkatan sebesar Rp. 17.131.000,-
e) Fotocopy
target sebesar Rp. 40.000.000,-
realisasi Rp. 42.111.025,-
sehingga terdapat kelebihan sebesar Rp 2.111.025,- atau meningkat 1.05% diatas target. Jika dibandingkan dengan pendapatan tahun 2009, sehingga terjadi peningkatan sebesar Rp. 7.352.530,-
ü Bidang keuangan
Kondisi keuangan KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan perikanan dapat kita lihat laporan keuangan, yaitu neraca per 31 desember 2010 dan laporan rugi/laba ( SHU ) per 30 desember 2010 sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 dan lampiran 2.
A. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN ORGANISASI MANAJEMEN
Untuk mengetahui performance / kinerja kegiatan KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun buku 2010 perlu dilakukan pengkajian analisis terhadap laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) sebagai berikut :
3.1 Analisis terhadap pertumbuhan aktiva, kewajiban dan equitas
3.1.1. petumbuhan aktiva
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan kekayaan yang dimiliki oleh koperasi Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan selama periode tahun buku 2010, dimana jumlah aktiva pada tanggal 31 desember 2010 sebesar Rp. 7.982.625.313,- mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.654.714.523,- atau 1,26% jika dibandingkan dengan posisi pada tanggal 31 desember 2009
3.1.2. kewajiban
Tingkat perkembangan kewajibannya yang harus dipenuhi oleh KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam periode tahun buku 2010, dimana kewajiban yang harus dipenuhi sebesar Rp. 2.285.749.797,- atau naik 1,34% jika dibandingkan dengan kewajiban yang harus dipenuhi pada tahun buku 2009. Terjadi peningkatan, atas kewajiban ini disebabkan karena pengajuan kredit pinjaman anggota melalui bank.
B. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. kesimpulan
Berdasarkan kegiatan-kegiatan KPN Mina Utama tersebut diatas maka dengan kesimpulan sebagai berikut :
Ø Kegiatan usaha KPN yang dilakukan diluar koperasi, mendapat kendala sehingga ada usaha yang mengalami kemunduran, bahkan ada yang menghentikan kegiatannya. Namun kementerian kelautan dan perikanan masih mampu memperoleh keuntungan meskipun dibawah target yang telah ditetapkan yaitu hanya mencapai 120,25%. Jika dibandingkan dengan tahun 2009, peningkatan tingkat keuntungannya hanya 113,49%
Ø Menyadari semakin menurunnya tingkat pendapatan yang diperbolehkan ternyata pengurus dengan penuh kesadarannya telah melakukan usaha efisiensi terutama dibidang pengeluaran. Tingkat efisien yang dilakukan sebesar 16,26%.
Ø Sampai saat ini pengurus tetap konsisten terhadap tugasnya untuk memberikan kesejahteraan bagi anggotanya, antara lain dengan tetap memberikan subsidi sembako.
Ø Keberhasilan yang telah dicapai oleh pengurus tidak lepas dari dukungan SDM yang dimiliki dan partisipasi anggota KPN Mina Utama.
Ø Dari keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai masih ada kekurangan antara lain, belum optimalnya pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik itu anggota maupun non anggota sehingga pengurus masih perlu memberdayakan kemampuan yang dimiliki untuk menggali potensi yang ada. Tingkat kesadaran berbelanja anggota juga dirasakan belum optimal terutama dibidang partisipasi aktif untuk memajukan koperasi.
Ø Pengurus telah melakukan kewajiban KPN Mina Utama yang didukung oleh pengelola yang dalam hal ini di koordinir oleh manajer sudah cukup baik, dimana antara pengurus dan manajer sudah pro aktif dimana pada tahun 2010 ini sudah berusaha telah mengelola ballroom gedung Mina Bahari III serta kantin yang ada di B1, dan hal ini telah mendapat tanggapan penting dari sekjen Kementerian kelautan dan perikanan. Selain itu juga usaha perikanan tangkap tentang usaha pengurus dan pengelola juga berusaha agar dapat mengelola kapal – kapal penagkapan ikan.
Secara garis besar usaha yang dilakukan sudah baik walaupun belum didukung seratus persen. Dalam hal ini tentunya harus didukung oleh seluruh anggota, karena koperasi Mina Utama ini dari anggota untunk anggota, begitu juga hasil usahanya.
4.2. saran – saran
Melalui laporan ini pengawas menyarankan beberapa hal untuk kemajuan KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai berikut :
i. Pembinaan anggota
Meningkatkan kesadaran anggota terhadap KPN Mina Utama maka perlu adanya pembinaan dalam bentuk komunikasi 2 arah sehingga mengurangi adanya kesenjangan informasi antara pengurus dengan anggota.
ii. Pembinaan organisasi koperasi
Meningkatkan dan melaksanakan tata hubungan kerja yang lebih baik dan lebih efisien, antara lain memberdayakan organisasi pengurus yang ada sehingga terciptanya senerji yang positif.
iii. Kegiatan pendidikan
Menambah pengetahuan bagi para anggota koperasi tentang perkoperasian kewirausahaan agar koperasi tetap melakukan pembinaan melalui pelatihan dan keterampilan .
iv. Kegiatan usaha
1) Meningkatkan kegiatan pelayanan kepada para anggota dan bukan anggota terutama dalam kegiatan niaga/pertokoan .
2) Pengelola dan karyawan koperasi perlu lebih proaktif dengan menyebarkan daftar barang / promosi beserta harga.
3) Apabila pendapatan koperasi melebihi target, para petugas perlu diberi insentif bonus diluar SHU sesuai dengan prestasi kerjanya.
4) Kerjasama dengan pihak ketiga perlu ditingkatkan dengan dilakukannya penambahan jenis dan jumlah usaha.
v. Administrasi /keuangan
a. Setiap anggota atau non anggota belanja secara tunai maupun kredit agar dibuatkan faktur pembeliannya.
b. Berdasarkan hasil evaluasi pengurus dan pengawas perlu ada pembinaan lebih intensif atau study banding terhadap kasir dan petugas toko.
C. RENCANA KERJA PENGAWASAN TAHUN 2011
Kegiatan pengawasan secara umum dibagi 2 kegiatan pokok, yaitu yang mencakup masalah kegiatan pengawasan dan biaya pengawasan
o Rencana pengawasan
Dalam melakukan kegiatan pengawasan pada tahun buku 2011 pengawas akan melaksanakan kegiatan pengawasan bedasarkan jangka waktu sebagai berikut :
i. Rencana pengawasan bulanan
Bertujuan untuk mengecek posisi administrasi dan keuangan KPN Mina Utama kementerian kelautan dan perikanan, selanjutnya hasil laporan keuangan verivikasi dan disahkan oleh pengawas dan petugas pembukuan.
ii. Rencana pengawasan triwulan
Evaluasi kinerja KPN Mina Utama dalam 3 bulan, hasil evaluasi akan disampaikan kepada pengurus baik secara lisan dan tertulis.
iii. Rencana pengawasan mendadak
Untuk mengetahui kondisi kegiatan koperasi sesuai dengan keperluan yang dianggap mendesak.
iv. Rencana pengawasan akhir tahun buku
Untuk memberikan laporan kepada rapat anggota tahunan mengenai pertanggungjawaban kegiatan koperasi Mina Utama kementerian kelautan dan perikanan
o Rencana pembiayaan
Pada dasarnya kegiatan pengawasan tidak memerlukan biaya , apabila ada biaya harus dikeluarkan hanya sekedar untuk biaya rapat intern yang besarnya sesuai dengan standar ang telah disusun oleh pengurus dan pos anggaranya telah tertuang dalam RAB pengurus. Adapun jenis – jenis kegiatan rapat yang akan direncanakan adalah :
1. rapat persiapan
2. rapat triwulan
3. rapat insidentil
4. rapat evaluasi
PENUTUP
Demikianlah laporan pertanggungjawaban pengawas dan rencana kerja ( RK ) pengawas KPN Mina Utama Kementerian kelautan dan perikanan. Tentang hasil pemeriksaan tahun buk 2010, kami berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk bahan pengambilan keputusan dan usaha pengembangan KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran tugas pengawas pada tahun buku 2010 ini, dan juga kami sampaikan permintaan maaf apabila dalam melaksanakan tugas ada hal-hal yang kurang berkenan.
Akhirnya, kepada seluruh anggota melalui siding Rapat Anggota Tahun ke 46 tahun buku 2010 kami mengharapkan penilaian atas pelaksanaan tugas yang telah dipercayakan kepada kami untuk mengawasi jalannya KPN Mina Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam tahun buku 2010.
Jakarta, 19 april 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 10

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)

STUDI KASUS
EFEKTIFITAS KEBIJAKAN DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS
DI PROPINSI SUMATERA BARAT
Rusdin Tambunan*

Abstrak
The aim of study is to analyze the effective of fertilizes distribution and rice levying
policies, and to analyze the impact of the policies change to the rice available and the cooperation
supporting power in supporting food securities. The result of study show
government policy that give full authority to the private sectors to distributed the fertilize
and levying the rice is not effective guarantee availability fertilize in farmer’s level and
degrading the use of fertilize and rice production of the farmers. It is threaten the
securities of domestic food. Taking an policy that take back the co-operation in distribution
fertilize and levying of rice are able to improve use fertilize, rice production, and the
farmer earnings, and also improve the rice production capacities of the co-operation,
volume of business, SHU and productivity indicator’s co-operation. This condition
guarantee securities of domestic food.
Kata kunci : The policy of distribution fertilizes and rice levying, effective, econometrics
simulation.

I. PENDAHULUAN
Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki
kepentingan relatif homogen, mau bersatu dalam suatu wadah untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha
yang cukup strategis bagi anggotanya, dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang
pada gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian
misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong
peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan. Selama era tahun 1980-an,
koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang
diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi
produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal
penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan, RMU
sampai dengan pemasaran gabah atau beras.
Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring dengan
berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, kondisi tersebut membawa
konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan. Secara konseptual liberalisasi
ekonomi dengan menyerahkan kendali roda perekonomian kepada mekanisme pasar,
yang belum tentu secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau
kecil. Kondisi yang demikian berlangsung juga di sektor pangan, terutama
diperkirakan karena belum tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam
mengantisipasi perubahan yang terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam
pengadaan pangan dan penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket
skim kredit pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit
*) Kasubid. Kelembagaan Koperasi dan Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
2
pupuk bersubsidi maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada
mekanisme pasar. Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan pertanian
dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah apabila
terdapat pengamat yang menyatakan, bahwa pemerintah tidak lagi memiliki konsep
dan program pembangunan koperasi yang secara jelas memposisikan koperasi dalam
mendukung ketahanan pangan nasional.
Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang
menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000) terjadi
penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM, 2003). Fakta
ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam bidang pangan,
meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi model-model pelayanan
dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra
pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir (tahun
2001–2003), terdapat kesenjangan antara produksi padi dengan kebutuhan konsumsi
yang harus ditanggulangi dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam
negeri dewasa ini menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius.
Perubahan kebijakan pemerintah dalam distribusi pupuk dan pengadaan beras
memberikan dampak serius bagi ketahanan pangan nasional. Kepmen Perindag
Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/
KUD menyalurkan pupuk kepada petani. Dampak kebijakan ini adalah petani mudah
memperoleh pupuk, tepat waktu, dan harga terjangkau (memenuhi Prinsip 6 Tepat).
Kini kebijakan tersebut telah berubah menjadi Kepmen Perindag Nomor :
356/MPP/KEP/5/2004 yang membebaskan penyaluran pupuk dilakukan baik oleh
swasta maupun koperasi/KUD. Dampak perubahan kebijakan ini, menimbulkan
permasalahan baru lagi bagi petani yaitu terjadinya kelangkaan persediaan pupuk
bagi petani, harga pupuk lebih tinggi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET),
kecenderungan monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, yang dengan sendirinya
peran koperasi/KUD dalam penyaluran pupuk menurun. Penurunan peran koperasi
terlihat dari hanya 40 % atau 930 unit dari 2.335 KUD (saat koperasi/KUD memiliki
kewenangan penuh) terlibat dalam tataniaga pupuk. Dalam kenyataannya jumlah
inipun sulit teridentifikasi.
Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi dari
8.427 koperasi sebelum krisis (tahun 1997) menjadi 7.150 koperasi setelah krisis
(tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalam menunjang
ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003). Padahal koperasi selama
ini telah memiliki sejumlah fasilitas penunjang (gudang, lantai jemur, RMU, dan
lain-lain) yang mendukung pengadaan produksi gabah/beras, dan koperasi mewadahi
sejumlah besar petani padi. Akumulasi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk dengan
penurunan peran koperasi berdampak serius bagi peningkatan produksi gabah/beras
petani, dan mengindikasikan bahwa kemampuan ketahanan pangan dari sisi
penawaran (supply side) melemah. Kekurangan produksi gabah/beras di dalam negeri
selanjutnya akan dijadikan alasan untuk membuka impor beras meskipun kita tahu
bahwa hal ini mengancam dan merugikan para petani.
Pada pengadaan gabah/beras dan penyalurannya kepada konsumen, kini tidak
ada lagi skim kredit bagi koperasi untuk pembiayaan usaha pembelian dan pemasaran
pangan. Juga sesuai Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres Nomor 9 tahun 2002
tentang kebijakan perberasan, maka koperasi tidak berfungsi lagi sebagai pelaksana
tunggal pembelian gabah. Harga dasar pembelian gabah/beras petani hanya
3
ditetapkan oleh Bulog. Disini terdapat dua konsekuensi penting yaitu petani harus
memasuki mekanisme pasar, dan mereka harus menjamin kualitas gabah/beras yang
ditetapkan Perum Bulog. Petani diduga memiliki bargaining position yang lemah
dan karena itu akan sangat merugikan mereka dalam hal stabilitas produksinya,
tingkat pendapatannya, dan harga yang wajar diterima terutama pada waktu panen
raya.
Dalam kondisi mekanisme pasar yang belum menjamin posisi petani, dan
bahkan belum tentu juga menjamin ketersediaan pangan nasional, koperasi hadir
mengangkat posisi petani dan dapat menjamin ketersediaan pangan nasional.
Koperasi yang selama ini sudah eksis sebenarnya memiliki peran mendasar dalam
penguatan ekonomi petani yakni melalui penjaminan ketersediaan pupuk dan harga
terjangkau bagi petani, penanganan dan pengolahan gabah petani di saat surplus
maupun defisit produksi, penjaminan nilai tukar dan income petani, membuka
berbagai akses teknologi, informasi, pasar, dan bisnis kepada petani. Dalam tujuan
ketahanan pangan, koperasi telah mengembangkan beberapa model pengamanan
persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra
pengolahan padi. Model-model ini berperan menjamin persediaan gabah/beras baik
di daerah sentra produksi maupun daerah defisit pangan dan sekaligus mengurangi
ketergantungan terhadap impor beras yang sebenarnya secara substansial mengancam
ketahanan nasional. Karena itu bagaimana memerankan koperasi sebagai lembaga
ekonomi petani dan penguatan agribisnis di dalam perekonomian pasar sangatlah
diperlukan.
Sesuai dengan permasalahan di atas, kajian ini bertujuan untuk : (1)
Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai
perubahan kebijakan pemerintah dimaksud; (2) Menganalisis dampak perubahan
kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras dan daya dukung koperasi dalam
menunjang ketahanan pangan. Sejalan dengan tujuan kajian, maka ruang lingkup
kajian mencakup beberapa aspek antara lain : (1) Distribusi pupuk dari produsen
hingga ke konsumen sesuai perubahan kebijakan yang ada; (2) Pelayanan koperasi
dalam kegiatan pengadaan gabah/beras petani; dan (3) Kinerja kelembagaan koperasi
dalam ketahanan pangan nasional.
 
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam rangka
pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas, mandiri,
dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diwujudkan ketersediaan pangan
yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh
wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Dewan Ketahanan
Pangan, 2002).
Ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996, diartikan
sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata
dan terjangkau. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
/atau pembuatan makanan atau minuman.
4
Beras hingga kini masih merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi
masyarakat Indonesia dan merupakan komoditi strategis bagi pembangunan nasional.
Pengalaman pada periode-periode awal pembangunan di tanah air menunjukkan
bahwa kekurangan beras sangat mempengaruhi kestabilan pembangunan nasional.
Bahkan hingga kini, bukan saja pada tingkat nasional, daerah, dan rumahtangga
tetapi juga tingkat internasional dimana terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan
akibat kekurangan persediaan pangan beras.
Dalam rangka menghindari dan sekaligus mengatasi akibat kekurangan bahan
pangan terutama beras, tidaklah mengherankan jika pemerintah mengambil langkahlangkah
kebijakan dengan melibatkan sejumlah besar Departemen dan instansi
pemerintah untuk ketersediaan dan mendorong ketahanan pangan di Dalam Negeri.
Departemen Koperasi adalah salah satu departemen yang sejak lama telah ditugaskan
untuk menangani dan menyeleggarakan persediaan pangan khususnya beras bagi
masyarakat. Dengan tanggung jawab ini dan disertai dukungan pemeritah,
Departemen Koperasi telah menumbuh-kembangkan kegiatan usaha dan bisnis
koperasi di tengah masyarakat. Usaha koperasi yang sudah berjalan, telah
menjangkau berbagai kegiatan usaha golongan ekonomi lemah dan telah berkembang
luas ke berbagai pelosok Tanah Air.
Sejumlah fakta menunjukkan bahwa keberadaan organisasi koperasi di sektor
pertanian diakui atau tidak sangat membantu petani dalam proses produksi pangan
baik padi maupun palawija. Keberhasilan program Bimas dan Inmas di masa lalu
tidak terlepas dari peranserta koperasi/KUD sejak dari penyediaan prasarana dan
sarana produksi sampai dengan pengolahan hingga pemasaran produk.
Meskipun demikian kini terjadi perubahan seiring berlangsungnya era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Untuk lebih mendorong dan mempercepat
pencapaian ketahanan pangan, pemerintah kini telah mengeluarkan sejumlah
kebijakan untuk penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Pengambilan kebijakan ini
dianggap perlu untuk mempermudah ketersediaan pupuk di lokasi petani dan
penggunaannya dengan harga terjangkau, serta pengadaan gabah/beras yang
menjamin persediaan Dalam Negeri. Diharapkan dengan kebijakan ini petani dapat
meningkatkan produksi gabah mereka yang berarti pada satu sisi menjamin
persediaan gabah/beras di dalam Negeri dan pada sisi lain meningkatkan income
mereka. Sementara di sisi pengadaan, dengan kewenangan luas yang diberikan
kepada beberapa lembaga untuk terlibat dalam pengadaan pangan akan menjamin
stabilitas persediaan Dalam Negeri, antara lain Departemen Pertanian dan Perum
Bulog.
Secara umum, tujuan kebijakan yang diambil adalah baik, tetapi beberapa
konsekuensi kini mulai muncul. Sebagai contoh, kebijakan penyaluran pupuk
(Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004) memberikan kewenangan pada
pihak-pihak swasta dan koperasi/KUD sebagai penyalur/pengecer pupuk ke
konsumen. Berbeda dengan kebijakan sebelumnya (Kepmen Perindag Nomor :
378/MPP/KEP/8/1998), kebijakan baru ini tidak lagi memberikan kewenangan penuh
kepada koperasi/KUD untuk menyalurkan pupuk, yang berarti peran koperasi/KUD
dalam penyaluran pupuk kini menurun.
Perubahan kebijakan ini memiliki konsekuensi dalam jangka pendek
mengganggu sistem distribusi pupuk yang selanjutnya mengganggu ketersediaan
pupuk bagi para petani. Kekurangan ketersediaan pupuk akan mengganggu produksi
5
gabah petani. Kekurangan ketersediaan pupuk dan penurunan produksi gabah
merupakan dua aspek yang saling mengikat. Karena itu kekurangan pupuk sudah
tentu mengancam produksi petani, dan selanjutnya kekurangan beras mengancam
ketahanan pangan yang akan berlanjut pada akibat kerawanan sosial. Penurunan
produksi petani berarti juga penurunan pendapatan mereka dan menunjukkan bahwa
tingkat kesejahteraan petani menurun. Secara nasional, penurunan produksi beras di
satu sisi dan peningkatan permintaan beras di sisi lain akan membuka kran impor.
Dalam jangka pendek impor beras berguna mengatasi kekurangan persediaan dalam
negeri, tetapi dalam jangka panjang menguras sumberdaya domestik (menguras
devisa) dan melemahkan stabilitas nasional.
Konsekuensi perubahan kebijakan yang mengganggu sistem distribusi pupuk
akan terlihat pada ketidaklancaran distribusi pupuk itu sendiri. Pemberian kebebasan
kepada berbagai pihak untuk menyalurkan pupuk di satu sisi sementara di sisi lain
pupuk sendiri merupakan “input/barang publik”, akan merugikan individu
masyarakat (petani) yang menggunakannya. Hal ini muncul disebabkan karena
terjadi monopoli dan tindakan-tindakan lainnya untuk mengambil keuntungan sendiri
dan merugikan para pelaku lain. Hal ini nyata dan telah dirasakan oleh petani yang
kesulitan mendapat pupuk dengan harga di atas HET. Di sisi lain koperasi/KUD yang
terkena dampak kebijakan tersebut telah menghadapi kondisi “idle capacity.”
Indikasi idle capacity koperasi juga terlihat pada penurunan jumlah koperasi yang
berfungsi melayani kegiatan pengadaan pangan.
Keseluruhan konsekuensi ini menunjukkan bahwa perubahan suatu kebijakan
dapat menguntungkan sebagian pelaku tetapi juga merugikan pelaku lain. Just et al
(1982) mengatakan intervensi pemerintah ke pasar melalui suatu kebijakan yang
bertujuan membantu salah satu pelaku (produsen atau konsumen) tidak selamanya
membuat pasar menjadi seimbang (menguntungkan kedua pihak).
Ketidakseimbangan pasar ini muncul sebagai akibat perubahan perilaku setiap pelaku
dalam merespon perubahan yang terjadi di pasar. Perubahan perilaku para pelaku
pasar terlihat dari berubahnya keputusan-keputusan mereka dan teridentifikasi dalam
aspek-aspek seperti terjadi excess demand dan shortage supply atau sebaliknya, harga
pasar yang meningkat atau menurun, serta peningkatan atau penurunan fungsi kedua
pelaku beserta lembaga yang membawahinya.
Selalu terdapat konsekuensi dari intervensi pemerintah ke pasar melalui
kebijakan yang diambil, tetapi yang terpenting adalah tujuan yang hendak dicapai.
Jika tujuannya adalah peningkatan produksi untuk menjaga stabilitas ketersediaan
pangan dalam negeri, maka pemerintah harus menyediakan anggaran/biaya untuk
mengkompensasi konsekuensi yang timbul akibat perubahan kebijakan yang diambil
itu. Anggaran/biaya dimaksud disebut sebagai biaya pengadaan produksi pangan.
Kompensasi ini memiliki arti ada resiko yang harus dibayar sebagai akibat kesalahan
pengambilan kebijakan. Dengan demikian, jika kebijakan distribusi pupuk yang
diambil teridentifikasi sangat kuat mengancam produksi petani (karena petani
sebagai pelaku utama supply side) maka secara substansial kebijakan tersebut tidak
layak.
Mempelajari perilaku para pelaku pasar yakni koperasi/KUD dan nonkoperasi
(swasta) dalam distribusi pupuk, akan diketahui keputusan-keputusan yang
mereka ambil. Dapat juga diketahui seberapa besar penawaran dan permintaan pupuk
pada masing-masing pihak, apakah terjadi excess demand dan excess supply pupuk,
dan seberapa besar harga pupuk di pasar berada di atas HET. Apakah penyaluran
6
pupuk oleh masing-masing pelaku sampai ke tangan petani sesuai prinsip enam
tepat? Juga dapat dibandingkan pelaku mana yang menyalurkan pupuk sesuai tujuan
kebijakan distribusi pupuk.
Ketimpangan peran koperasi akibat idle capacity yang dialami berpeluang
mengganggu pencapaian ketahanan pangan. Hal ini disebabkan karena : (1) koperasi
berperan dalam pembinaan produksi gabah petani (secara tidak langsung melalui
penyaluran pupuk), (2) koperasi melakukan pengadaan dan pengolahan gabah/beras
petani, dan (3) koperasi menyalurkan beras kepada konsumen. Mengenai pembinaan
produksi, koperasi membawahi sekian banyak petani sehingga penyaluran pupuk
yang tepat akan memberikan jaminan bagi produksi petani. Dalam pengadaan dan
pengolahan gabah/beras, sering terjadi surplus produksi disaat panen raya yang
menyebabkan harga gabah jatuh, dan kualitas gabah rendah seiring musim penghujan
di saat panen.
Untuk menjamin nilai tukar petani, mengatasi penurunan kualitas
gabah/beras, dan menjamin bahwa surplus gabah tersebut aman untuk tersedia
dengan kualitas dan kuantitas yang dikehendaki bagi ketahanan pangan, koperasi
hadir dengan perannya. Koperasi telah mengembangkan model bank padi, lumbung
pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi yang berfungsi mengatasi kesulitankesulitan
petani memasuki mekanisme pasar dan menjamin pengadaan gabah/beras
bagi ketahanan pangan.
Jika model ini disandingkan dengan distribusi beras kepada konsumen,
kemungkinan akan dicapai jalur distribusi yang mantap dan menjamin beras tersedia
dengan kualitas, kuantitas, dan harga terjangkau bagi masyarakat. Ini adalah model
yang kontradiktif dengan model mekanisme pasar. Mekanisme pasar dalam beberapa
hal mungkin unggul tetapi ia sangat dekat dengan prinsip “profit maximization” dan
mengabaikan “fungsi-fungsi sosial”. Beras merupakan komoditi strategis bagi
ketahanan nasional dan juga sebagai komoditi publik dimana jika dilepaskan ke
dalam mekanisme pasar maka akibat yang merugikan masyarakat luas akan segera
muncul. Akibat kebijakan tersebut antara lain harga tinggi, suplai menjadi langka,
dan akses masyarakat luas untuk menikmatinya akan terbatas.
Sehubungan dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, maka dalam
penelitian ini mengkaji dan menganalisis model mana yang terbaik bagi tujuan
ketahanan pangan nasional sangatlah diperlukan. Mengutamakan sumberdaya dalam
negeri adalah prioritas utama, dan bukanlah mencari alternatif untuk bergantung
seluruhnya pada kekuatan impor. Betapapun kuatnya kita mengimpor untuk
ketahanan pangan akan sangat beresiko jika pasar pangan dunia mengalami
goncangan. Pasar pangan dunia layaknya juga seperti pasar pangan dalam negeri
yang sewaktu-waktu mengalami goncangan. Karena itu adalah bijaksana jika
ketahanan itu dibangun berdasarkan kekuatan dalam negeri. Dengan membangun
sebuah model yang menjelaskan fenomena di atas dan menganalisisnya secara
kuantitatif akan terlihat sebesar apa koperasi berperan dalam pengadaan pangan
khususnya gabah/beras.
Gambar 1 di bawah ini disajikan skema kerangka berpikir sebagaimana
penjelasan di atas.
7
III. METODE KAJIAN
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Propinsi Sumatera Barat sebagai daerah
produsen dan konsumen pangan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga
Agustus 2005.
2. Metode Penarikan Contoh
Penarikan contoh (sample) kajian dilakukan dengan metode Purposive
Sampling. Dipilih beberapa kabupaten contoh yang dominan menyelenggarakan
pengadaan pangan. Dari kabupaten terpilih, dipilih beberapa KUD dan Non-
Koperasi yang dominan melakukan kegiatan distribusi pupuk dan pengadaan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterkaitan Distribusi Pupuk,
Produksi Gabah dan Distribusi Beras untuk Ketahanan Pangan.
DISTRIBUTOR (LINI III – IV)
PETANI PENGGUNA PUPUK
JALUR NON-KOPERASI
(jumlah pupuk)
PETANI PENGGUNA PUPUK
JALUR KOPERASI
(jumlah pupuk)
PRODUSEN PUPUK (LINI I – III)
PENGECER NON-KOPERASI PENGECER KOPERASI
PRODUKSI GABAH PETANI
JALUR NON-KOPERASI
(jumlah gabah)
PRODUKSI GABAH PETANI
JALUR KOPERASI
(jumlah gabah)
GABAH DAN
BERAS
NON-KOPERASI
(jumlah gabah
dan beras)
GABAH DAN BERAS
K O P E R A S I
(jumlah gabah dan beras)
Sarana & Jaringan Kelembagaan :
· Bank padi, lumbung pangan, sentra
pengolahan padi, dll.
· Unit SP, Saprotan, Koperasi terkait.
· Dinas Koperasi, Pemda, Instansi
terkait.
KETAHANAN PANGAN
(STOK BERAS NASIONAL) :
PRODUKSI DOMESTIK + IMPOR
KEBIJAKAN PUPUK
KEBIJAKAN BERAS
GABAH DAN BERAS
B U L O G
(jumlah gabah dan
beras)
8
gabah/beras beserta para petani yang terkait dengannya. Secara umum,
pengambilan contoh terpilih adalah sesuai data Tabel 1.
Responden penelitian ini adalah pengurus KUD, perusahaan swasta,
anggota KUD, dan petani non-anggota KUD. Data yang dikumpulkan terdiri dari
data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh dari para responden
melalui wawancara langsung dengan menggunakan Daftar Pertanyaan yang telah
disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari BPS
daerah, Dinas Koperasi tingkat propinsi dan kabupaten, lembaga/instansi
penyalur pupuk, dan lembaga-lembaga di daerah yang telah melaksanakan
model-model pengadaan pangan.
Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, penelitian ini akan
menggunakan gabungan data (pool data) yakni data cross-section dan data timeseries.
Data cross-section mengukur sebuah variabel pada suatu waktu tertentu
untuk fakta-fakta atau identitas yang memang berbeda. Sedangkan data timeseries
atau data deret waktu mengukur sebuah variabel tertentu selama beberapa
periode waktu berturut-turut (Intriligator et al, 1996). Penggunaan pool data ini
mutlak diperlukan mengingat aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini
mengandung perbedaan antar pelaku (sesuai lokasi) dan perbedaan antar waktu
terkait ketahanan pangan dan peran koperasi di waktu lalu, kini, dan waktu yang
akan datang.
Tabel 1. Sebaran Sampel dan Responden Penelitian
Katagori Sampel Jumlah Sampel
Pengecer pupuk Kop/KUD* 6
Pengecer pupuk Swasta* 6
Petani anggota Kop/KUD 30
Petani non-anggota Kop/KUD 30
Dinas Propvinsi 1
Dinas Kabupaten 2
Keterangan :
* Pengecer/penyalur pupuk Kop/KUD dan Swasta adalah
penyalur pupuk pada Lini IV.
3. Model dan Metode Analisis Data :
Spesifikasi/Perumusan Model
Fenomena yang terjadi dan kini dihadapi adalah adanya perubahan
kebijakan penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Perubahan ini akan merubah
fungsi dan peran para pelaku yang terlibat di dalamnya. Para pelaku disini adalah
pihak swasta dan koperas/KUD yang mendistribusikan pupuk kepada petani dan
pengadaan gabah/beras untuk menjamin persediaan dalam negeri. Masing-masing
9
pelaku memiliki fungsi dan peran melayani unit-unit individu tertentu dimana
semuanya bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan nasional.
Dengan memformulasi struktur kegiatan masing-masing pelaku akan
memberikan penjelasan komprehensif sejauh mana masing-masing pelaku
berperan dengan baik menjalankan fungsi mereka. Setelah melakukan analisis
data akan diketahui sejauh mana koperasi berperan di dalam pengadaan pangan
khususnya gabah/beras yakni : (1) perannya di dalam distribusi pupuk ke tangan
petani yang kemudian meningkatkan produksi gabah, (2) peran di dalam
pengadaan stok beras nasional, (3) peran meningkatkan pendapatan dan
pengembangan bisnis petani serta peran sosial lainnya. Hasil analisis secara
menyeluruh digunakan sebagai dasar evaluasi apakah penetapan kebijakan
penyaluran pupuk dan pengadaan beras memberikan hasil maksimal sesuai tujuan
penetapannya. Struktur kegiatan masing-masing pelaku sesuai kebijakan
distribusi pupuk dan beras dimodel dalam sebuah model ekonometrika sistem
persamaan simultan. Pada Gambar 2 ditunjukkan kerangka analisis dari model
yang dibangun dan keluaran yang dihasilkan.
Masalah
1. Reposisi peran koperasi dalam ketahanan pangan.
2. Efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan beras akibat
perubahan kebijakan pemerintah terhadap kedua komoditi tersebut.
Model Pendekatan : Model ekonometrika sistem persamaan simultan
Spesifikasi/Perumusan Model
1. Penawaran/permintaan pupuk oleh produsen, non-koperasi,
koperasi, dan petani.
2. Produksi gabah petani.
3. Pengadaan gabah/beras oleh koperasi.
Identifikasi : Overidenfied: Metode Pendugaan : 2 SLS
Estimasi Model
Respesifikasi Model
H a s i l
1. Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan
kebijakan pemerintah.
2. Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras dan
daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.
Gambar 2. Kerangka Analisis Model.
10
Model untuk mempelajari distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras
oleh koperasi dan non koperasi dibagi dalam beberapa kelompok persamaan
antara lain : (1) persamaan-persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV,
(2) persamaan harga dan permintaan pupuk di tingkat petani, (3) persamaan
produksi gabah, jumlah penjualan dan pendapatan petani, (4) persamaan harga
dan pembelian gabah, dan penawaran beras oleh Non-Koperasi dan Koperasi, dan
(5) persamaan koperasi dan jaringan kelembagaan.
Penjelasan tentang kelompok-kelompok persamaan tersebut dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Persamaan Penawaran Pupuk dari Lini II sampai Lini IV
Persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV seperti terlihat
pada lampiran menjelaskan tentang perilaku penawaran pupuk pada masingmasing
lini tersebut. Persamaan-persamaan ini menjelaskan faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi perilaku penawaran pupuk para pelaku pada
masing-masing lini, dan faktor-faktor mana yang sesuai hasil analisis yang
secara potensial mendorong peningkatan penawaran pupuk oleh setiap
pelaku. Apakah penawaran pupuk dilakukan sesuai tujuan kebijakan yang
diberikan pemerintah ataukah lebih berat kepada tujuan meraih keuntungan
sesuai mekanisme pasar yang ada. Dengan persamaan-persamaan ini kita juga
akan mengetahui perilaku membuat kecurangan dari para pelaku dalam
penyaluran pupuk hingga ke petani, dan karena itu pada kelompok persamaan
kedua akan terlihat dampaknya terhadap jumlah penggunaan pupuk oleh para
petani.
2. Persamaan Harga dan Permintaan Pupuk di Tingkat Petani
Kelompok persamaan ini menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku harga pupuk di tingkat petani dan jumlah penggunaan
pupuk oleh petani. Petani disini dikelompokkan atas petani non-koperasi dan
petani anggota koperasi. Fluktuasi harga pupuk di tingkat petani dapat
disebabkan akibat adanya excess demand dan excess supply pupuk. Harga
pupuk yang meningkat dapat menyebabkan penggunaan pupuk oleh petani
mungkin menurun yang selanjutnya berdampak pada produksi gabah petani.
Jumlah pupuk yang digunakan petani secara teori dan empiris
dipengaruhi oleh luas sawah mereka, harga pupuk di tingkat petani, jumlah
permintaan kredit, jumlah penawaran pupuk oleh pengecer, dan kemudahankemudahan
atau keterikatan yang disediakan oleh lembaga koperasi dan nonkoperasi
yang ada. Perilaku para petani dalam penggunaan pupuk disini akan
menjelaskan realitas penyaluran pupuk hingga ke tingkat petani.
3. Persamaan Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani
Jumlah gabah yang dihasilkan para petani, jumlah yang dijual, dan
tingkat pendapatan mereka dapat dijelaskan dalam bagian kelompok
persamaan ini. Para petani merupakan sasaran akhir dari penyaluran pupuk,
dan jumlah pupuk yang digunakan mereka akan mempengaruhi jumlah gabah
yang dihasilkan. Selanjutnya, dalam rangka menghasilkan income yang tinggi
petani menjual gabah mereka kepada lembaga pembeli yang menawarkan
harga gabah lebih tinggi. Selain itu, keputusan petani dalam menentukan
tempat penjualan gabahnya juga dipengaruhi oleh kemudahan dan peluangpeluang
yang disediakan lembaga-lembaga koperasi, non-koperasi, dan
Bulog/Dolog di wilayah setempat. Secara implisit, hal ini menunjukkan peran
11
lembaga-lembaga tersebut dalam menunjang dan meningkatkan income
petani.
4. Persamaan Harga dan Pembelian Gabah, dan Produksi Beras oleh Koperasi
Kelompok persamaan ini menjelaskan harga gabah yang terbentuk di
pasar dimana faktor yang mempengaruhinya secara teoritis dipengaruhi
excess yang terjadi antara penawaran dan permintaan, dan berdasarkan
patokan harga gabah yang ditetapkan pemerintah. Pembelian gabah ditelusuri
pada lembaga Koperasi, dan dianalisis dari sisi produksi dan sisi persaingan
pasar. Secara alami analisis sisi produksi menjelaskan faktor-faktor yang
seharusnya berpengaruh terhadap keputusan pembelian gabah tersebut.
5. Persamaan Koperasi dan Jaringan Kelembagaan
Kelompok persamaan ini secara khusus menjelaskan kondisi internal
koperasi yang menangani distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras.
Persamaan disini menjelaskan kinerja koperasi dalam pengadaan gabah/beras,
produktivitas yang diwujudkan, dan hubungan dengan lembaga lain dalam
pengadaan gabah/beras. Secara umum kelompok persamaan ini tidak terlepas
dari model secara keseluruhan.
Identifikasi dan Pendugaan Model
Dalam formulasi model, identifikasi menjadi persoalan penting. Apabila
model tidak teridentifikasi maka parameter-parameternya tidak bisa diestimasi.
Suatu model dikatakan identified jika dinyatakan dalam bentuk statistik unik,
yang menghasilkan estimasi parameter yang unik. Menurut Koutsoyianis (1977)
terdapat dua dalil pengujian identifikasi yaitu order condition dan rank condition
yang diterapkan pada bentuk struktural model.
Dalil order condition menyatakan bahwa suatu persamaan dikatakan
identified bila jumlah seluruh variabel (predetermined dan endogen) yang tidak
terdapat dalam persamaan tersebut tetapi terdapat dalam persamaan lain harus
sama banyaknya dengan jumlah seluruh variabel endogen dalam model dikurangi
satu. Sedangkan rank condition menyatakan bahwa suatu sistem yang terdiri dari
G persamaan, suatu persamaan disebut identified jika dan hanya jika memiliki
satu determinan yang tidak sama dengan nol yang berdimensi (G – 1) dari
koefisien-koefisien variabel yang dimasukkan dalam persamaan tersebut tetapi
terkandung dalam persamaan lain dalam model. Order condition diekspresikan
sebagai berikut :
(K – M ) ³ (G – 1)
dimana :
G = Jumlah peubah endogen dalam model
K = Total peubah dalam model (peubah endogen dan eksogen)
M = Jumlah peubah endogen dan eksogen yang dimasukan
dalam suatu persamaan.
Jika (K – M) = (G – 1) maka suatu persamaan dikatakan exactly identified,
(K – M) > (G – 1) dikatakan overidentified, dan (K – M) < (G – 1) dikatakan
underidentified. Order merupakan necessary condition tetapi not sufficient
12
artinya walaupun satu persamaan identified menurut oder condition, tetapi bisa
saja menjadi not-identified bila diuji dengan rank condition.
Setelah model diidentifikasi dengan menggunakan order condition,
diperoleh seluruh persamaan adalah “overidentified” sehingga metode pendugaan
yang dapat diterapkan adalah metode 2 SLS. Untuk menguji apakah peubahpeubah
penjelas (peubah bebas) secara bersama-sama berpengaruh nyata atau
tidak terhadap peubah endogen, maka pada masing-masing persamaan digunakan
uji statistik F. Untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara
individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masingmasing
persamaan digunakan uji statistik t.
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Beras
Untuk mengetahui efektif tidaknya penyaluran pupuk dan pengadaan
beras sesuai kebijakan yang telah ada, dilakukan simulasi terhadap model yang
telah dibangun. Tujuan melakukan simulasi adalah untuk menganalisis dampak
perubahan peubah-peubah endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan
peubah endogen di dalam model. Perubahan terhadap peubah-peubah dimaksud
dilakukan dengan cara mengubah nilainya. Sedangkan peubah yang disimulasi
adalah peubah yang terkait dan menjelaskan tentang kebijakan distribusi pupuk
dan pengadaan gabah dan beras yang ada, serta peubah-peubah kebijakan lainnya.
Secara ringkas hasil pendugaan terhadap model disajikan berikut ini :
S2SBAR = 1.5114 + 0.9572 S3KAB + 0.3025 S4ECKOP
+ 0.5079 S4ECNKO + 0.9354 P2 – 0.0260 LS2
S3KAB = – 2.6065 + 0.4437 S4ECKOP + 1.1109 S4ECNKO
+ 27.6455 P3KAB + 0.0088 LS3KAB
S4ECNKO = – 407.0623 – 380.8328 DPPETNKO + 0.2304 PPETNKO
+ 1.6842 SISA + 0.1105 LS4ECNKO
PPETKOP = 926.1996 – 0.0918 S4ECKOP – 0.1872 S4ECNKO
– 0.1668 S3KAB + 0.3942 PPETNKO + 3.7851 SELHETEC
DPPETKOP = – 0.1052 + 2.8385 AREALKOP + 0.000172 S3ECKOP
– 0.000044994 S4ECNKO – 0.000926 PPETKOP
DPPETNKO = 0.4766 + 0.1966 AREALNKO – 0.000011269 S4ECNKO
+ 0.000026656 S4ECKOP – 0.000099286 PPETNKO
GPETKOP = 0.8757 + 1.9964 AREALKOP + 0.5095 DPPETKOP
+ 0.000337 PGKOP
GPETNKO = – 2.3155 + 3.3616 AREALNKO + 3.7825 DPPETNKO
JGPETKOP = – 0.5934 + 0.6467 GPETKOP + 0.000679 PGKOP
+ 0.000158 PGNKO
JGPETNKO = – 1.7266 + 0.3146 GPETNKO + 0.002113 PGNKO
+ 0.000177 PGKOP
IPETKOP = 1080951 + 795317 JGPETKOP + 444.8364 PGKOP
– 33.7370 PGNKO – 0.020587 CPETKOP
13
IPETNKO = – 3623532 + 3755839 JGPETNKO + 1862.4081 PGKOP
– 1.990283 CPETNKO
PGKOP = 388.0159 – 148.8016 GPETKOP + 391.5483 JGPETKOP
PGNKO = 408.0288 – 75.5377 GPETNKO + 281.8804 JGPETNKO
+ 0.3145 PPETNKO
BGKOP = 12.6682 + 0.0279 PGKOP + 0.4022 CPRMUKOP
– 0.0671 CPGLJKOP – 0.1358 CPLATKOP
PROBRKOP = – 8.2756 + 0.5290 CPPRODBR + 0.0898 BGKOP
– 0.0501 TCPSARBR
CPPRODBR = 0.5727 + 1.4205 PROBRKOP – 0.0678 CPRMUKOP
+ 2.4385 CPGLJKOP + 1.3674 CPLATKOP
– 0.1252 TCPSARBR
MOSE = – 7137890 + 45396 ANG + 2.5364 SIMA + 58711 CPPRODBR
MOLU = – 2282292 + 0.6068 ASET – 0.5872 MOSE + 10608 ANG
+ 1.0656 KREDKOP
ASET = 6257780 + 0.9812 MOTO + 8296.5349 TCPSARBR
VOLUME = – 17677877 + 216653 S4ECKOP – 14955 S4ECNKO
+ 0.6972 VOLA + 0.6920 VOLPSR
SHU = 18926382 + 0.5386 VOLUME + 0.4579 ASET + 7.0790 PRAN
SHUA = – 143277 + 0.0536 SHU + 1.5585 PRAN
PRAN = – 239045 + 0.00942 VOLUME – 117228 JKAR
PRAS = 0.004881 + 2.5304286E-9 VOLUME – 0.000000261 PRAN
– 0.3450 PRMOTO
PRUS = 0.1844 + 0.000000423 PRAN + 0.09253 PRCOST
+ 2.336877E-12 PRKRED
2. Validasi Model
Simulasi dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan peubahpeubah
endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan peubah endogen di
dalam model. Sebelum dilakukan simulasi terlebih dahulu model divalidasi
untuk mengetahui apakah nilai dugaan modelnya sesuai dengan nilai aktual
masing-masing peubah endogen. Indikator yang digunakan adalah Mean Square
Error (MSE), Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent
Error (RMSPE), U-Theil (nilai koefisien pendugaan Theil), dan Koefisien
Determinasi (R2). Nilai-nilai MSE, RMSE, RMSPE dan U-Theil yang diharapkan
adalah kecil (mendekati nol) sedangkan R2 mendekati satu.
Hasil validasi model menunjukkan, sebanyak 76.92% dari peubah
endogen dalam model memiliki nilai R2 lebih besar dari 0.50 sedangkan sisanya
23.08% bernilai lebih lecil dari 0.50. Untuk nilai RMSE dan RMSPE, masingmasing
34.61% dari peubah endogen bernilai lebih kecil dari 50, sisanya 65.39%
lebih dari 50. Meskipun nilai RMSE dan RMSPE tidak meyakinkan, tetapi tidak
terjadi bias sistematik sebab nilai Um semua peubah mendekati nol. Sebanyak
76.92% dari peubah endogen memiliki nilai koefisien U-Theil lebih kecil dari
14
0.30 dan 23.08% lebih besar 0.30. Dengan menggunakan nilai R2 dan U-Theil
model yang telah diduga cukup valid digunakan untuk analisis simulasi.
Skenario Simulasi
Beberapa skenario yang dilakukan antara lain :
1). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer swasta dan kenaikan kelangkaan
pupuk yang ditunjukkan oleh peubah SISA sebesar 25%,
2). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi sebesar 25%,
3). Pengurangan penyaluran pupuk oleh pengecer swasta dan pengurangan
kelangkaan pupuk sebesar 50%,
4). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi sebesar 50%,
5). Gabungan skenario 2 dan 3,
6). Gabungan skenario 3 dan 4,
7). Gabungan skenario 3 dan 4, dan kenaikan penggunaan pupuk oleh petani
anggota koperasi maupun petani non-anggota koperasi masing-masing 25%
serta kenaikan pembelian gabah koperasi 25%,
8). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi 100%, kenaikan
penggunaan pupuk petani anggota maupun non-anggota koperasi sebesar
25%, kenaikan pembelian gabah koperasi 25%, pengurangan pengadaan
pupuk oleh pengecer swasta dan pengurangan kelangkaan pupuk masingmasing
sebesar 100%.
3. Dampak Perubahan Masing-masing Skenario
1). Skenario Pertama
Kenaikan penyaluran pupuk oleh pengecer swasta dan kenaikan
kelangkaan pupuk sebesar 25%, berdampak meningkatkan pengadaan pupuk
pada Lini II dan III masing-masing sebesar 32.17% dan 24.13% (Tabel 2).
Kenaikan ini tidak menyebabkan harga pupuk berubah, tetapi menurunkan
penggunaan pupuk baik bagi petani anggota koperasi maupun petani nonanggota
koperasi. Selanjutnya penurunan penggunaan pupuk menurunkan
produksi gabah, jumlah penjualan hingga income kedua golongan petani.
Penurunan yang terjadi adalah masih di bawah 1%.
Dampak pada usaha beras koperasi adalah menurunkan pembelian
gabah, produksi beras dan kapasitas produksi beras koperasi masing-masing
sebesar 0.07%, 0.05%, dan 0.03%. Dampak selanjutnya adalah menurunkan
volume usaha koperasi, dan SHU masing-masing sebesar 11.57% dan 3.82%.
Juga menurunkan indeks produktivitas koperasi berkisar antara 0.23 –
37.82%.
Tabel 2. Hasil Simulasi Skenario
SIMULASI S K E N A R I O
DASAR NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 PEUBAH
ENDOGEN
PREDICT. (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 S2SBAR 1856 32.17 3.07 -39.66 6.20 -36.48 -33.30 -30.77 -73.85
2 S3KAB 1347 24.13 2.60 -38.62 5.20 -35.95 -33.29 -30.64 -73.46
3 S4ECNKO 1034 – -0.10 – -0.19 – - – -
15
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
4 PPETKOP 1656 0.00 0.06 -0.12 0.12 0.00 0.06 0.36 0.48
5 DPPETKOP 2.0459 -0.86 0.63 1.08 1.25 1.70 2.31 – -
6 DPPETNKO 0.5989 -0.72 -0.35 -0.87 -0.72 -1.24 -1.60 – -
7 GPETKOP 4.8444 -0.19 0.14 0.25 0.28 0.39 0.52 5.42 5.42
8 GPETNKO 4.817 -0.34 -0.17 -0.41 -0.34 -0.58 -0.75 12.08 12.08
9 JGPETKOP 3.4385 -0.21 0.15 0.26 0.30 0.41 0.56 5.83 5.83
10 JGPETNKO 2.7894 -0.24 -0.13 -0.30 -0.26 -0.43 -0.56 8.70 8.70
11 IPETKOP 4142614 -0.15 0.11 0.19 0.22 0.30 0.41 4.26 4.26
12 IPETNKO 5678996 -0.50 -0.27 -0.61 -0.54 -0.88 -1.15 17.05 17.05
13 PGKOP 1013 -0.10 -0.10 0.20 0.20 0.30 0.39 3.95 3.95
14 PGNKO 1335 -0.07 0.00 0.07 0.07 0.07 0.15 1.87 1.87
15 BGKOP 58.7875 -0.07 0.05 0.08 0.10 0.13 0.18 – -
16 PROBRKOP 27.7246 -0.05 0.04 0.06 0.07 0.10 0.14 25.90 25.90
17 CPPRODBR 71.1317 -0.03 0.02 0.04 0.04 0.06 0.08 15.24 15.24
18 MOSE 4129772 -0.12 -0.08 -0.06 -0.05 -0.04 -0.02 2.95 2.95
19 MOLU 8466402 0.01 0.01 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02
20 ASET 19478834 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 VOLUME 49256187 -11.57 35.56 14.18 71.16 42.75 44.32 44.32 66.21
22 SHU 55380961 -3.82 21.56 10.04 40.72 18.19 23.34 23.34 34.35
23 SHUA 3044251 -6.47 29.45 13.15 56.58 24.26 26.37 26.37 29.60
24 PRAN 142007 -37.82 39.75 26.82 49.43 33.94 38.80 38.80 44.60
25 PRAS 0.1758 -0.23 0.68 0.28 1.42 0.97 1.71 1.71 9.56
26 PRUS 0.3178 -7.17 21.96 8.75 43.93 15.71 21.67 21.67 30.71
2). Skenario Kedua
Kenaikan penyaluran pupuk oleh pengecer koperasi sebesar 25%
(cateris paribus) berdampak menaikan pengadaan pupuk pada Lini II dan III
sebesar 3.03% dan 2.60%. Dampak selanjutnya adalah memberikan
keuntungan bagi petani anggota koperasi dalam hal penggunaan pupuk,
produksi gabah dan penjualannya, dan juga income. Besaran kenaikan
tersebut adalah di bawah 1 %. Untuk produksi beras koperasi, skenario ini
berdampak meningkatkan pembelian gabah, produksi dan kapasitas produksi
beras koperasi masing-masing di bawah 1%. Sementara untuk usaha koperasi,
skenario berdampak meningkatkan volume usaha (35.56%), SHU (21.56%)
dan produktivitas yang dicapai koperasi. Skenario kedua ini merugikan petani
non-anggota koperasi dimana penggunaan pupuk mereka menurun yang
selanjutnya menurunkan produksi gabah, jumlah penjualan dan income
petani. Penurunan disini masing-masing di bawah 1%.
3). Skenario Ketiga
Pengurangan peran swasta melalui penurunan pengadaan pupuk oleh
swasta dan penghilangan kelangkaan pupuk masing-masing sebesar 50%
berdampak menurunkan pengadaan pupuk pada Lini II dan III masing-masing
sebesar 39.66% dan 38.62%. Dampak selanjutnya adalah merugikan petani
non-anggota melalui penurunan penggunaan pupuk, produksi gabah,
penjualan gabah, dan income petani. Penurunan yang terjadi adalah di bawah
1%.
16
Sebaliknya dampak terhadap petani anggota koperasi adalah menaikan
penggunaan pupuk, produksi dan penjualan gabah, dan income petani.
Sedangkan dampak bagi koperasi adalah meningkatkan pembelian gabah,
produksi beras dan kapasitas produksi beras. Skenario tersebut juga
meningkatkan volume usaha, SHU dan indikator produktivitas (lihat Tabel 2).
4). Skenario Keempat, Kelima, dan Keenam
Skenario keempat adalah kenaikan penyaluran pupuk oleh pengecer
koperasi sebesar 50%. Skenario ini serupa dengan skenario II tetapi
memberikan berdampak yang lebih besar terhadap peningkatan pengadaan
pupuk pada Lini II dan III (6.20% dan 5.20%). Dampak selanjutnya adalah
meningkatkan penggunaan pupuk petani anggota koperasi, produksi gabah
dan penjualan mereka, serta income yang diterima. Untuk koperasi, skenario
berdampak meningkatkan pembelian gabah, produksi dan kapasitas produksi
beras, serta volume usaha dan indikator-indikator produktivitas koperasi.
Skenario kelima merupakan gabungan dari skenario kedua dan ketiga
yakni pada satu sisi peran koperasi ditingkatkan melalui kenaikan penyaluran
pupuk sebesar 25%, dan pada sisi lain penurunan peran pihak swasta dan
kelangkaan pupuk sebesar 50%. Hal serupa dilakukan pada skenario keenam
dengan persentase lebih besar yakni peran koperasi dinaikan 50 % dan peran
swasta dan kelangkaan diturunkan 50%. Kedua skenario ini sama-sama
menurunkan pengadaan pupuk pada Lini II dan III tetapi skenario kelima
memberikan penurunan yang lebih besar (36.48% dan 35.95%). Dampak
selanjutnya adalah menurunkan produksi, penjualan gabah, dan income petani
non-anggota koperasi. Sedangkan, kedua skenario sama-sama
menguntungkan bagi petani anggota koperasi dan usaha-usaha koperasi.
5). Skenario Ketujuh dan Kedelapan
Peningkatan peran koperasi 50%, pengurangan peran swasta dan
kelangkaan pupuk sebesar 50%, dan peningkatan penggunaan pupuk oleh
para petani serta peningkatan pembelian gabah berdampak menurunkan
pengadaan pupuk pada Lini II dan III (30.77% dan 30.64%). Dampak
selanjutnya adalah meningkatkan produksi dan penjualan gabah petani, dan
juga income yang diterima baik oleh petani anggota maupun non-anggota
koperasi. Kenaikan pada petani anggota koperasi berkisar antara 4.26% -
5.83% sedangkan pada petani non-anggota koperasi berkisar antara 8.70% -
17.05%. Skenario juga berdampak meningkatkan produksi dan kapasitas
produksi beras koperasi (10.37% dan 6.54%), kemudian berlanjut pada
kenaikan volume usaha, SHU dan indikator produktivitas koperasi (1.71% -
44.32%).
Skenario terakhir diambil jika pemerintah benar-benar ingin
menyelesaikan masalah distribusi pupuk dan kelangkaan yang terjadi dengan
mengalihkan sepenuhnya penyaluran pupuk kepada pihak koperasi. Peran
swasta dan kelangkaan pupuk dihilangkan (diturunkan 100%) dan diganti
peran koperasi (dinaikan 100%) disertai upaya meningkatkan penggunaan
pupuk oleh para petani dan juga aksi mengatasi kekurangan modal koperasi
pada pembelian gabah. Skenario ini meskipun berdampak negatif bagi
pengadaan pupuk Lini II dan III tetapi meningkatkan penggunaan pupuk baik
oleh petani anggota dan non-anggota koperasi, produksi gabah dan penjualan
17
mereka, serta income petani. Skenario berdampak meningkatkan produksi dan
kapasitas produksi beras koperasi, dan meningkatkan baik volume usaha,
SHU maupun indikator produktivitas koperasi dalam persentase yang lebih
tinggi dibanding skenario ketujuh.
4. Evaluasi Dampak dan Prioritas Skenario
Masing-masing skenario memberikan dampak yang berbeda-beda tetapi
akan dievaluasi skenario yang memberikan hasil terbaik dalam distribusi pupuk
dan pengadaan beras/pangan. Evaluasi terhadap skenario dilihat pada 6 kelompok
pelaku masing-masing terhadap (1) pengadaan pupuk Lini II dan III, (2) harga
pupuk riil petani, (3) petani anggota koperasi, (4) petani non-anggota koperasi,
(5) pengadaan gabah dan produksi beras koperasi, dan (6) kelembagaan koperasi.
Hasil evaluasi skenario dan prioritas skenario dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa skenario pertama berdampak
meningkatkan pengadaan pupuk pada Lini II dan III, tetapi menurunkan nilai
peubah-peubah pada petani anggota dan non-anggota koperasi, produksi dan
kapasitas produksi beras koperasi serta volume, SHU dan indikator-indikator
produktivitas koperasi.
Skenario kedua dan keempatberdampak meningkatkan pengadaan pupuk
pada Lini II dan III, nilai peubah-peubah pada petani anggota koperasi, produksi
dan kapasitas produksi beras koperasi serta volume, SHU dan indikator-indikator
produktivitas koperasi. Tetapi kedua skenario menurunkan nilai peubah-peubah
pada petani non-anggota koperasi.
Skenario ketiga, kelima dan keenam berdampak menurunkan pengadaan
pupuk pada Lini II dan III, juga menurunkan nilai peubah-peubah pada petani
non-anggota koperasi dalam persentase yang lebih besar. Tetapi kedua skenario
juga memberikan dampak positif yaitu meningkatkan nilai peubah-peubah pada
petani anggota koperasi, produksi dan kapasitas produksi beras koperasi serta
volume, SHU dan indikator-indikator produktivitas koperasi.
Skenario (7) dan (8) berdampak meningkatkan nilai semua peubahpeubah
pada petani anggota dan non-anggota koperasi, produksi dan kapasitas
produksi beras koperasi serta volume, SHU dan indikator-indikator produktivitas
koperasi dalam persentase yang lebih besar. Tetapi kedua skenario menurunkan
pengadaan pupuk pada Lini II dan III.
Berdasarkan hasil evaluasi di atas, prioritas skenario yang lebih baik
untuk diterapkan adalah antara skenario (7) dan (8). Skenario (8) menurunkan
pengadaan pupuk pada Lini II dan III dengan persentase yang lebih besar, tetapi
kerugian ini kemungkinan hanya bersifat jangka pendek akibat pengalihan
wewenang yang semula berada di pihak swasta kepada pihak koperasi.
Pemulihan yang cepat dapat ditempuh oleh pemerintah melalui pengawasan
pelaksanaan kebijakan baru yang diambil.
18
Tabel 3. Hasil Evaluasi dan Prioritas Skenario Kebijakan
S K E N A R I O
PELAKU 1 2 3 4 5 6 7* 8*
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
LINI II & III
S2SBAR 32.17 3.07 -39.66 6.20 -36.48 -33.30 -30.77 -73.85
S3KAB 24.13 2.60 -38.62 5.20 -35.95 -33.29 -30.64 -73.46
HARGA PPK
PPETKOP 0.00 0.06 -0.12 0.12 0.00 0.06 0.36 0.48
PETANI KOP.
DPPETKOP -0.86 0.63 1.08 1.25 1.70 2.31 – -
GPETKOP -0.19 0.14 0.25 0.28 0.39 0.52 5.42 5.42
JGPETKOP -0.21 0.15 0.26 0.30 0.41 0.56 5.83 5.83
IPETKOP -0.15 0.11 0.19 0.22 0.30 0.41 4.26 4.26
PETANI NKOP
DPPETNKO -0.72 -0.35 -0.87 -0.72 -1.24 -1.60 – -
GPETNKO -0.34 -0.17 -0.41 -0.34 -0.58 -0.75 12.08 12.08
JGPETNKO -0.24 -0.13 -0.30 -0.26 -0.43 -0.56 8.70 8.70
IPETNKO -0.50 -0.27 -0.61 -0.54 -0.88 -1.15 17.05 17.05
BERAS KOP
PGKOP -0.10 -0.10 0.20 0.20 0.30 0.39 3.95 3.95
BGKOP -0.07 0.05 0.08 0.10 0.13 0.18 – -
PROBRKOP -0.05 0.04 0.06 0.07 0.10 0.14 10.37 25.90
CPPRODBR -0.03 0.02 0.04 0.04 0.06 0.08 6.54 15.24
LEMBAGA
KOPERASI
MOSE -0.12 -0.08 -0.06 -0.05 -0.04 -0.02 2.95 2.95
MOLU 0.01 0.01 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02
ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
VOLUME -11.57 35.56 14.18 71.16 42.75 44.32 44.32 66.21
SHU -3.82 21.56 10.04 40.72 18.19 23.34 23.34 34.35
SHUA -6.47 29.45 13.15 56.58 24.26 26.37 26.37 29.60
PRAN -37.82 39.75 26.82 49.43 33.94 38.80 38.80 44.60
PRAS -0.23 0.68 0.28 1.42 0.97 1.71 1.71 9.56
PRUS -7.17 21.96 8.75 43.93 15.71 21.67 21.67 30.71
* Prioritas Skenario :
(7) Pengurangan penyaluran pupuk oleh pengecer swasta dan pengurangan kelangkaan pupuk sebesar
50%, kenaikan penggunaan pupuk oleh petani anggota koperasi maupun petani non-anggota koperasi
masing-masing 25% dan peningkatan pembelian gabah koperasi 25%.
(8) Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi 100% dan kenaikan pengurangan pengadaan pupuk
oleh pengecer swasta dan pengurangan kelangkaan pupuk masing-masing sebesar 100%, penggunaan
pupuk oleh petani anggota maupun non-anggota koperasi sebesar 25%, dan peningkatan pembelian
gabah koperasi 25%.
19
 
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang diambil berdasarkan pembahasan di atas adalah :
1). Kebijakan pemerintah memberi peran lebih besar kepada pihak swasta dalam
penyaluran pupuk, memberikan dampak yang merugikan para petani karena
kelangkaan pupuk pada level petani, akibatnya produksi gabah petani
menurun.
2). Kebijakan tersebut juga menurunkan kapasitas produksi beras koperasi serta
volume usaha, sisa hasil usaha dan indikator-indikator produktivitas koperasi
(skenario pertama). Dalam hal ini kebijakan menyerahkan sepenuhnya
distribusi pupuk dan pengadaan beras kepada pihak swasta tidak efektif.
2. Rekomendasi
Dari hasil pembahasan diatas, maka rekomendasi yang perlu dilakuakn
pemerintah adalah :
1). Kebijakan memerankan kembali koperasi dalam distribusi pupuk dan
pengadaan beras (skenario kedua hingga keenam), karena mampu
meningkatkan penggunaan pupuk, produksi gabah, dan pendapatan petani,
serta meningkatkan kapasitas produksi beras koperasi, volume usaha, SHU
dan indikator-indikator produktivitas koperasi.
2). Kebijakan mengembalikan koperasi dan memberikan peran sepenuhnya
kepada koperasi dalam distribusi pupuk dan pengadaan beras dapat
memberikan hasil yang lebih baik kepada para petani dan juga pada
pengadaan beras nasional (skenario tujuh dan delapan).
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Ketahanan Pangan, (2002). Kebijakan Umum Pemantapan Pangan Nasional.
Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, (2006). Ekspor Ilegal Pupuk Bersubsidi. Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.
Donald Ary, L. Ch. Yacobs and Razavich, (1979). Introduction in Research Education 2nd
Editon. Hott Rinehart and Winston, Sydney.
Earl R. Babie. Survey Research Methods, (1973). Belmont, Wadsworth Publication Co.,
California.
Frank Ellis, (1992). Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University
Press. Cambridge.
Intriligator. M, Bodkin. R, Hsiao. C., (1996). Econometric Models, Techniques, and
Applications. Second Edition. Prentice-Hall International, Inc. USA.
Just.R.E, Hueth.D.L, and Schmit. A., (1982). Applied Welfare Economics and Public
Policy. Prentice-Hall, Inc., USA.
Kariyasa K. dan Yusdja Y., (2005). Evaluasi Kebijakan Sistem Distribusi Pupuk Urea di
Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
20
Kementerian Negara Koperasi dan UMK, (2005). Konsep Usulan Proposal
Penyempurnaan Tataniaga Pupuk Bersubsidi. Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah RI, Jakarta.
Koutsoyiannis, A., (1977). Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of
Econometic Methods. Second Edition. The MacMillan Press Ltd, London.
Media Industri dan Perdagangan, (2006). Pupuk, Komoditas Strategis yang Harus
Diamankan. Media Industri dan Perdagangan, Jakarta

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 9


NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1.MUHAMAD SOFIAN SEPTA (24210612)
2.HERI KURNIAWAN (23210252)
3.MUHAMMAD IQBAL (24210736)
4.ALEXIUS IMANUEL (20210521)
5.ADITYA MAHARDHIKA FARHAN (20210198)

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
KOMODITI LIDAH BUAYA (ALOEVERA)
Suhendar Sulaeman*

Abstrak
Aloe as an agriculture commodity is needed by many people in the world, but the
material stock is not supporting the manufacturing industries. Indonesia has a very
potential territory to develop aloe agri-business, so this is a chance for developing the
territory economic and people. Agri-business model for aloe commodity, which is
designed with business cluster approach, is a dynamic model. It means this model can be
used not only in West Kalimantan, but also in another territory as long as the
requirements are appropriate, especially the technical cultivation. Economically and
financially, this agri-business opportunity is feasible to develop, especially for increasing
territory and people economic activity by using local resource superiority.
Kata kunci : Agribisnis, Lidah Buaya, Jeli Lidah Buaya, Koktil Lidah Buaya, Tepung
Lidah Buaya, Kluster Bisnis, UKM, ULP2, BDS-P, Kelompok Tani, Ekonomi Wilayah,
Ekonomi Masyarakat, Keunggulan Komparatif, Sumberdaya Lokal.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia saat ini berusaha menggeliat untuk dapat
bangkit kembali setelah terpuruk atau krisis ekonomi dan sosial sejak tahun
1978 yang lalu. Melepaskan dari keterpurukan ekonomi memang tidak mudah,
apalagi bila dibayang-bayangi oleh ancaman kemungkinan terjadinya krisis
ekonomi jilid ke-2 di Asia yang menjadi kekhawatiran para menteri keuangan
negara-negara Asia yang bertemu pada pertengahan bulan Mei 2007 di Jepang.
Kekhawatiran terjadi kembali krisis ekonomi merupakan peringatan dini yang
harus ditindaklanjuti untuk menangkalnya, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama oleh negara-negara di Asia. Kebersaman antar negara Asia dalam
kontek globalisasi untuk mencegah krisis berikutnya akan sangat membantu
dalam hal ini Keichi Ohmae (2005) mengatakan bahwa ada empat faktor kunci
kehidupan bisnis dunia yang telah meraih posisi yang secara efektif tanpa
adanya batas, yaitu: komunikasi, modal, korporasi dan konsumen. Oleh karena
itu dapat disebutkan bahwa khusus untuk Indonesia diperlukan sesegera
mungkin melakukan upaya mengerakkan kegiatan sektor riil secara terencana
dan berkesinambungan. Ini artinya bahwa keberadaan institusi yang baik dan
kuat akan berdampak positif bagi pengembangan sektor ekonomi riil. Laporan
Word Bank (2006) menyebutkan bahwa ada petunjuk yang mendukung
pandangan bahwa institusi yang lemah dan tidak setara, memiliki pengaruh
kausatif atas instabilitas ekonomi. Karena upaya tersebut dipercaya akan dapat
*) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
2
meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai lapangan usaha dan wilayah,
sehingga menjadi barier bagi terjadinya krisis ekonomi jilid ke-2.
Salah satu bukti empiris adalah bahwa walaupun banyak hambatan,
sejak awal krisis ekonomi sepuluh tahun yang lalu sampai dengan saat ini roda
perekonomian Indonesia lebih banyak digerakkan oleh konsumsi masyarakat
dan ketangguhan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Oleh karena itu, upaya
pengembangan Usaha Kecil dan Menengah terutama yang banyak
mengandalkan sumberdaya lokal dan didukung oleh adanya institusi yang
handal, merupakan tumpuan dalam upaya memperbaiki kondisi sosial dan
ekonomi negara di masa mendatang.
Usaha Kecil dan Menengah yang umumnya melibatkan banyak orang,
baik sebagai pemilik usaha maupun tenaga kerja, tampaknya dipercaya banyak
pihak dapat menjadi solusi untuk mengerakkan aktivitas ekonomi riil di
Indonesia. Kendala yang dihadapi oleh UKM di Indonesia dalam mengemban
usahanya pada umumnya masih merupakan kendala klasik, seperti keterbatasan
akses terhadap sumber pendanaan dan pemasaran. Namun demikian, dibalik
kesulitan dana bagi pengembangan UKM terutama UKM pemula (start-up),
ternyata banyak diantara mereka yang produknya mempunyai keunggulan
komparatif. Salah satu komiditi yang dimaksud adalah produk olahan dari lidah
buaya (Aloevera).
Tanaman lidah buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut
sekitar khatulistiwa dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan mengingat
manfaat dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sayangnya salah satu komoditi
yang mempunyai keunggulan komparatif tersebut belum diusahakan secara
optimal.
Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi
makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke negara
tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan
yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit
nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah
menjadi produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan.
Industri lanjutan yang berbahan baku tanaman lidah buaya antara lain
industri farmasi dan kosmetika. Sebagai bahan baku, tanaman lidah buaya tidak
bisa digunakan secara langsung dalam bentuk pelepah segar, tetapi harus diolah
dahulu menjadi gel (aloe gel) atau tepung (aloe powder). Rasio kebutuhan
pelepah segar terhadap produk olahan seperti tepung lidah buaya sangat besar,
bahkan perbandingan untuk tepung lidah buaya dengan kualitas sangat baik
dapat mencapai 150 : 1. Tepung dengan kualitas tersebut dengan berat yang
sama nilai rupiahnya bisa mencapai seribu empat ratus kali lipat dari bahan
bakunya. Ini artinya adalah bahwa dari sisi bisnis, komoditi tersebut sangat
berpotensi untuk dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan
petani dan pelaku industri pengolahannya, yang pada akhirnya akan berdampak
positif pada peningkatan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, apabila komoditi
tersebut akan dikembangkan pengusahaannya, maka sebaiknya industri yang
3
memproduksi gel ataupun tepung harus memiliki kontinuitas ketersediaan bahan
baku (pelepah segar). Kondisi tersebut dapat tercapai jika industri dan budidaya
terkait secara langsung dalam suatu klaster bisnis.
Adanya klaster bisnis yang mengkaitkan industri dan budidaya yang
didukung dengan kehadiran institusi yang kuat, diantaranya akan dapat
mencegah terjadinya perebutan bahan baku yang dapat berakibat mematikan
industri hilir. Kondisi tersebut justru akan memberikan jaminan kepastian pasar
bagi hasil panennya selain dimungkinkan adanya bantuan sarana produksi dan
pendampingan dalam penggunaan teknologi. Agribisnis dengan berbasis
tanaman lidah buaya dimaksud adalah pengusahaan komoditi lidah buaya mulai
dari budidaya, agroindustri (industri pengolahan) dan pemasaran hasil produk
akhirnya.
2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai melalui kajian ini adalah mempelajari dan
sekaligus merancang model pengembangan agribisnis aloevera melalui
pendekatan klaster bisnis.
Dengan terbentuknya Model Agribisnis yang didalamnya terdapat
klaster bisnis lidah buaya ini, diharapkan dapat mengembangkan usaha kecil
dan menengah terpadu yang mampu menjadi salah satu solusi untuk
memperbaiki kondisi sosial ekonomi Indonesia.
Secara lebih spesifik dapat disebutkan bahwa klaster bisnis ini
diharapkan dapat :
1). Menciptakan agroindustri berbasis lidah buaya terpadu dalam bentuk klaster
yang tangguh.
2). Memberikan nilai tambah ekonomis bagi komoditi lidah buaya
3). Menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat terutama pada beberapa
kawasan disekitar khatulistiwa yang berlahan gambut.
4). Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani budidaya dan pelaku
industri pengolahan lidah buaya serta pihak lain yang terkait dengan
agribisnis lidah buaya.
3. Metode Kajian
Kajian ini merupakan penelitian terapan dengan menggunakan metode
survey. Mundrajad (2003) menyebutkan bahwa penelitian terapan adalah
penelitian yang menyangkut aplikasi teori untuk memecahkan permasalahan
tertentu. Dengan lokasi survey di Pontianak dan Siantan, Propinsi Kalimantan
Barat. Data yang dikoleksi adalah :
1). Data primer yang bersumber dari : a) pengusaha kecil (petani lidah buaya,
industri kecil cocktail lidah buaya), b) pengusaha menengah dan besar
industri pengolahan cocktail dan jelly lidah buaya, c) peneliti aloevera
center dan expert lidah buaya, d) pejabat terkait dengan pengembangan
lidah buaya di Kalimantan Barat, dan e) tokoh masyarakat formal dan non
formal.
4
2). Data sekunder diperoleh dari: Aloevera center, Bank Umum dan instansi
terkait (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat I dan Dinas Urusan
Pangan Kota Pontianak);
Untuk keperluan melihat apakah agribisnis lidah buaya ini cukup layak
untuk dikembangkan oleh UKM dengan pendekatan klaster bisnis, digunakan
metode analisis kelayakan bisnis. Husein Umar (2003) menyebutkan bahwa
studi kelayakan bisnis merupakan penelitian atau kajian terhadap rencana bisnis,
yang tidak hanya menganalisis layak atau tidaknya bisnis dibangun, tetapi juga
saat dioperasionalkan secara rutin, dalam rangka pencapaian keuntungan yang
maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan.
II. AGROINDUSTRI LIDAH BUAYA
1. Manfaat Lidah Buaya
Lidah buaya merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia
yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia
dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan.
Begitu pentingnya lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan
masa mendatang adalah didasarkan pada manfaat yang besar bagi kehidupan
manusia. Bahkan komoditi ini telah digunakan oleh manusia sejak dahulu kala.
Mutiara Hijau/Lidah Buaya (Aloevera) adalah, tanaman yang tumbuh
subur di Pontianak dan sekitarnya, tanaman ini menurut catatan WHO, lebih
dari 23 negara menggunakan si “Mutiara Hijau” sebagai bahan baku obatobatan
dan pada zaman raja Mesir Cleopatra menggunakan Aloevera sebagai
pembasuh kulit yang sangat mujarab sehingga dijadikan bahan baku kosmetika
yang penting. Di Amerika bagian barat daya lidah buaya (Aloevera) ditanam
sebagai tanaman hias di perkarangan rumah, dan dimanfaatkan sebagai obat
luka bakar (Aloevera Center www.bppt.go.id)
Penggunaan tanaman lidah buaya dalam industri secara garis besar dapat
dibagi menjadi empat jenis industri, yaitu:
1). Industri pangan, sebagai makanan tambahan (food supplement), produk
yang langsung dikonsumsi dan flavour
2). Industri farmasi dan kesehatan, sebagai anti inflamasi, anti oksidan, laksatif,
anti mikrobial dan molusisidal, anti kanker, imunomodulator dan
hepatoprotector. Paten yang telah dilakukan beberapa negara maju antara
lain: CAR 1000, CARN 750, Polymannoacetate, Aliminase, Alovex dan
Carrisyn.
3). Industri kosmetika, sebagai bahan baku lotion, krem, lipstik, shampo dan
kondisioner.
4). Industri pertanian, sebagai pupuk, suplemen hidroponik, suplemen untuk
media kultur jaringan dan penambah nutrisi pakan ternak
Penggunaan tanaman lidah buaya yang cukup besar di dalam industri
dikarenakan komponen-komponen yang dimilikinya cukup lengkap dan
5
bermanfaat. Komponen tersebut terdapat dalam cairan bening yang seperti jeli
dan cairan yang berwarna kekuningan.
Cairan bening seperti jeli diperoleh dengan membelah batang lidah
buaya. Jeli ini mengandung zat anti bakteri dan anti jamur yang dapat
menstimulasi fibroblast yaitu sel-sel kulit yang berfungsi menyembuhkan luka.
Selain kedua zat tersebut, jeli lidah buaya juga mengandung salisilat, zat
peredam sakit, dan anti bengkak seperti yang terdapat dalam aspirin.
Lidah buaya sebagian besar, 95%, mengandung air, sisanya mengandung
bahan aktif (active ingredients) seperti: minyak esensial, asam amino, mineral,
vitamin, enzim dan glikoprotein. Untuk setiap 100 gram bahan terdapat bahan
aktif seperti yang tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Komponen Gel Lidah Buaya
No. Komponen Nilai
1. Air 95.510 %
2. Total Padatan terlarut, terdiri atas: 0.0490 %
a. Lemak 0.0670 %
b. Karbohidrat 0.0430 %
c. Protein 0.0380 %
d. Vitamin A 4.594 IU
e. Vitamin C 3.476 Mg
Sumber : Aloevera Center, 2004
Beberapa manfaat komponen nutrisi lidah buaya untuk tubuh antara lain:
a. Asam folat berguna untuk kesehatan kulit dan rambut
b. Kalium berperan penting dalam memelihara kekencangan muka dan otot
tubuh
c. Ferrum berperan sebagai pembawa oksigen ke seluruh tubuh
d. Vitamin A berguna untuk oksigenasi jaringan tubuh terutama kulit dan
kuku.
Secara lengkap komponen-komponen nutrisi yang terkandung dalam
lidah buaya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Nutrisi dalam Lidah Buaya
No Item Nutrisi
1. Vitamin A, B1, B2, B12, C dan E
2. Mineral Kolin, Inositol, Asam folat, Kalsium, Magnesium, Potasium,
Sodium, Manganese, Cooper, Chloride, Iron, Zinc & Chromium
3. Enzym Amylase, Catalase, Cellulose, Carboxypedidas dan
Carboxyphelolase
4. Asam
Amino
Arginine, Asparagin, Asam Aspartat, Analine, Serine, Glutamic,
Theorinine, Valine, Glycine, Lycine, Tyrozine, Phenylalanine,
Proline, Histidine, Leucine dan Isoleucine
Sumber : Aloevera Center, 2004
6
2. Pohon Industri Lidah Buaya
Lidah buaya banyak digunakan oleh manusia sejak lama, baik diolah
secara moderen maupun sederhana. Khusus yang diolah secara moderen,
penggunaan lidah buaya pada umumnya dalam bentuk bubuk (aloe powder),
bahan jadi seperti sabun (aloe soap) dan produk lainnya seperti sari dan gel
lidah buaya yang telah distabilkan 100% agar tidak mengalami kerusakan
enzimatis. Kosmetika berbahan baku lidah buaya yang cukup banyak
diproduksi Amerika antara lain: lotion, sampo dan lipstik.
Mengingat manfaat yang diperoleh dari tanaman lidah buaya cukup
banyak maka dapat dibuat pohon industrinya seperti yang tertera pada Gambar1.
Gambar 1. Pohon Industri Lidah Buaya
Sumber : Aloevera Center, 2004
3. Potensi dan Peluang
Pada saat ini pusat pengembangan lidah buaya terdapat di negara-negara
Afrika bagian Selatan (Transvaal) yaitu: Eritrea, Ethiopia dan Northern
Somalia. Saat ini negara-negara yang telah membudidayakan tanaman lidah
buaya secara komersial adalah Amerika Serikat, Meksiko, Karibia, Israel,
Australia dan Thailand.
Tanaman lidah buaya yang berasal dari Pontianak (Aloevera chinensis)
merupakan varietas terunggul di Indonesia bahkan diakui keunggulannya di
dunia. Tanaman jenis ini setiap pelepahnya memiliki berat sekitar 0.8 – 1.2 kg
dan dapat dipanen setiap bulan sejak bulan ke 10 -12 setelah penanaman hingga
Gel (pulp)
Kulit
Ekstrak
Juice
Konsentrat
Kosmetik
Farmasi
Farmasi
Medical Purposes
Spray dried Powder
Freeze dried Powder
Minuman Kesehatan
Industri kimia
Makanan
Minuman
Pupuk Organik
Teh Lidah Buaya
Senyawa aktif
Powder
Agro Industri
Kosmetik
Farmasi
Minuman Kesehatan
Kosmetik
Farmasi
Lidah buaya
(Aloe vera)
7
tahun ke 5. Mutu panen setiap pelepah sebagian besar tergolong mutu A yaitu
tanpa cacat atau serangan hama penyakit daun. Berbeda dengan tanaman lidah
buaya yang dibudidayakan di luar Pontianak, seperti di Amerika dan Cina,
setiap pelepahnya memiliki berat hanya berkisar 0.5 – 0.6 kg dan dipanen hanya
1 kali setahun karena kendala musim dingin.
Saat ini permintaan lidah buaya Pontianak dalam bentuk pelepah segar
baru berasal dari Hongkong dan Malaysia sedangkan di dalam negeri berasal
dari Jakarta. Umumnya pedagang di Jakarta mengirimkan lagi ke Taiwan dan
Jepang mengingat dari kota Pontianak tidak ada jalur pelayaran langsung ke
negara-negara tersebut. Nilai ekspor pelepah lidah buaya segar yang tercatat
oleh Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konversi Alam untuk tahun
2001 adalah USD 2.143 untuk 15.000 lembar pelepah. Secara rinci data ekspor
lidah buaya dalam tonase dari Pontianak dapat dilihat pada tabel .3.
Tabel 3. Ekspor Lidah Buaya dari Pontianak
(Ton)
Tujuan Sept – Des
2000 2001 2002 2003 Total
Malaysia 52,5 206,6 630,1 117,5 1.006,7
Hongkong 21,0 92,6 270,0 161,5 545,1
Jakarta 0,0 206,5 705,6 278,1 1.190,2
Total 73,5 505,7 1.605,7 557,1 2.742,0
Sumber: Dinas Urusan Pangan Pontianak, 2003
Produsen dalam skala industri yang telah mengolah pelepah daun lidah
buaya menjadi makanan siap santap (dalam bentuk coktail) adalah PT. Niramas
dengan merek dagang Inaco dan PT. Keong Nusantara Abadi yang
menggunakan merek Wong Coco sedangkan eksportir pelepah segar yang
tercatat diantaranya adalah PT. Sumber Aloe Vera.
III. KLASTER BISNIS LIDAH BUAYA
Bisnis aloevera yang meliputi aloe cocktail, aloe gel dan aloe powder
sebagaimana bisnis berbasis hasil pertanian lainnya memerlukan keterkaitan yang
erat antara hulu (up stream) dan hilir (down stream). Hal ini dikarenakan pada
tingkat hulu (petani) memiliki keahlian dan kemauan dalam berproduksi, namun
terdapat keterbatasan dalam mengakses pasar dan teknologi. Sementara itu di
tingkat hilir, dalam hal ini pemilik pabrik, memiliki kekuatan dalam hal teknologi
dan akses pasar, namun membutuhkan kontinuitas dalam ketersediaan bahan baku.
Kebutuhan yang berbeda antara hulu dan hilir dapat dijembatani oleh suatu
lembaga. Lembaga tersebut di tingkat hulu diharapkan bertindak mendampingi,
membimbing, dan memonitor kegiatan yang berjalan. Pada tingkat hilir lembaga
berfungsi sebagai mediator yang memberikan masukan dan informasi tentang
ketersediaan produk di tingkat hilir. Seperti model klaster bisnis komoditi rumput
laut yang dikemukakan oleh Suhendar, S (2006) pada Infokop No.28 Tahun XXII
8
2006, mekanisme ini disebut sebagai klaster bisnis aloevera sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Model Kluster Bisnis Aloevera
Gambar 2. Model Kluster Bisnis Aloevera
Pada Gambar 1 Klaster Bisnis Aloevera yang dibangun melibatkan
beberapa sub sistem (komponen) atau institusi, yaitu Kelompok Tani, Lembaga
ULP2 (Lembaga Usaha Lepas Panen Pedesaan), perusahaan penghela, BDS
(Business Development Services) dan Lembaga Pembiayaan Usaha (Bank atau
LPBB). Bahkan sangat besar kemungkinannya petani tidak hanya berkelompok
dalam kelompok tani, tetapi juga dalam bentuk lembaga ekonomi koperasi,
terutama koperasi produsen. Dalam rangka meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani, maka koperasi produsen dimaksud selain dapat memiliki
ULP2 juga sangat dimungkinkan untuk memiliki saham pada perusahaan penghela.
Penjelasan masing-masing komponen dalam kluster adalah sebagai berikut :
Kelompok Tani
Satu kelompok tani yang terlibat dalam kluster beranggotakan 10 orang
petani yang melakukan budidaya tanaman lidah buaya di lahan seluas 10 ha (1
petani menangani 1 ha). Direncanakan jumlah kelompok tani yang terlibat dalam
PERUSAHAAN PENGHELA
LEMBAGA ULP2
Kel.
Tani
BDS
LEMBAGA ULP2
Kel.
Tan
Kel.
Tani
Kel.
Tani
Kel.
Tani
BDS
Kel.
Tan
BANK/LKBB
PASAR NASIONAL/
INTERNASIONAL
ALOEVERA
AAloveraaaaaa
Lembaga pengembangan
Teknologi/ R&D Aloevera
Surveyor Surveyor
9
satu klaster pada tahap awal sebanyak 15 kelompok atau petani yang terlibat
sejumlah 150 orang dengan lahan yang dibudidayakan seluas 150 ha.
Proses kerja yang dilaksanakan kelompok tani adalah penyiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan pembersihan hasil panen
(pelepah segar). Seluruh pelepah segar lidah buaya dari kelompok tani akan
ditampung oleh lembaga ULP2, untuk dilakukan proses lanjutan sebelum dijual ke
perusahaan penghela sebagai bahan baku. Pada masa yang akan datang diharapkan
kelompok tani secara bertahap dapat memiliki saham di perusahaan penghela.
Business Development Services (BDS)
BDS merupakan badan independen yang berfungsi sebagai pendamping dan
pemonitor kinerja ULP2 dan kelompok tani. BDS ini dapat berasal dari kalangan
perguruan tinggi, lembaga penelitian atau perusahaan yang berpengalaman dalam
industri lidah buaya.
Satu BDS pada tahap awal direncanakan hanya untuk satu klaster atau
menangani 15 kelompok tani (10 petani menangani 10 Ha) yang berarti akan
mendampingi sekitar 150 petani lidah buaya sesuai asumsi di atas. Selanjutnya BDS
dapat mengembangkan lebih dari satu klaster bisnis sesuai dengan kemampuan.
Peran BDS melakukan pendampingan dalam rangka menjaga dan menjamin
kuantitas, kualitas, dan kontinuitas produksi pelepah segar lidah buaya agar sesuai
dengan yang diharapkan. Selain itu BDS juga melakukan monitoring terhadap
pengembalian pinjaman yang diterima oleh kelompok tani. Pemilihan BDS yang
akan dilibatkan dalam klaster didasarkan atas rekomendasi dari Kementerian
Koperasi dan UKM atau lembaga pemerintah lainnya yang ditunjuk.
Lembaga ULP2
Lembaga ULP2 juga merupakan badan independen yang akan melakukan
proses lanjutan dari pelepah segar lidah buaya yang dihasilkan petani. Pelepah segar
yang dibeli dari petani kemudian akan mengalami perlakuan pembersihan, proses
sortasi dan pengemasan untuk selanjutnya dijual ke perusahaan penghela.
Satu ULP2 direncanakan menampung hasil pelepah segar dari 15 kelompok
tani atau hasil dari 150 ha lahan budidaya. Dengan demikian dalam satu kluster
akan terdapat 1 lembaga ULP2.
Perusahaan Penghela
Perusahaan penghela akan menyerap seluruh pelepah segar yang telah
diproses oleh lembaga ULP2 dan berfungsi sebagai pabrikan pengolah pelepah
segar menjadi aloe cocktail, aloe gel dan aloe powder. Produk aloe gel dan aloe
powder akan dipasarkan oleh perusahaan penghela baik ke pasar domestik maupun
internasional sedangkan produk aloe cocktail diproduksi untuk memanfaatkan
kapasitas mesin yang saat ini belum optimal (idle capacity).
Saat ini perusahaan penghela telah memproduksi aloe cocktail dengan
kapasitas 7 ton bahan baku per hari dimana sebagian besar produknya dipasarkan ke
luar negeri. Perusahaan penghela juga akan bertindak sebagai avalis atau penjamin
atas pinjaman yang diterima oleh Lembaga ULP2 dan kelompok tani.
10
Lembaga Pembiayaan/Bank dan Bukan Bank
Bank berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi keberlangsungan
klaster lidah buaya. Fungsi ini akan diwujudkan dalam bentuk pemberian pinjaman
berupa investasi dan modal kerja bagi komponen kluster yang terlibat yaitu:
perusahaan penghela, Lembaga ULP2 dan kelompok tani. Fungsi Kementerian
Koperasi & UKM atau lembaga pemerintah lain yang ditunjuk adalah mediator bagi
kerjasama antar komponen klaster dalam kaitannya dengan perbankan. Selain itu
pihak kementerian akan menseleksi kelompok tani, Lembaga ULP2, dan BDS yang
akan terlibat di dalam klaster.
Pada model klaster bisnis dimaksud terdapat lembaga surveyor yang tidak
termasuk dalam komponen klaster. Lembaga surveyor bertindak sebagai pemantau
persediaan di level perusahaan penghela dan hanya sebagai pemeriksa persediaan di
level ULP2.
Layanan sebagai pemantau persediaan mewajibkan lembaga surveyor
membuat laporan rutin (seminggu atau dua minggu sekali) kepada lembaga
pembiayaan perihal kuantitas dan kondisi fisik persediaan, yang menjadi jaminan,
mulai dari bahan baku hingga barang jadi selama jam kerja. Lembaga surveyor juga
akan menerapkan sistem kunci ganda pada gudang dalam rangka mengawasi
keamanan dan mutasi barang yang bersangkutan.
Layanan sebagai pemeriksa persediaan hanya mewajibkan lembaga
surveyor membuat laporan atas kuantitas dan kondisi persediaan, yang dijaminkan,
pada satu waktu tertentu yang telah ditetapkan.
Manfaat lembaga surveyor akan dirasakan oleh lembaga keuangan pemberi
kredit/pembiayaan dan klaster bisnis itu sendiri. Manfaat bagi lembaga pembiayaan
adalah sebagai berikut:
a. Pengawasan terhadap jaminan berjalan secara kontinyu.
b. Berfungsi sebagai peringatan dini terhadap kondisi usaha
Manfaat bagi klaster bisnis lidah buaya adalah
a. Berfungsi sebagai peringatan dini dalam mengembangkan usaha.
b. Memberikan keyakinan terhadap lembaga keuangan dalam menyalurkan
pembiayaan terhadap usaha lidah buaya.
IV. SISTIM JARINGAN PRODUKSI DAN RENCANA OPERASI
Sistem jaringan produksi dan rencana operasi yang di dalamnya termasuk
masalah pembiayaan merupakan bagian yang penting dan tidak terpisahkan dalam
pengembangan model agribisnis aloevera ini.
1. Sistem Jaringan Produksi
Khusus mengenai sistem jaringan produksi produk lidah buaya, terutama
untuk jenis Aloe vera chinensis, secara umum dapat dilihat seperti yang tertera
pada gambar 3.
11
Gambar 3. Sistem Jaringan Produksi
Selama ini budidaya tanaman lidah buaya banyak dikembangkan di
Pulau Kalimantan yaitu di propinsi Kalimantan Barat dan sedikit di Kalimantan
Tengah. Berdasarkan luas areal yang telah dibudidayakan dan potensinya maka
propinsi Kalimantan Barat merupakan wilayah yang dipilih sebagai lokasi
klaster bisnis lidah buaya, mulai dari budidaya, ULP2, BDS dan pabrik pembuat
aloe gel dan aloe powder.Komponen klaster bisnis lidah buaya yang terlibat di
wilayah Kalimantan Barat dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Lembaga ULP2, BDS dan jumlah Kelompok Tani di Kalimantan Barat
Kabupaten/Kota Lembaga
ULP2 BDS Jumlah KelpTani
Pontianak – Untan 20
Siantan – Untan 20
Total – Untan 40
rendemen : %
harga : USD /kg
rendemen : %
harga : USD /kg
Bahan baku industri
rendemen : %
harga : Rp /kg
Pelepah Kualitas Ekspor
rendemen : %
harga : /kg
Bahan baku
rendemen :
harga : Rp /kg
Aloe cocktail
Aloe powder
PASAR
(Industri Kosmetik, Farmasi dan Pangan/ Konsumen Akhir)
Aloe gel
Budidaya
Aloevera chinensis
ULP2
Pasca Panen
12
2. Rencana Operasi
Rencana operasi dalam pembentukan klaster lidah buaya yang
terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir akan menyangkut time frame dan
kegiatan yang dilakukan dalam setiap komponennya. Sebagai gambaran adalah
bahwa pada saat ini industri pengolahan yang sudah ada dan beroperasi adalah
industri pengolah aloe cocktail (skala besar dan kecil serta mikro), belum ada
industri pengolahan lidah buaya menjadi tepung (aloe tepung), padahal nilai
tambah terbesar ada pada industri pengolahan tepung.. Lokasi
pengembangannya untuk tahap awal adalah di Kalimantan Barat, karena di
wilayah ini sedang dikembangkan secara terencana untuk kegiatan budidaya,
dan agroindustri lidah buaya.
1). Tahap Pra Klaster
Tahap pra klaster merupakan tahap paling awal dalam pembentukan
kluster dimana tahap ini terdiri atas beberapa langkah, meliputi:
(1). Pencarian data.
(2). Verifikasi data.
(3). Penulisan rencana bisnis dan studi kelayakan.
(4). Penentuan pihak-pihak yang akan terlibat (pelaku, konsultan dan
kontraktor) dan teknologi yang akan digunakan.
(5). Penentuan lembaga keuangan dan skim pembiayaan yang akan
diterima.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tahap pra klaster
adalah 6 (enam) bulan. Pada rentang waktu tersebut, pihak-pihak yang
berkedudukan sebagai pembina, seperti Kementerian Negara Koperasi dan
UKM dan lembaga pemerintah dan swasta lainnya berfungsi sebagai
mediator internal antara pihak-pihak yang terlibat dan sebagai fasilitator
dengan lembaga keuangan.
2). Tahap Awal
Pada tahap awal akan terdapat beberapa kegiatan yang berjalan
secara paralel yaitu kegiatan pada kelompok tani, ULP2 dan pabrik aloe
cocktail dan aloe gel.
(1). Kelompok Tani
Kegiatan pada kelompok tani di tahap awal berupa penyemaian
bibit lidah buaya pada lahan tanam yang telah ditentukan. Proses
penanaman dan pemeliharaan tanaman dilakukan selama 12 bulan.
Selama 10 bulan pertama, tanaman lidah buaya belum dapat dipanen.
Panen pertama tanaman lidah buaya dilakukan mulai bulan ke 11
hingga akhir tahun ke 5 dan dilakukan setiap bulan .
(2). ULP2
Pada saat proses penyemaian berlangsung sarana ULP2 mulai
dibangun sehingga diharapkan pada saat tanaman lidah buaya mulai
dipanen, tempat untuk proses lanjutan telah tersedia. Pembangunan
sarana ULP2 diperkirakan memakan waktu selama 3 bulan.
13
(3). Pabrik aloe cocktail dan aloe gel
Pada saat yang bersamaan pembangunan pabrik aloe cocktail
dan pabrik baru aloe gel mulai dilaksanakan. Pembangunan pabrik
hingga siap dioperasikan diperkirakan memakan waktu 12 bulan.
Selama rentang waktu tersebut dilakukan pula pemilihan teknologi
dan peralatan yang paling tepat dan efisien.
Sebaiknya dalam jangka waktu tersebut telah termasuk kegiatan
pemasangan dan penyetelan alat untuk skala produksi. Pemasangan
alat diperkirakan memakan waktu selama 2 bulan sedangkan
penyetelan alat akan memakan waktu selkitar 1 bulan.
3). Tahap Menengah
Pada tahap menengah diprediksikan akan terjadi panen pelepah lidah
buaya sebanyak 2 kali dimana panen tersebut telah dapat ditampung oleh
lembaga ULP2 namun tidak semua pelepah dapat diolah lebih lanjut
menjadi aloe cocktail dan aloe gel. Pelepah lidah buaya segar yang telah
mengalami proses sortasi serta pengemasan di ULP2 dan tidak tertampung
oleh pabrik aloe cocktail sementara dapat dijual dalam bentuk segar. Pasar
tujuan bahan baku ini dapat berupa pasar domestik ataupun ekspor.
Penjualan pelepah lidah buaya segar secara langsung (tanpa diolah
menjadi aloe cocktail dan aloe gel) ke pasar domestik atau ekspor tidak
akan mempengaruhi pendapatan lembaga ULP2 karena harga jual tersebut
diperkirakan akan sama dengan harga jual ke pabrik pengolah.
4). Tahap Akhir
Tahap akhir adalah pada akhir bulan ke-12 sejak bibit tanaman lidah
buaya disemaikan. Pada tahap ini pabrik aloe cocktail dan aloe gel telah
selesai diperluas dan dibangun sehingga siap beroperasi secara penuh.
3. Pembiayaan
Pembiayaan untuk kluster lidah buaya yang terintegrasi mulai hulu
hingga hilir haruslah dilakukan secara serempak dan satu kesatuan. Hal tersebut
untuk mencegah terjadinya kemacetan atau keterlambatan pada pembiayaan
salah satu komponen yang dapat berakibat kemacetan dan keterlambatan pada
komponen lainnya. Alternatif pembiayaan bagi klaster ini ada 2 jenis yaitu:
1). Pembiayaan Secara Komersial
Pembiayaan dengan alternatif ini berarti seluruh sumber dana di luar
modal sendiri akan berasal dari lembaga perbankan dengan tingkat suku
bunga pasar. Pada alternatif ini perbankan akan membiayai mulai dari
budidaya, lembaga ULP2 dan pabrik aloe cocktail dan aloe gel (perusahaan
penghela). Sesuai ketentuan perbankan, pihak-pihak yang terlibat dalam
klaster lidah buaya akan menyediakan jaminan sesuai yang diinginkan pihak
perbankan.
14
2). Pembiayaan Secara Campuran
Pada alternatif pembiayaan campuran akan terdapat lebih dari satu
sumber dana (pembiayaan), di luar modal sendiri, yang akan mewujudkan
klaster lidah buaya. Sumber pembiayaan di luar modal sendiri tersebut
direncanakan dapat berasal dari lembaga perbankan dan lembaga
pembiayaan lainnya.
Pada skim alternatif ini, sumber pembiayaan untuk kelompok tani akan
berasal dari Koperasi, Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) dengan mekanisme
pembiayaan sentra. Dana yang berasal dari KUMK akan dikenakan bunga
(beban biaya) tertentu namun pengucuran dana ini tetap harus menjadi satu
kesatuan dengan pengucuran dana bagi kedua komponen kluster lainnya.
Sumber pembiayaan bagi dua komponen lainnya, ULP2 dan pabrik aloe
cocktail dan aloe gel (perusahaan penghela) akan berasal dari lembaga
keuangan dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku.
Prakiraan kebutuhan dana yang diperlukan bagi pengembangan
agribisnis aloevera melalui klaster bisnis, dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel. 5. Total Kebutuhan Dana Klaster Lidah Buaya
Kebutuhan dana (Rp)
No. Komponen
per petani Total
Total (Rp)
1. Petani 33.742.839 5.061.425.800 5.061.425.800
2. Lembaga ULP2 138.987.764 138.987.764
3. Pabrik 65.903.925.775 65.903.925.775
Total 71.104.339.339
Sumber dana pembangunan klaster bisnis lidah buaya terdiri atas 2
sumber yaitu lembaga keuangan dan modal sendiri dengan alternatif
komposisi masing-masing adalah 80 persen dan 20 persen. Secara rinci
alternatif komposisi tersebut dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Pembiayaan Klaster Lidah Buaya
No Komponen Sumber Dana Jenis Nilai (Rp.) Persentase
(%)
1 2 3 4 5 6
Modal
Kerja 3.663.340.640 80%
Bank
Investasi 385.800.000 80%
Modal Kerja 915.835.160 20%
1. Petani
Modal Sendiri
Investasi 95.450.000 20%
15
1 2 3 4 5 6
Modal Kerja 101.590.211 80%
Bank
Investasi 9.600.000 80%
Modal Kerja 25.397.553 20%
2. ULP2
Modal Sendiri
Investasi 2.400.000 20%
Modal Kerja 34.324.552.727 80%
Bank
Investasi 18.398.587.893 80%
Modal Kerja 8.581.138.182 20%
3. Pabrik
Modal Sendiri
Investasi 4.599.646.973 20%
Secara ringkas kebutuhan dana perbankan dan modal sendiri untuk
mengembangkan klaster lidah buaya dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Alternatif Komposisi Sumber Dana Klaster Lidah Buaya
No. Komponen Bank (Rp.) Modal Sendiri (Rp.) Total (Rp.)
1.
Petani 4.049.140.640 1.012.285.160 5.061.425.800
2. ULP2 111.190.211 27.797.553 138.987.764
3. Pabrik 52.723.140.620 13.180.785.155 65.903.925.775
Total 56.883.471.471 14.220.867.868 71.104.339.339
4. Analisis Kelayakan Finansial
Hasil analisis kelayakan finansial menujukkan bahwa agribisnis lidah
buaya ini dinyatakan layak. Nilai-nilai kelayakan dimaksud, secara rinci dapat
dilihat pada tabel 8.
16
Tabel 8. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Agribisnis Aloevera
No Indikator Petani (Budidaya) ULP2 Pabrik
1. NPV 23.717.241 24.495.026 30.513.644.479
2. IRR 44% 48% 38%
3. BEP (Rp) 6.352.049 183.204.313 35.897.091.963
4. B/C 1.226 1.012 1.249
Dengan nilai kelayakan finansial, baik untuk petani dan ULP2 maupun
pabrik yang dinyatakan layak untuk terus dikembangkan seperti yang
diinformasikan pada tabel 4.5, ternyata kemungkinan pengembalian kreditnya
(pay back periods) adalah paling lama sekitar 4 tahun untuk pabrik.
Kemungkinan pengembalian kredit di tingkat petani dan ULP2 sekitar 2 tahun.
Seperti telah disampaikan pada bagian terdahulu, apabila agribisnis ini
dapat dilaksanakan dengan baik, maka akan sangat berdampak positif terhadap
kegiatan ekonomi wilayah. Ini dapat dilihat dari kemungkinan adanya
penambahan tenaga kerja baik sebagai petani rumput laut (150 0rang) per
klaster bisnis dan tenaga kerja di ULP2 dan pabrik pengolahan lidah buaya,
pajak dan restribusi lainnya, daya beli masyarakat yang meningkat, serta
kemungkinan berkembangnya kegiatan usaha lain, baik yang terkait dengan
kebutuhan penunjang agiribisnis lidah buaya maupun dengan kebutuhan
sandang dan pangan petani dan pekerja pabrik.
V. PENUTUP
Model agribisnis lidah buaya yang dirancang dengan pendekatan kluster
bisnis merupakan model yang dinamis. Artinya adalah bahwa model ini dapat
digunakan atau dioperasionalkan tidak hanya di Kalimantan Barat, tetapi juga di

wilayah lain sejauh persyaratan-persayratan, terutamayang menyangkut teknis
budidayanya sesuai dengan di Kalimantan Barat.
Secara ekonomi dan financial kegiatan agribisnis ini dikatakan layak untuk
dikembangkan. Dampak positif dari pengembangan agribisnis ini adalah terutama
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi wilayah dan masyarakat dengan
memanfaatkan keunggulan sumberdaya local.
Pemerintah pusat maupun daerah mempunyai peran yang sangat besar,
terutama berperan sebagai regulator,fasilitator dan mediator pelaku agribisnis lidah
buaya. Tanpa bantuan dan dukungan yang kuat dari pemerintah, upaya UKM untuk
mengembangkan usahanya di bidang agribisnis lidah buaya akan sulit diwujudkan.
17

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, (2006). Laporan Bank Dunia, Kesetaraan dan Pembangunan. Penerbit
Salemba Empat, Grand Wijaya Center Blok D-7, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi, (2004). Aloevera Center. Aloevera Center
www.bppt.go.id
Husein Umar, (2003). Studi Kelayakan Bisnis. Edisi ke-2. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Keichi Ohmae, (2005). The Next Global Stage. Tantangan dan Peluang Di Dunia yang
Tidak Mengenal Batas Kewilayahan. Penerbit PT. INDEKS Kelompok Gramedia,
Jakarta.
Mundrajad, K., (2003). Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Suhendar Sulaeman, dkk, (2005). Business Plan Agroindustri Aloevera. Tidak
Diterbitkan.
Suhendar Sulaeman, (2006). Pengembangan Agribisnis Rumput Laut Melalui Model
Kluster Bisnis. Majalah Infokop No.28 Tahun XXII 2006. Kementrian Negara
Koperasi dan UKM, Jakarta.